• Kementerian Keuangan memberlakukan pembebasan pungutan ekspor yang berlaku hingga 31 Agustus 2022 untuk meningkatkan ekspor produk kelapa sawit.
  • Fasilitas penyimpanan sawit di Indonesia saat ini hampir penuh sehingga diperkirakan kesulitan menyerap hasil panen petani yang akan mencapai puncaknya di bulan Agustus 2022.
  • Pelaku bisnis menyarankan pemerintah mengevaluasi kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk memperlancar arus ekspor. 

Abdi Amna tidak bisa berbuat banyak ketika harga tandan buah segar (TBS) sawit jatuh seperti sekarang. Abdi mengelola sekitar 170 hektar kebun sawit di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sebanyak 17 hektar miliknya pribadi, sedangkan sisanya punya keluarga besar yang ia kelola sejak beberapa tahun silam. 

Sejak awal tahun, Abdi dan petani sawit lain seperti ketiban pulung. Harga TBS melonjak tajam, bahkan hingga di atas Rp 3.000 per kilogram. Saat harga sedang tinggi-tingginya, Abdi membeli dua unit truk dengan cicilan. Setiap bulan, ia harus mengangsur sekitar Rp 32 juta untuk kedua unit kendaraan operasional tersebut.

Namun, serangkaian kebijakan untuk mengendalikan harga minyak di pasar domestik membuat peruntungan petani sawit seperti Abdi berbalik arah. Pelarangan eskpor crude palm oil (CPO) misalnya, membuat harga TBS di tingkat petani ambrol. Dari sebelumnya di kisaran Rp 3.000 per kilogram, harga sawit bahkan sempat menyentuh level di bawah Rp 1.000 per kilogram (kg) di sejumlah tempat. 

“Cuma dalam waktu tiga minggu [harga sawit] langsung jatuh sampai Rp 1.000-an,” kata Abdi, saat berbincang dengan Katadata

Abdi bercerita, saat ini beberapa pabrik CPO menawarkan harga di kisaran Rp 1.200-Rp 1.400 per kg. Menurutnya, dengan rentang harga itu margin yang diperoleh sangat tipis. Apalagi beban produksi justru kian meroket. Harga pupuk misalnya, sudah naik hampir dua kali lipat sejak beberapa bulan terakhir. 

“Sekarang saya harus bayar cicilan truk Rp 32 juta per bulan. Makin berat lah,” katanya.

Guna menjaga agar harga sawit tetap stabil, Kementerian Keuangan merilis kebijakan untuk membebaskan pungutan ekspor terhadap produk kelapa sawit dan turunannya. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 115 tahun 2022 yang diterbitkan pada 15 Juli 2022.

Kendati demikian, kebijakan ini tidak berlaku selamanya. "Hingga 31 Agustus 2022, pungutan ekspor diturunkan menjadi 0 dolar kepada seluruh produk yang berhubungan dengan kelapa sawit," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Sri Mulyani menegaskan keringanan tarif tersebut akan dicabut mulai 1 September. Tarif pungutan ekspor akan kembali menjadi progresif saat kebijakan tersebut berakhir. Artinya, jika harga produk kelapa sawitnya rendah, maka besaran tarifnya juga akan rendah. Sri Mulyani tidak merinci berapa pengenaan tarif progresif yang berlaku mulai September mendatang.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, pemberian fasilitas tarif 0% tersebut untuk mempercepat ekspor. Hal ini mengkompensasi pelarangan ekspor yang diberlakukan hampir sebulan penuh pada Mei demi menekan harga minyak goreng.

"Sebetulnya ekspornya tinggi sekali di Juni kemarin, tapi kita melihat masih perlu lebih cepat lagi," kata Febrio.

Penurunan tarif tentu akan berpengaruh ke penerimaan negara. Namun Febrio masih optimistis dampaknya tidak signifikan ke penerimaan negara. Menurutnya, penerimaan negara sudah aman karena tumbuh 40% secara tahunan. 

HARGA TBS KELAPA SAWIT TURUN
HARGA TBS KELAPA SAWIT TURUN (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.)
 

Stok Melimpah

Tidak lama setelah kebijakan ini diberlakukan, harga TBS sawit mulai merangkak naik. Data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyebut harga TBS dari petani swadaya masih bertengger di harga Rp 916 per kg pada 14 Juli 2022. Adapun di awal pekan ini, harga sudah merangkak naik menjadi Rp 1.084 per 16 Juli 2022. 

Dampak kebijakan ini juga mulai terasa di aktivitas ekspor. Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Askolani mengatakan selama tiga hari pertama, ekspor CPO naik 50%. Menurut Askolani, sejak pemerintah kembali membuka keran ekspor pada 23 Mei, arus keluar produk sawit sebetulnya sudah mulai naik. Namun, kenaikannya belum sesuai harapan pemerintah. 

Kendati sudah menunjukkan sinyal positif, pengusaha kelapa sawit menilai pemerintah masih harus mencari solusi terhadap penumpukkan stok TBS. Ketua Apkasindo, Gulat Manurung mengatakan kebijakan pungutan ekspor 0% memang dapat mendongkrak harga CPO. 

Namun, pemerintah harus menggenjot percepatan ekspor karena panen TBS sawit dengan volume tinggi diproyeksikan terjadi pada Agustus 2022. Akibatnya, ada potensi hasil panen tersebut tidak bisa diserap karena fasilitas penyimpanan sudah nyaris kelebihan stok. Gulat mendata stok CPO di dalam negeri pada akhir Juli 2022 telah mencapai 10,9 juta ton. Angka tersebut lebih besar tiga kali lipat dari cadangan CPO pada kondisi normal sebanyak 3 juta ton per bulan.

"Terlambat ambil keputusan [ekspor CPO] bisa berakibat fatal secara nasional dan investasi 6,72 juta hektar petani sawit akan berguguran massal," kata Gulat.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora, Andi M. Arief, Abdul Azis Said
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement