Penjelasan Musyarakah Mutanaqishah dalam Perbankan Syariah

Image title
25 Februari 2022, 07:29
Penjelasan Musyarakah Mutanaqishah dalam Perbankan Syariah
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) Hery Gunardi (kanan) berbincang dengan CEO BSI Regional XI Makassar Kemas Erwan (kiri) saat memantau proses integrasi sistem dan layanan di kantor BSI Regional XI Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (5/4/2021). BSI memulai tahapan merger operasional untuk menyatukan sistem layanan guna mendorong pengembangan keuangan syariah yang ditargetkan selesai pada 1 November 2021.

Definisi musyarakah mutanaqishah tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008. Musyarakah mutanaqishah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya.

Dalam Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporerdijelaskan bahwa musyarakah mutanaqishah dapat diaplikasikan sebagai suatu produk pembiayaan bank syariah berdasarkan prinsi syirkah i'nan, dimana porsi modal (hishshah) salah satu syarik (mitra) yaitu bank berkurang disebabkan oleh pembelian atau pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil'iwadh mutanaqishah) kepada syarik (mitra) yang lain yaitu nasabah.

Produk musyarakah mutanaqishah telah diterapkan oleh beberapa bank syariah yang meliputi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk memiliki suatu aset tertentu melalui pembiayaan berbasis kemitraan bagi hasil antara nasabah dan bank.

Struktur produk musyarakah mutanaqishah dibuat secara multiakad (hybrid) yang selain akad musyarakah terdiri dari akad ijarah (leasing), ijarah mawsufah fi zimmah (advance/forward lease), bai al musawamah (penjualan) ataupun akad istisna (manufaktur).

Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqishah

Akad musyarakah mutanaqisah terdiri dari akad musyarakah/syirkah dan bai’ (jual-beli). Dalam musyarakah mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya:

  • Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad.
  • Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad.
  • Menanggung kerugian sesuai proporsi modal.

Dalam akad musyarakah mutanaqisah, pihak pertama wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah miliknya secara bertahap dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya.

Jual beli tersebut dilaksanakan sesuai kesepakatan. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

Ketentuan Khusus Musyarakah Mutanaqishah

Ketentuan khusus musyarakah mutanaqishah dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 73/DSN-MUI/XI/2008 sebagai berikut.

  • Aset musyarakah mutanaqisah dapat dialihkan kepada syarik atau pihak lain melalui akad ijarah.
  • Apabila aset musyarakah menjadi objek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
  • Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
  • Kadar/ukuran bagian/porsi kepemilikan aset musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
  • Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.

Landasan Hukum Akad Musyarakah Mutanaqishah

Mengutip Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer, musyarakah mutanaqishah berlandasan hukum pada dalil yang mendasari akad syirkah dan ijarah. Dalil tersebut tercantum dalam Al-Quran Surat Shad ayat 24 sebagai berikut.

قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ اِلٰى نِعَاجِهٖۗ وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْخُلَطَاۤءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَقَلِيْلٌ مَّا هُمْۗ وَظَنَّ دَاوٗدُ اَنَّمَا فَتَنّٰهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهٗ وَخَرَّ رَاكِعًا وَّاَنَابَ ۩ - 

Artinya: “Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.”

Kelebihan dan Kekurangan Akad Musyarakah Mutanaqishah

Kelebihan akad musyarakah mutanaqishah adalah:

  • Kedua belah pihak memiliki hak kepemilikan.
  • Kedua belah pihak mendapatkan keuntungan dari aset yang memiliki profit.
  • Tidak terpengaruh suku bunga bank konvensional.
  • Kedua belah pihak bekerja sama dalam menentukan harga aset jika disewakan.

Sedangkan kekurangan akad musyarakah mutanaqishah adalah:

  • Adanya pembebanan seperti pajak atau pada saat transaksi.
  • Pembayaran bagi nasabah terasa berat pada tahun pertama.

Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqishah

Dijelaskan dalam Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer, implementasi akad musyarakah mutanaqishah dalam operasional perbankan syariah terlihat dari kerja sama antara bank syariah dengan nasabah untuk pengadaan atau pembelian suatu barang dimana aset barang tersebut jadi milik bersama.

Adapun besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan jumlah modal atau dana yang disertakan dalam kontrak kerja sama. Nasabah dapat membayar (mengangsur) sejumlah modal atau dana yang dimiliki bank syariah. Perpindahan kepemilikan dari porsi bank syariah kepada nasabah seiring dengan bertambahnya jumlah modal nasabah dari pertambahan angsuran yang dilakukan nasabah.

Saat angsuran berakhir, kepemilikan suatu barang tersebut sepenuhnya menjadi milik nasabah. Penurunan porsi kepemilikan bank syariah terhadap barang berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.

Selain membayar angsuran, nasabah harus membayar sewa kepada bank syariah hingga berakhirnya batas kepemilikan bank syariah. Pembayaran sewa dilakukan bersama pembayaran angsuran. Implementasi musyarakah mutanaqishah dapat diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan yang bersifat produktif maupun konsumtif. Misalnya, pembiayaan kendaraan atau properti.

Editor: Safrezi

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...