Sejarah Gerakan Pramuka Indonesia yang Ada Sejak Zaman Hindia Belanda
Masa sekolah di Indonesia akan selalu diisi dengan ekstrakurikuler Pramuka. Ternyata kegiatan ekstra tersebut memiliki akar sejarah yang panjang dalam dunia pendidikan. bermula dari singkatan Praja Muda Karana, yang memiliki arti Jiwa Muda yang Suka Berkarya.
Dari sisi lain Pramuka juga merupakan bahasa serapan dari kata "Poromuko" yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Nama tersebut diberikan oleh Sultan Hamengkubuwono IX yang merupakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan salah satu Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam keorganisasian Pramuka terbagi atas beberapa tingkatan keanggotaan, yang meliputi; Pramuka Siaga (7–10 tahun), Pramuka Penggalang (11–15 tahun), Pramuka Penegak (16–20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun). Kelompok anggota yang lain yaitu Pembina Pramuka, Andalan Pramuka, Korps Pelatih Pramuka, Pamong Saka Pramuka, Staf Kwartir dan Majelis Pembimbing.
Sebagaimana yang dikutip dari Harian Kompas, Pramuka merupakan salah satu bagian proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka.
Hal itu diatur dalam Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak, dan budi pekerti luhur. Kepramukaan adalah sistem pendidikan kepanduan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan, dan perkembangan masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Adapun saat ini kepramukaan di Indonesia dipimpin oleh Ketua Kwartir Nasional yang dijabat oleh Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Budi Waseso. Dirinya dilanstik oleh Presiden Joko Widodo semenjak tahun 2018 dan akan mengakhiri di masa purna bakti pada tahun 2023 mendatang.
Sejarah Pramuka Indonesia
Berdirinya Gerakan Pramuka di Indonesia sudah ada sejak masih bernama Kepanduan. Gerakan ini tercatat telah dimulai sejak tahun 1923 yang ditandai dengan didirikannya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung.
Gerakan itu kemudian menyebar ke belahan bumi nusantara lainnya seperti di Jakarta didirikan Jong Indonesische Padvinders-Organisatie (JIPO) pada tahun yang sama. Kedua organisasi cikal bakal kepanduan di Indonesia ini meleburkan diri menjadi satu, bernama Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) di Bandung pada tahun 1926.
Para pelajar di luar Jawa juga mendirikan gerakan Kepanduan serupa yang tepatnya para pelajar sekolah agama Sumatra Barat mendirikan kepanduan El-Hilaal pada tahun 1928.
Organisasi ini juga mendapat perhatian dari pemuda lokal yang didominasi oleh para pemimpin gerakan kemerdekaan. Gerakan kepanduan dinilai memiliki semangat juang bangsa Indonesia. Selain itu bisa menjadi tempat pembibitan para tentara yang berlaga di medan perang.
Respon para pemuda nusantara terhadap gerakan kepanduan semakin masif. Hal itu dapat dilihat dalam kurun waktu tahun 1928–1935 bermunculan gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernapas utama kebangsaan maupun bernapas agama.
Adapun kepanduan yang bernapas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernapas agama El-Hilaal, Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathan, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Asas Katolik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Melihat banyaknya organisasi kepanduan, maka muncullah inisiatif untuk menyatukan seluruh organisasi dengan wadah Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19–23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Peran organisasi kepanduan ini sangat besar terhadap proses kemerdekaan Indonesia. Hingga pasca 17 Agustus 1945, banyak organisasi kepanduan yang juga ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan berjuang baik ikut mengangkat senjata dan dengan ide perjuangan lainnya.
Hingga puncaknya pada 5 April 1961, melalui Keputusan Presiden RI Nomor 112 Tahun 1961 tentang Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka, dan dibentuklah susunan keanggotaan yang terdiri atas Sri Sultan (Hamengku Buwono IX), Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).
Dari surat itulah lahir Gerakan Pramuka yang masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah di Indonesia. Kepengurusannya dikelola oleh Kwartir Nasional, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Kwartir Ranting yang dipilih secara musyawarah.
Perkembangan Gerakan Pramuka Indonesia
Dalam perkembangan setelah dikeluarkan Keputusan Presiden tersebut, Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibu kota Jakarta, tetapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.
Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.
Oleh karenanya, sebagai bentuk penghargaan yang bermula pada peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai Hari Pramuka yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.