Kisah Abu Nawas dan Pesan Moral yang Dapat Diambil untuk Kehidupan
Sebagai penyair Arab klasik yang terkenal, kisah Abu Nawas sangat dikenal hampir di seluruh dunia karena kejenakaan dan kisah-kisah lucu mengenai kehidupannya. Nama aslinya Abu Ali al-Hasan bin Hani' al-Hakimi tetapi lebih dikenal dengan sebutan Abu Nawas.
Abu Nawas dikenal karena rambutnya yang ikal dan panjang sebahu seperti yang dijelaskan dalam buku "Abu Nawas Sufi dan Penyair Ulung yang Jenaka", karya Muhammad Ali Fakih.
Meskipun Abu Nawas merupakan sosok yang terkenal, tahun kelahirannya masih menjadi subjek perdebatan dengan banyak perbedaan pendapat di kalangan peneliti.
Kisah Abu Nawas Singkat Tentang Kecerdasannya
Abu Nawas merupakan seorang tokoh yang hidup pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid, seorang raja dari dinasti Abbasiyah. Kehadirannya mencolok karena kedekatannya dengan Sang Raja. Dia sering membuat Harun Al-Rasyid tertawa melalui perilaku lucunya.
Dalam buku "Kisah Lucu Kecerdasan Abu Nawas" yang disusun oleh Sukma Hadi Wiyanto diceritakan bahwa suatu saat sejumlah penduduk Baghdad berkumpul di depan istana Khalifah Harun Al-Rasyid. Beberapa di antaranya berteriak dan menuntut agar Abu Nawas ditangkap.
Para penduduk tersebut protes terhadap baliho raksasa milik Abu Nawas yang terpasang di depan rumahnya, yang berbunyi, "Dijual Cepat: Matahari Baghdad, Siapa Cepat Dapat Bonus Anak Unta."
Reaksi penduduk lainnya tampak panik dan kacau di depan istana karena mereka merasa khawatir dan bingung. Mereka takut jika Matahari Baghdad dijual, bagaimana mereka akan bisa melanjutkan hidup mereka.
Khalifah Harun Al-Rasyid sambil mengamati kerumunan yang ramai di depan istananya, bertanya kepada Abu Nawas. "Abu Nawas, apakah kamu serius ingin menjual Matahari?"
Abu Nawas menjawab, "Benar Baginda, agar kita bisa belajar dari cara mereka menggunakan otak."
Khalifah penasaran, "Apa maksudnya?"
Abu Nawas menyampaikan pertanyaan yang menggugah kepada Khalifah Harun Al-Rasyid. Dia mempertanyakan apakah khalifah bangga dengan pembangunan infrastruktur yang megah di Baghdad pada masa pemerintahannya.
Ia menyoroti kemungkinan kebanggaan khalifah atas keteladanan tidak melakukan korupsi selama menjabat dan apakah khalifah merasa puas dengan tidak menunjukkan keserakahan dalam menguasai tanah yang luas. Khalifah yang bingung meminta Abu Nawas untuk menjelaskan maksud dari ucapannya.
Abu Nawas kemudian menjelaskan inti masalah dengan menyoroti pandangan rakyat yang tengah berdemonstrasi. Mereka mungkin merasa infrastruktur yang dibangun tidak memberikan manfaat langsung yang bisa dinikmati, seperti jalan mulus, bendungan, lapangan terbang dan rel kereta api.
Khalifah Harun Al-Rasyid terdiam dan Abu Nawas melanjutkan dengan menggambarkan bahwa prestasi nasional yang dianggap Khalifah sebagai keberhasilan sebenarnya dianggap pemborosan oleh sebagian rakyat. Abu Nawas kemudian menjelaskan konsep melihat dunia di ruang gelap, menyinggung bahwa apa yang dianggap prestasi di ruang terang bisa saja dianggap pemborosan di ruang gelap.
Ia menyoroti bagaimana pandangan yang berbeda dapat terbentuk bergantung pada perspektif yang digunakan. Khalifah Harun Al-Rasyid masih terdiam dan Abu Nawas melanjutkan dengan menggambarkan bahwa kebijakan yang dianggap baik oleh pemerintah tidak selalu diterima oleh rakyat dan sebagian rakyat bisa meninggalkan dukungan mereka meskipun ada perubahan dalam pemerintahan.
Abu Nawas kemudian mengajukan pertanyaan apakah ia boleh menjual Matahari, menggambarkan bahwa terkadang apa yang dianggap sebagai prestasi nasional sebenarnya tidak memiliki nilai nyata atau manfaat langsung bagi rakyat. Ia menekankan bahwa melihat dunia dengan perspektif yang berbeda dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pandangan rakyat terhadap kebijakan pemerintah.
Kisah Abu Nawas menggambarkan sosok yang cerdas dan peduli terhadap pandangan rakyat. Selain itu, memberikan pesan bahwa pemahaman yang mendalam memerlukan keterbukaan terhadap perspektif yang berbeda.
Kisah Abu Nawas Mencari Neraka
Abu Nawas berhenti di setiap sudut rumah, memperhatikan dengan cermat dan sambil menggoyangkan tangannya yang memegang lampu minyak. Meskipun sinar matahari menyinari dengan tajam, ia melanjutkan langkahnya dengan lampu minyak yang tetap menyala di tangannya.
Tingkah laku aneh Abu Nawas ini menjadi perbincangan hangat di kalangan penghuni Baghdad. Mereka heran bagaimana orang secerdas Abu Nawas bisa berjalan di siang hari dengan membawa lampu minyak.
