Pengelolaan Sampah Harus Dilakukan Secara Holistik

Rezza Aji Pratama
29 November 2022, 17:01
Lucia Karina Coca Cola
Katadata

Pada April 2021, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia berkolaborasi dengan Dynapack Asia membangun fasilitas daur ulang plastik di Cikarang, Jawa Barat. Pabrik yang diberi nama Amandina Bumi Nusantara itu dibekali dengan teknologi mutakhir yang bukan hanya bisa mendaur ulang plastik menjadi resin, tetapi juga resin yang benar-benar bisa digunakan kembali.

Selain itu, CCEP Indonesia juga mendirikan Yayasan Mahija Parahita Nusantara. Lembaga nirlaba ini fokus pada pemberdayaan masyarakat yang menggantungkan hidup dari pengelolaan sampah. 

Advertisement

“Kita ingin memotong rantai pasok di tingkat pemulung, supaya mereka bisa dapat lebih banyak,” ujar Lucia Karina, Direktur Public Affairs, Communications dan Sustainability CCEP untuk Indonesia dan Papua Nugini.

Katadata berbincang dengan Lucia di sela-sela perhelatan COP27 di Sharm el Sheikh, Mesir. Lucia datang ke Mesir untuk berbicara mengenai pengelolaan sampah plastik di Paviliun Indonesia. Seusai acara, ia menyempatkan diri berdiskusi dengan Katadata untuk membicarakan upaya perusahaan mengelola persoalan sampah di Tanah Air.

“Pengelolaan sampah harus dilihat secara holistik,” kata Lucia.

Dalam konteks COP27, Coca-Cola juga menjadi salah satu sponsor utama agenda perubahan iklim tahunan itu. Bersama Lucia, kami juga membicarakan soal isu-isu terkini mengenai greenwashing dan kritik terhadap perusahaan terkait sampah botol plastik yang muncul dari sejumlah organisasi masyarakat sipil di tingkat global.

Berikut petikan wawancaranya:

Anda datang ke COP27 mewakili CCEP Indonesia, apa agenda yang Anda bawa?

Jadi kami datang ke COP27 karena mendapatkan undangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memberikan pemaparan soal waste management. Kalau di Coca Cola Europacific Partner (CCEP) itu kami betul-betul identifikasi permasalahannya, termasuk budaya yang ada di masyarakat itu. Kemudian setelah itu kita diskusi dengan masyarakat, diskusi dengan community leader atau pemimpin agama. 

Contoh di Seminyak Bali, kami mulai mengajak masyarakat untuk melihat dari perspektif yang berbeda. Diskusi dengan kepala adat, kepala banjar, bagaimana kita bisa ajak masyarakat untuk memilah sampah dari rumah.

Itu alhamdulilah sejak 2017 kita mulai programnya sampai 2019, masyarakat sudah 100% memilah dari rumah. Lalu kita terapkan program ini di tempat lain. Jadi kita benar-benar jalan mendampingi mereka.

Hal yang lain yang juga saya perhatikan, kita selalu didorong untuk extended producer responsibility (EPR). Padahal EPR itu bisa jalan kalau semua infrastruktur sudah jalan. Waste management infrastructure sudah jalan, edukasi sudah jalan, baru itu bisa didorong. Nah, di Indonesia itu kan belum jalan, sehingga mau dipaksa seperti apapun itu tidak akan bisa. Satu-satunya jalan adalah kita push yang namanya extended stakeholder responsibility. 

Kami di CCEP berdiskusi dengan kepala daerah, community leader, perguruan tinggi. Kita juga ajak bank BNI untuk kolaborasi sehingga bank sampah bisa hidup.

Produsen memang tetap harus melakukan role ini di Indonesia. Tapi semua juga punya roles-nya masing-masing. Saya pikir kalau ini bisa kita jalankan, Indonesia akan leading di waste management.

Apa yang sudah dilakukan CCEP dalam hal pengelolaan sampah?

Coca-Cola Europacific Partners sudah investasidi pembangunan pabrik recycling yang kerjasama dengan Dynapack Asia. Kita investasi di sana, dan bukan hanya investasi di pabrik tapi kita juga investasi di value chain, sumber daya untuk collection-nya.

Jadi ada dua yang kami bangun bareng sama Dynapack Asia. Pertama itu Amandina Bumi Nusantara dan Mahija Parahita Nusantara. 

Boleh dijelaskan lebih lanjut mengenai inisiatif dengan Dynapack itu?

Kalau Amandina itu adalah pabrik recycling. Jadi kita mengolah botol plastik bekas menjadi food grade bottle kembali. Cuma diubahnya itu memang dengan proses teknologi canggih. Jadi bukan yang cuma diproses jadi resin saja, tapi betul-betul resin yang bisa dipakai kembali untuk kemasan makanan minuman. Itu Amandina

Mahija itu adalah yayasan yang membantu untuk collection. Jadi kita membantu collection partner, itu semacam pelapak besar. Nah kita bantu mereka, kita perbaiki sistemnya. Ini kan kalau kita lihat value chain pemulung bisa 4-5 layer, nah ini kita potong. Misal dari pemulung, di langsung ke collection agent atau collection partner, tergantung dia dekat ke mana. Kalau dia dekatnya ke collection partner, dikumpulkan ke sana, tapi kalau dia dekat ke collection agent, ya ke collection agent. Collection agent ini lebih kecil daripada collection partner.

Berapa partner yang sudah bergabung?

Kalau collection partner kita sudah punya 19, jadi kita bantu mereka bikin infrastructure termasuk untuk pressing belling. Kita juga bantu ada beberapa truk kita sediakan ke mereka. Terus pelatihan finansial dan sebagainya. Kalau collection agent kita sudah ada 800 lebih, dan ini terus bertambah setiap hari. 

Bagaimana dengan pemberdayaan di tingkat paling bawah? Pemulung misalnya?

Kita berusaha memotong jalur supply chain, supaya pemulungnya bisa dapat lebih banyak. Kalau enggak nanti mereka kasihan. Nah ini fungsinya Mahija, di samping kita juga ada yang lain. Kita menyediakan imunisasi, vaksinasi, pemeriksaan kesehatan. Pemulung itu enggak pernah dapat selama ini. Kemudian bantuan training. Bagaimana sih caranya mereka memulung tapi tetap sehat. Kita kasih sembako dalam beberapa tahap yang kita lakukan. 

Halaman:
Reporter: Rezza Aji Pratama
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement