Luhut Lobi Singapura Kembalikan Pengelolaan Ruang Udara RI
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan akan bicara secara baik-baik dengan negara tetangga yakni Singapura mengenai ruang udara Indonesia yang masih dikelola negeri jiran tersebut. Hal ini lantaran Indonesia dianggapnya telah mampu untuk mengelola ruang udara di blok yang dikenal dengan nama blok ABC tersebut.
Saat ini pengaturan sektor udara C (Natuna) untuk ketinggian penerbangan di bawah 20 ribu kaki telah dikuasai oleh pemerintah. Hal serupa juga terjadi pada sektor B (Tanjung Pinang hingga Karimun). "Yang A (Batam) ini masih kami selesaikan," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Jumat (22/9).
Ruang udara sektor ABC berada di atas Kepulauan Riau yang meliputi Batam, Tanjung Pinang, Karimun, dan Natuna. Sejak 1946, ruang udara ini dikendalikan oleh Singapura dan Malaysia, saat kedua negara ini masih dalam jajahan Inggris. Indonesia juga mengontrol ruang udara negara lain, yakni sebagian wilayah Filipina dan Pulau Christmas (Australia)
Setelah diambil alih Indonesia, pengelolaan ruang udara sektor ABC akan dikendalikan oleh Airnav Indonesia. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini baru lima tahun berdiri, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2012. Sebelum AirNav, navigasi ruang udara Indonesia dipegang oleh PT Angkasa Pura (Persero).
Menurut Luhut, untuk dapat mengelola ruang udara secara keseluruhan, Indonesia perlu meningkatkan level pengelolaan Air Traffic Controller (ATC) mengikuti standar Singapura yakni level 9. Saat ini level ATC Indonesia di wilayah tersebut hanya mencapai 7.
"Lompatan teknologi ini perlu dilakukan," katanya. (Baca: Airnav Siap "Rebut" Ruang Udara Natuna dari Malaysia dan Singapura)
Dia mengaku akan mengkoordinasikan Kementerian Perhubungan, Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Pen-erbangan Indonesia (LPPNPI) atau dikenal dengan AirNav Indonesia, hingga TNI Angkatan Udara (AU). Koordinasi ini bertujuan untuk mensinkronkan hal-hal terkait pengambilalihan ruang udara ini dari Singapura.
Luhut mengatakan pada tanggal 23 Oktober mendatang dirinya akan menerima laporan dari kelompok kerja di tataran bawah tersebut. "Saya hanya akan mengkoordinasikan," ujarnya.
Adapun mengenai kebutuhan dana, Luhut menjelaskan anggaran yang diperlukan untuk pemgembangan teknologi dan sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan ruang udara blok ABC bisa mencapai Rp 15 triliun. Namun, dia tidak menjelaskan dari mana saja sumber pendanaannya selain anggaran negara.
Kebutuhan ini tidak sekaligus dikeluarkan, melainkan akan dibagi menjadi beberapa tahun. "Yang penting dalam 2020 teknologinya harus kami capai," katanya.
(Baca: SKK Migas Alihkan Navigasi Bandara Khusus Migas ke Airnav)