Beberapa warga merasa heran dan menganggap Abu Nawas mulai gila. Mereka menyuarakan perasaannya, mengomentari bahwa Khalifah Harun Al-Rasyid pasti malu memiliki staf ahli yang terlihat tidak waras. Meskipun demikian, Abu Nawas tampak tidak mempedulikan pandangan mereka.
Keesokan harinya, pujangga Baghdad ini kembali keluar rumah, bahkan lebih pagi, masih dengan lampu minyak yang tetap setia di tangannya. Dengan diam dan fokus, ia melanjutkan aktivitasnya, celingak-celinguk kanan-kiri sambil menggoyangkan lampu minyaknya.
Pada hari kedua, beberapa orang masih meragukan kewarasan Abu Nawas dan mereka pun bertanya mengapa ia membawa lampu di tangan sambil mencari-cari sesuatu di siang hari. Abu Nawas menjawab dengan singkat, "Saya sedang mencari neraka." Tanggapan singkat ini membuat orang-orang semakin yakin bahwa Abu Nawas mulai gila.
Memasuki hari ketiga, Abu Nawas masih melakukan hal yang sama yaitu celingak-celinguk kanan-kiri di rumah orang sambil menggoyangkan lampu minyaknya, kegelisahan masyarakat pun semakin meningkat.
Orang bisa membahayakan orang lain dengan berpura-pura gila atau bahkan melakukan tindakan menyimpang seperti mengintip orang mandi dengan pura-pura gila. Sebagai konsekuensinya, Abu Nawas ditangkap dan diserahkan ke istana.
Beberapa musuh politik Khalifah Harun Al-Rasyid merasa senang dengan kejadian ini, karena mereka melihat kegilaan Abu Nawas sebagai peluang untuk merendahkan wibawa khalifah.
Khalifah Harun Al-Rasyid, yang merasa malu dengan kejadian tersebut, menyuarakan pertanyaan dengan nada keras kepada Abu Nawas. Khalifah ingin tahu alasan di balik tindakan aneh Abu Nawas membawa lampu minyak di siang hari. Abu Nawas dengan tenang menjelaskan bahwa ia sedang mencari neraka tanpa menunjukkan tanda-tanda kegilaan.
Namun, Khalifah tetap yakin bahwa Abu Nawas gila dan menyatakan hal tersebut dengan tegas. Abu Nawas menyangkal, mengatakan bahwa sebenarnya yang gila adalah orang-orang di sekitarnya. Khalifah bertanya siapa mereka, dan Abu Nawas meminta agar orang-orang yang menangkapnya dan membawanya ke istana dikumpulkan di depan istana.
Ribuan orang yang telah berkumpul di depan istana mendengarkan dengan penasaran. Abu Nawas didampingi oleh Khalifah Harun Al-Rasyid menghadap mereka. Dengan penuh semangat, Abu Nawas berteriak kepada orang-orang di hadapannya, menanyakan apakah mereka selama ini menganggap orang lain yang memiliki pemikiran dan pilihan berbeda sebagai munafik.
Abu Nawas melanjutkan dialognya dengan orang-orang di depan istana. Ia bertanya kepada mereka apakah mereka yang menyatakan para munafik itu sesat. Dengan antusias, mereka mengakui dan menyebut para munafik sebagai sesat. Abu Nawas kemudian menanyakan konsekuensi dari status munafik dan sesat tersebut.
Dengan tegas, mereka menyatakan bahwa orang munafik pasti masuk neraka. Abu Nawas merespons dengan pertanyaan tenang, menanyakan di mana letak neraka yang mereka maksud dan siapa yang memiliki neraka tersebut. Sambil mengangkat lampu tinggi-tinggi seolah mencari sesuatu, Abu Nawas menekankan pertanyaannya.
Reaksi orang-orang di depan khalifah Harun mulai tidak sabar. Mereka merasa diledek oleh tingkah Abu Nawas dan lampu di tangannya. Abu Nawas dengan tenang menjelaskan bahwa jika neraka berada di akhirat dan dimiliki oleh Allah, mengapa mereka gemar menentukan nasib orang lain masuk neraka di dunia ini.
Abu Nawas mempertanyakan apakah mereka berperan sebagai asisten Allah yang mengetahui bocoran catatan Allah atau mungkin justru mereka yang gila. Dengan riang, Khalifah Harun Al-Rasyid tertawa kecil. Baginya, Abu Nawas tetap menjadi sosok yang lucu. Dengan nada bercanda, khalifah berkata kepada Abu Nawas sambil tertawa, "Besok siang, lanjutkan pencarianmu untuk menemukan neraka. Jika sudah menemukannya, masukkan orang-orang ini ke dalamnya."
Pesan Moral dari Kisah Abu Nawas
Kisah Abu Nawas yang penuh dengan kecerdikan dan sindiran menyiratkan pesan moral yang mendalam. Melalui kelucuan dan kebijaksanaannya, Abu Nawas mengajarkan kita untuk tidak mudah terpancing oleh pandangan dangkal atau terjebak dalam pemikiran sempit.
Ia merangsang pemikiran kritis terhadap norma-norma sosial dan memberi inspirasi untuk mempertanyakan keyakinan yang dipegang tanpa memerlukan jawaban yang mutlak. Kisah-kisah Abu Nawas menjadi cermin introspeksi, mengajak kita untuk melihat dunia dengan mata yang lebih bijak dan meresapi kebenaran di balik setiap peristiwa.
Pesan moral dari kisah Abu Nawas dengan segala kelicikannya tidak hanya menyuguhkan hiburan dan tawa tetapi juga mengandung pelajaran yang dalam. Melalui kisah-kisahnya, Abu Nawas memberikan pandangan tajam terhadap kehidupan, norma sosial dan tata nilai, dalam menghadapi kompleksitas dunia.