Penyekatan PPKM Darurat Menghambat Operasional Swalayan dan Minimarket
Operasional bisnis retail mulai terdampak pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan mobilitas pegawai di sektor prioritas seperti toko swalayan dan minimarket terhambat akibat adanya penyekatan.
Akibatnya, operasional swalayan terganggu sangat signifikan. Terutama, karena pegawai yang tinggal di luar Jakarta tak bisa masuk bekerja akibat adanya penyekatan di sejumlah titik.
“Tentu sangat menghambat, karena mobilitas pulang-pergi karyawan mulai terganggu. Ini membuat pelayanan juga jadi tidak maksimal,” kata Budihardjo kepada Katadata.co.id, Kamis (8/7).
Ia mengatakan proses distribusi produk ke toko juga mulai mengalami hambatan. Namun, pihaknya sudah mengambil langkah antisipasi. Salah satunya membuat surat dan plakat untuk truk yang mengantarkan stok barang.
“Kami sudah bekerjasama dengan asosiasi pemasok dan sudah lapor juga ke Kementerian Perdagangan untuk meminimalisir adanya hambatan pengantaran stok barang,” kata dia.
Namun demikian, Hippindo belum bisa memproyeksi kerugian akibat pelaksanaan PPKM darurat yang berlaku sampai 20 Juli mendatang. Dia berharap adanya koordinasi yang lebih terarah agar sektor prioritas dan kritikal yang melayani publik tidak terganggu operasionalnya.
Sebelumnya, Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menilai sosialisasi kebijakan PPKM darurat belum bisa diterima masyarakat secara menyeluruh. Dewan Pakar IAKMI Hermawan Saputra mengatakan, aparatur seperti TNI, Polri bahkan Satpol PP masih terlihat sulit membedakan antara sektor esensial dan non esensial.
Hal ini menyebabkan banyak tenaga kesehatan yang perjalanannya terhambat, karena tidak diizinkan lewat oleh petugas di titik penyekatan.“Ini menyebabkan adanya keterlambatan dan gangguan pada pelayanan di beberapa fasilitas kesehatan,” ujar dia.
Panduan Implementasi Pengetatan Aktivitas Masyarakat pada PPKM Darurat di Jawa-Bali, membagi tiga sektor usaha, yakni sektor esensial, sektor non-esensial, dan sektor kritikal. Sektor usaha kritikal boleh mempekerjakan karyawan di kantor (WFO) 100% dan sektor esensial maksimal 50%. Sedangkan sektor non-esensial wajib bekerja di rumah (WFH).
Sektor esensial di antaranya keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina Covid-19, serta industri orientasi ekspor.
Sementara sektor kritikal terdiri dari energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.