Memahami Toxic Masculinity, Contoh dan Cara Mengatasinya

Image title
10 Januari 2022, 08:46
Salah satu contoh toxic masculinity adalah anggapan, pria tidak boleh menangis. Anggapan tersebut ada sejak lama dan kini sudah tidak lagi relevan seiring dengan perkembangan zaman.
Unsplash
Ilustrasi pria

Istilah toxic masculinity belakangan ini cukup sering diperbincangkan, terutama di media sosial. Kata atau istilah tersebut, sebetulnya masih ada kaitannya dengan kepribadian toxic. Lebih lanjut, toxic masculinity adalah istilah yang umum dipakai dalam kegiatan akademis terkait sifat dan standar maskulinitas atau kejantanan itu sendiri.

Lantas, bagaimana sifat maskulin bisa menjadi sesuatu yang toxic? Mari ambil contoh toxic masculinity agar lebih mudah memahaminya. Contoh toxic masculinity yang paling sederhana adalah pernyataan bahwa pria tidak boleh menangis, karena akan dianggap lemah.

Dari contoh toxic masculinity tersebut, pria yang menangis akan dianggap lemah dan tidak menjadi pria secara utuh. Padahal sebagai manusia, menunjukkan perasaan adalah sesuatu yang lazim, terlepas dari gender, apakah itu pria atau wanita.

Pengertian Toxic Masculinity

Pada beberapa kesempatan toxic masculinity bisa jadi cukup parah dan bisa berdampak ke mental seorang pria. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Sebelum itu, mari kita pahami dulu pengertian toxic masculinity.

Berdasarkan Oxford Dictionary, toxic masculinity adalah kepercayaan yang salah tentang sikap atau sifat yang harus ditunjukkan oleh seorang pria. Lebih lanjut, toxic masculinity adalah kata benda atau noun.

Sementara itu Terry Kupers memiliki pandangan bahwa, toxic masculinity adalah sebuah sifat dalam sosial, yang mendorong adanya dominasi sifat maskulin, sifat merendahkan (terutama pada perempuan), homofobia, dan tindak kekerasan asusila.

Sebagai informasi, Terry Kupers merupakan psikiater, yang memiliki latar belakang psikoterapi psikoanalisis. Definisi toxic masculinity yang dipaparkan oleh Kupers tadi berasal dari jurnal yang ia tulis berjudul Gender and Domination in Prison.

Raewyn Connell, seorang sosiolog asal Australia juga memiliki pandangan lain terkait toxic masculinity. Sosiolog asal Sydney, Australia tersebut menjelaskan bahwa toxic masculinity adalah standarisasi sikap atau sifat seorang pria secara berlebihan.

Jika standar tersebut tidak terpenuhi maka seorang pria akan dianggap tidak jantan atau maskulin. Padahal, maskulin itu sendiri tidak bisa dijadikan standar perubahan zaman. Lebih lanjut, Connell juga menjelaskan apa saja standar maskulinitas yang kemudian menjadi toxic masculinity.

Melansir The Atlantic, sosok pria yang maskulin adalah yang dihormati di lingkungannya, memiliki kekuatan fisik dan seksual. Hal-hal tersebut kemudian jadi standar yang malah terlalu tinggi, dan malah menjadi toxic masculinity.

Contoh Toxic Masculinity

Setelah memahami pengertian toxic masculinity di atas, mari membedah apa saja contoh toxic masculinity, yang biasa kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Merangkum dari berbagai sumber, berikut ini beberapa contoh toxic masculinity.

1. Tidak Boleh Menunjukkan Perasaan

Contoh toxic masculinity yang pertama, yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah anggapan, bahwa pria tidak boleh menangis. Atau secara umum, pria tidak boleh menunjukkan perasaan atau emosionalnya.

Pria dituntut untuk selalu kuat secara fisik dan mental. Padahal sejatinya, pria juga manusia yang bisa saja bersedih, kecewa dan menunjukkan perasaannya.

2. Harus Mendominasi

Seorang pria haruslah mendominasi, baik dalam sebuah hubungan, lingkungan sosial dan dalam hal-hal lainnya. Tuntutan untuk harus selalu mendominasi inilah yang kemudian menimbulkan toxic masculinity. Mengapa demikian?

Dalam kehidupan sosial, pria tidak harus selalu mendominasi dan mengambil keputusan. Seperti dalam sebuah hubungan, ada kalanya pria mengalah dan membiarkan pasangannya untuk mengambil keputusan.

Halaman:
Editor: Safrezi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement