Tren Thrift Shop yang Membawa Dampak Positif Bagi Lingkungan

Image title
20 Agustus 2021, 15:36
Ilustrasi seorang wanita sedang berbelanja dalam sebuah thrift shop
cottonbro/pexels
Ilustrasi seorang wanita sedang berbelanja dalam sebuah thrift shop

Tren thrift shop atau belanja barang bekas kini banyak diminati, terutama oleh kalangan muda. Barang yang dijual thrift shop sebagian besar berupa pakaian dan memiliki harga yang sangat murah.

Membeli di thrift shop adalah alternatif konsumsi pakaian yang lebih murah serta menunjang sustainable living. Menurut World Wide Fund for Nature (WWF), sustainable living adalah sebuah gaya hidup yang menyeimbangkan upaya lokal dan global untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan tetap melestarikan lingkungan alam dari degradasi dan kerusakan.

Advertisement

Faktor utama penyebab kerusakan alam adalah aktivitas manusia, termasuk aktivitas industri garmen. Menurut data dari United Nations Environment Programme (UNEP), setiap tahun, industri fashion menggunakan 93 miliar meter kubik air dan sekitar 20% air limbah industri fashion di seluruh dunia berasal dari pencelupan dan pengolahan kain. Data dari UNEP juga menunjukkan bahwa industri fashion bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global tahunan dan diprediksi emisi tersebut akan melonjak lebih dari 50% pada tahun 2030.

Riset terbaru dari YouGov Omnibus tahun 2017 mengungkapkan bahwa dua pertiga orang dewasa (66%) di Indonesia membuang pakaian dalam satu tahun terakhir dan seperempat (25%) telah membuang lebih dari sepuluh item pakaian dalam satu tahun terakhir.

Artinya, sudah terlalu banyak limbah produk fashion yang ada di dunia sehingga dapat mencemari lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut, banyak aktivis lingkungan mengajak masyarakat untuk belanja pakaian bekas melalui thrift shop.

Munculnya thrift shop diyakini sebagai solusi untuk mengatasi limbah pakaian serta mempromosikan sustainable living yang membawa dampak positif bagi lingkungan.

Pengertian Thrift Shop

Menurut kamus Merriam Webster, thrift shop atau thrift store adalah toko yang menjual barang bekas terutama pakaian dan biasanya bertujuan untuk amal. Jenis toko ini bergantung pada sumbangan dari orang-orang sekitar.

Pakaian yang dijual dalam thrift shop sudah dibersihkan dan dikemas dengan baik sehingga pakaian bekas menjadi lebih rapi, bersih, berkualitas dan memiliki keunikan tersendiri, serta masih memiliki nilai jual.

Sedangkan belanja barang bekas atau thrifting, didefinisikan oleh Fleura Bardhi dalam artikel Thrill of the Hunt: Thrift Shopping for Pleasure sebagai kegiatan belanja yang dilakukan di tempat bekas, seperti garage sale dan thrift shop.

Sejarah Thrift Shop

Menurut sejarawan Jennifer Le Zotte seperti dikutip dalam Time, revolusi industri pada akhir abad ke-19 di Amerika Serikat mengakibatkan produksi massal pakaian sehingga harga pakaian semakin terjangkau.

Oleh sebab itu, masyarakat menganggap pakaian sebagai barang sekali pakai. Jennifer Le Zotte juga mengungkapkan bahwa dengan berkembangnuya populasi yang ada dalam perkotaan, ruang hidup menjadi menyusut. Akibatnya, lebih banyak benda yang dibuang.

Untuk mengatasi hal tersebut, pegadaian dan thrift shop bermunculan selama periode tersebut dalam upaya menemukan kegunaan baru untuk barang-barang ini. Namun, ada stigma yang melekat pada penggunaan pakaian bekas.

Berdasarkan sebuah artikel berjudul Beneath the Surface: A Country of Two Nations oleh Joanne de Pennington, selama abad ke-19, masyarakat miskin turut bertambah. Mereka tinggal di rumah yang tidak sehat dan penuh sesak dengan upah rendah, pola makan yang buruk, pekerjaan yang tidak aman, dan ancaman penyakit.

Kondisi tersebut membuat orang-orang lebih memilih pakaian bekas dibandingkan baru, sehingga menimbulkan stigma bahwa menggunakan pakaian bekas merupakan tanda kekurangan uang.

Tetapi, ada juga stigma terhadap orang yang menjualnya. Thrift shop sebagian besar dikelola oleh imigran Yahudi karena saat itu anti-semitisme masih sering ditemui sehingga pilihan profesi bagi imigran Yahudi menjadi terbatas.

Namun, mengelola thrift shop sebenarnya membawa keuntungan. Menurut Jennifer Le Zotte, afiliasi keagamaan kelompok-kelompok seperti Salvation Army dan Goodwill berperan sebagai penyalur pakaian bekas sehingga thrift shop berkembang dan warga AS mulai memberi lebih banyak pakaian bekas untuk disumbangkan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement