Beralih ke Mobil Listrik, Menhub Minta Pembangkit Pakai Energi Bersih
Masa depan transportasi dunia diperkirakan akan beralih ke penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, yakni kendaraan atau mobil listrik. Masalahnya, sumber listrik yang ada saat ini masih didominasi pembangkit berbahan bakar energi fosil, seperti bahan bakar minyak dan batu bara.
Atas dasar ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta agar pembangkit listrik yang ada saat ini pun menggunakan energi yang lebih bersih. Dengan begitu, upaya Indonesia menekan emisi gas rumah kaca bisa maksimal, tak hanya dari sektor transportasi
Menurutnya, 80% listrik yang diproduksikan di dunia saat ini masih berasal dari bahan bakar energi fosil. Dia berharap agar bauran energi pada pembangkit dapat sepenuhnya menggunakan energi bersih.
Sehingga, ketika peralihan dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik dimulai secara masif, sumber energi listrik yang digunakan juga harus berasal dari energi bersih. "Jadi tidak hanya mengalihkan emisi dari sektor transportasi. Tapi juga sektor pembangkit listrik," kata dia dalam diskusi virtual, Upaya Dekarbonisasi Sektor Industri dan Transportasi Senin (14/6).
Budi mengaku dalam mendukung transisi energi, Kementerian Perhubungan telah mulai membangun infrastruktur yang dilengkapi dengan energi matahari, yakni PLTS Atap. Kemudian penggunaan kendaraan listrik, hingga pemanfaatan dari pembangkit terbarukan untuk penerangan jalan.
"Kami berharap melalui sektor itu, sektor transportasi dapat menggunakan energi yang ramah lingkungan dan mengelola energi secara bijak," kata dia.
Sementara Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan sektor transportasi mendominasi konsumsi energi fosil. Konsumsi bahan bakar minyak untuk sektor transportasi mencapai 44% atau setara dengan 414 juta setara barel minyak yang sebagian besar didominasi oleh impor. Ketergantungan dari impor diperkirakan akan terus naik.
Makanya, saat ini pemerintah akan menyusun strategi jangka panjang yang diharapkan dapat menghadirkan pasokan energi yang rendah karbon melalui pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT) secara masif.
Kemudian pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai hingga pengembangan transportasi massal yang ramah lingkungan. "Implementasi efisiensi energi bukan hal mudah. Tapi dengan banyak dukungan, kami yakin setiap tantangan bisa di atasi. Kami berharap semua pihak bisa bekerja sama," ujarnya.
Sebelumnya, program peralihan kendaraan listrik mendapatkan kritikan dari parlemen. Komisi VII DPR menyorot kebijakan ini tak sejalan dengan target penurunan emisi karbon dan bauran energi.
Upaya meningkatkan kendaraan listrik bakal mendorong kebutuhan setrum dalam negeri untuk mengisi baterai. Namun, sampai sekarang mayoritas pasokan listriknya masih berasal dari pembangkit tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Komisi VII menilai ini tak selaras dengan semangat pengurangan emisi karbon.
Anggota Komisi VII Ratna Juwita meminta adanya peta jalan yang jelas soal ini. Terutama terkait sumber energi untuk kebutuhan kendaraan listrik. “Percepatan KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) ini tak sesuai dengan transformasi energi. Kalau otomatis kita pakai batu bara lagi, sama saja bohong,” ucapnya.