Krisis Iklim dalam Agenda Politik Elektoral 2024

Yayasan Cerah Indonesia
Oleh Sholahudin Al Ayubi - Agung Budiono
1 Agustus 2022, 10:32
Yayasan Cerah Indonesia
Katadata

Menguatnya isu krisis iklim yang disuarakan kaum muda di berbagai belahan dunia mengingatkan kita pada sosok paling berpengaruh “2019 Person of the Year” versi majalah Time, Greta Thunberg. Sebagai aktivis muda, konsistensi Greta dalam menyuarakan isu krisis iklim sejak tahun 2018 terbukti tidak hanya menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia, melainkan juga telah memaksa perubahan sistem dan kebijakan pemerintah dan parlemen soal isu iklim di berbagai negara. 

Keberhasilan itu terjadi karena narasi yang dibawanya mampu melampaui spektrum ideologi politik manapun di dunia. Ini membuat apa yang dikatakannya tidak mudah terjebak pada perdebatan umum partai politik yang kerap terjadi pada momen-momen elektoral. Lantas, bagaimana isu iklim jika dikaitkan dengan agenda politik elektoral di Indonesia?

Hasil survei nasional perubahan iklim oleh Indikator Politik Indonesia dan Yayasan Indonesia Cerah pada Oktober 2021, mengungkapkan temuan yang relevan mengenai cerminan aspirasi anak muda Indonesia yang akan berpartisipasi dalam pemilu 2024 mendatang. Survei yang menyasar anak muda usia 17-35 tahun ini menunjukkan anak muda kian menaruh perhatian serius pada persoalan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. 

Sebanyak 4 dari 5 responden menilai pemerintah harus berbuat lebih banyak untuk mengatasi krisis iklim karena dampaknya yang kian dirasakan. Bahkan, langkah tersebut juga mereka yakini perlu dilakukan meskipun akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Aspirasi kaum muda penting diperhatikan mengingat Gen Z dan Milenial ini akan berperan sebagai pemilih muda dan pemula Indonesia. Jumlahnya lebih dari 80 juta atau sekitar 40% dari total pemilih pada pemilu 2024. Sebagaimana diketahui, jadwal pemilu 2024 yang sudah disahkan kemungkinan besar akan mulai memanaskan mesin elektoral mulai pertengahan tahun ini. 

Masing-masing partai kini sudah tampak menyusun berbagai strategi dan manuver untuk nantinya bisa memenangkan suara rakyat. Dalam konteks ini, preferensi kaum muda sebagai pemilih mayoritas akan menjadi bagian penting yang kelak menentukan kandidat dan partai politik seperti apa yang diinginkan kaum muda.

BENCANA BANJIR BANDANG DI PARIGI MOUTONG
BENCANA BANJIR BANDANG DI PARIGI MOUTONG (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/foc.)
 

Bencana Hidrometeorologi

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) baru-baru ini merilis laporan bencana sepanjang tahun 2022. Per Juli 2022, jumlah kejadian bencana di Indonesia yang telah terjadi sebanyak 2.118. Angka ini lebih banyak dari rata-rata kejadian bencana yang terjadi sepanjang tahun 2007-2015. 

Selain itu, sejak tahun 2010, hampir seluruh bencana yang terjadi di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi. Ini merupakan bencana yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan iklim serta kerusakan lingkungan yang masif, seperti banjir, tanah longsor dan puting beliung. Secara rata-rata kerugian ekonomi yang dialami karena bencana hidrometeorologi setiap tahunnya sebesar Rp 22,8 triliun.

BNPB mendorong para pihak terutama pemerintah untuk melihat kembali kondisi alam dan lingkungan sekitar dan segera membenahi sumber kerusakannya. Sejalan dengan arahan tersebut, kesadaran serupa juga yang kini diserukan oleh masyarakat di seluruh dunia. Seperti jajak pendapat tentang perubahan iklim 2022 yang dilakukan oleh Meta, perusahaan digital teranyar milik Mark Zuckerberg, mengungkapkan kecenderungan masyarakat pengguna internet di seluruh dunia mengenai kekhawatirannya pada resiko perubahan iklim dan meminta pertanggungjawaban besar dari pemerintah setempat.

Namun di Indonesia, perhatian partai politik sebagai motor pemerintahan terhadap perubahan iklim masih terbilang minim. Dilihat dari visi misi dan program kerja, mayoritas partai politik saat ini belum menunjukkan prioritas perhatian dalam mengatasi krisis iklim. Paling umum, wacana yang kerap disampaikan elit partai dalam merespon isu kerusakan lingkungan hanya dijawab dengan agenda menanam pohon, seolah melupakan penyebab utama dari kerusakan yang terjadi. 

Halaman:
Yayasan Cerah Indonesia
Sholahudin Al Ayubi
Periset

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...