Rumah Adat Aceh dan Makna Arsitekturnya
Rumah adat Aceh merupakan hasil dari ragam kebudayaan yang dimiliki provinsi di ujung barat Indonesia ini. Rumah tradisional ini merupakan identitas daerah serta mencerminkan karakter dan filosofi masyarakat daerah tersebut.
Mengutip buku “Arsitektur Rumah Tradisional Aceh” oleh Herman RN dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, rumah adat Aceh lebih dikenal dengan sebutan Rumoh Aceh atau Krong Bade dan sebenarnya, masyarakat Aceh tidak mengenal istilah rumah adat.
Dahulu, masyarakat Aceh membentuk rumah mereka sama atau nyaris sama satu dengan lainnya, yakni berbentuk panggung, memiliki serambi depan, tengah, dan belakang. Karenanya, rumah Aceh lebih tepat dikatakan rumah tradisional masyarakat Aceh.
Rumah Adat Aceh Sekarang
Corak Rumoh Aceh sudah ada sejak zaman kerajaan. Hingga saat ini, corak tersebut masih ada, hanya saja sudah jarang ditemukan. Gambaran rumah adat yang sering menjadi rujukan adalah rumah panggung yang terletak di kawasan Museum Aceh, yang menjadi salah satu destinasi wisata.
Sebenarnya, bangunan tersebut bukan satu-satunya Rumoh Aceh. Rumah yang sama terdapat pula di pelosok-pelosok perkampungan, namun kondisinya sudah tidak terawat dan sudah mengalami renovasi, seperti penambahan kamar dan beton. Hal ini menghilangkan kekhasan Rumoh Aceh yang terbuat dari kayu dan papan.
Sebenarnya ada beberapa rumah adat Aceh lainnya yang bisa dijadikan rujukan. Jika berjalan-jalan ke Gampong Lampisang, Aceh Besar, terdapat rumah dengan bentuk dan corak persis seperti Rumoh Aceh. Bangunan ini dulunya merupakan rumah pahlawan Aceh, Cut Nyak Dhien.
Bukan hanya Cut Nyak Dhien, rumah pahlawan lainnya, Cut Meutia, juga memiliki bentuk dan corak seperti Rumoh Aceh. Rumah ini terletak di Matangkuli, Aceh Utara. Ketiga rumah tersebut masih khas dan tradisional, baik dari segi bentuk maupun unsur bangunannya.
Makna Arsitektur Rumah Adat Aceh
Rumah tradisional Aceh mirip dengan rumah adat daerah lainnya, yaitu berbentuk panggung. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko gangguan alam, seperti bencana banjir atau serangan binatang buas.
Kolong
Jarak antara tanah dengan lantai Rumoh Aceh mencapai 2,5 meter. Namun, di beberapa perkampungan terdapat rumah tradisional dengan jarak tanah dengan lantai mencapai 3 meter.
Jarak tersebut dimaksudkan agar rumah yang dibangun tidak mengganggu aktivitas masyarakat, sehingga orang masih bisa berdiri, berjalan, dan melakukan kegiatan lainnya di bawah rumah.
Kolong rumah tradisional Aceh memiliki banyak kegunaan. Mayoraitas masyarakat Aceh yang bermata pencaharian sebagai petani atau nelayan memanfaat kolong untuk menyimpan hasil tani atau hasil melaut.
Sementara, bagi anak-anak, kolong rumah sering digunakan untuk bermain permainan tradisional, seperti simbang, congkak, dan pingpong.
Tangga
Rumah tradisional Aceh juga umumnya memiliki tangga dengan ciri khas berjumlah ganjil, yakni 7, 9, 11, atu 13. Dalam filosofi Aceh, angka ganjil merupakan bilangan khas dan sulit ditebak.
Pintu
Pintu Rumoh Aceh didesain sedikit rendah. Tingginya hanya sebatas berdiri orang dewasa. Pada bagian atas, terdapat balok melintang, sehingga setiap orang yang hendak masuk harus menundukkan kepala terlebih dahulu.
Menundukan kepala mengandung makna setiap tamu yang masuk ke rumah hendaknya menaruh hormat pada tuan rumah. Namun, begitu sesudah masuk rumah, tamu tidak perlu lagi menunduk, sebab jarak antara lantai dengan atap cukup tinggi .
Bagian atas
Bagian sisi atas rumah ini berbentuk segitiga. Atap rumah mengerucut sehingga tampak lancip ke atas. Atapnya disebut dengan bubong. Bagian yang menyatukan bubong kiri dan kanan dinamakan perabung.
Hadap rumah
Rumoh Aceh selalu menghadap timur dan barat. Hal tersebut dimaksudkan agar siapa pun yang bertamu dapat dengan mudah menemukan arah kiblat.
Selain itu, desain ini juga dimaksudkan untuk keselamatan dari angin badai, sebab di Aceh angin kencang sering berembus dari barat atau timur.
Bagian segitiga
Bagian segitiga yang menghadap timur dan barat dilengkapi dengan komponen tulak angen yang bentuknya berlubang-lubang dengan bentuk beragam, mulai dari hati, segitiga, bintang, atau bentuk lainnya, sehingga lubang-lubang rongga angin tersebut juga berfungsi sebagai keindahan.
Atap rumah
Atap rumah adat Aceh terbuat dari daun rumbia yang dianyam. Daun ini sengaja dipilih karena ringan dan bisa mendatangkan hawa sejuk.
Konstruksi atap diikat pada taloe pawai. Hal tersebut dimaksudkan agar suatu waktu jika terjadi musibah kebakaran, salah satu alternatif penyelamatan yang bisa dilakukan adalah dengan memotong tali atap.
Lantai
Lantai Rumoh Aceh terbuat dari papan yang tidak dipaku atau hanya disematkan begitu saja, supaya suatu waktu papan bilah bisa dilepas dengan mudah. Hal ini sengaja dirancang demikian, tertutama untuk keperluan memandikan jenazah sehingga air sisa mandi bisa langsung jatuh ke tanah.
Pohon kayu
Pada bagian luar rumah, terutama di sebelah barat, ditanam pohon kayu yang besar dan rindang. Pohon ini tidak boleh ditebang karena berfungsi untuk penyelamatan dari angin dan banjir. Pohon besar ini berfungsi menahan hantaman angin barat agar tidak langsung menghantam badan rumah. Selain itu, rindang daunnya berfungsi meneduhkan halaman rumah.