Inalum Tepis Maladministrasi, Divestasi Freeport Libatkan Jaksa & BPKP

Image title
16 Februari 2019, 00:43
Freeport
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah Haul Truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua.

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) membantah adanya maladministrasi dalam proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI). Alasannya, proses divestasi tersebut telah melibatkan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

(Baca: Diduga Ada Maladministrasi, Divestasi Freeport Dilaporkan ke Ombudsman)

Head of Corporate Communications and Government Relations Inalum Rendi Witular mengatakan keterlibatan Jamdatun dan BPKP sebagai upaya melakukan uji tuntas (due diligence) dalam proses divestasi. "Tiga tahun lebih hingga akhirnya tercapai kesepakatan. Ini memakan waktu lama, karena kami (harus) memastikan semuanya taat aturan dan transparan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (15/2).

Selain itu, Hak Partisipasi (Participating Interest) Rio Tinto telah dikonversi menjadi saham PTFI, agar Indonesia mengendalikan saham mayoritas sebesar 51% di perusahaan tersebut. Adapun, hak partisipasi yang dimiliki Rio Tinto merupakan hak atas produksi dan kewajiban atas biaya operasi PTFI sebesar 40% hingga 2022, dengan batasan produksi tertentu (metal strip).

Dengan begitu, pada 2023 Rio Tinto akan mendapatkan hak dan kewajiban penuh sebesar 40% dari produksi tanpa batasan tertentu hingga 2041. Walaupun tidak memengaruhi kompoisisi saham PTFI, kerja sama dengan Rio Tinto akan memengaruhi komposisi pembagian hasil produksi PTFI.

Apabila masalah hak partisipasi ini tidak diselesaikan, setelah 2022 Inalum dan Freeport McMoran (FCX) hanya mendapatkan 60% dari produksi PTFI. Karena 40% lagi merupakan bagian Rio Tinto. "Jika produksi PTFI 100 ton, maka Rio Tinto akan langsung mendapat 40 ton dan sisa 60 ton dibagi antara Inalum dan FCX ," kata dia.

Adapun, skema Rio Tinto dan FCX tersebut telah disetujui oleh pemerintahan era Presiden Soeharto. Pada 1996, skema tersebut mendapatkan persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IB Sudjana, dan Menteri Keuangann Marie Muhammad. Hak Partisipasi Rio Tinto juga tak hanya berlaku di Blok B. Menurut Rendi, Menteri ESDM IB Sudjana telah memberikan persetujuan ke Rio Tinto di atas volume metal strip tertentu untuk Blok A.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...