Sektor Properti Terimbas Daya Beli yang Rendah

Safrezi Fitra
16 Juni 2015, 10:47
Katadata
KATADATA
Pekerja sedang membersihkan jendela apartemen di kawasan Central Park, Jakarta.

KATADATA ? Perlambatan ekonomi yang menimpa Indonesia turut berimbas kepada sektor properti. Sektor yang pada 2010 sempat berjaya, sudah mulai melambat sejak awal tahun.

Penjualan unit properti (marketing sales) dari emiten anjlok cukup besar pada kuartal I tahun ini. PT Summarecon Agung Tbk mencatat penurunan penjualan hingga 50 persen dibandingkan kuartal I-2014, dan penjualan PT Agung Podomoro Land Tbk turun 31,9 persen. Sementara pra penjualan PT Alam Sutera Tbk juga turun 29 persen.

Advertisement

?Dari hitungan penjualan kami, terlihat hanya Rp 1,1 triliun atau meleset 12 persen dari target kami selama kuartal I,? ujar Vice President Corporate Marketing Agung Podomoro Land Indra  W. Antono ketika dihubungi Katadata, Minggu (15/6).

Rendahnya pertumbuhan properti membuat indeks harga saham sektor ini turun. Awal tahun 2015 indeks saham properti pada Bursa Efek Indonesia beada pada level 532,96. Indeks ini sempat naik hingga menyentuh level tertinggi pada akhir Februari ke posisi 580,71. Kinerja sektor properti yang kurang baik membuat indeks sahamnya pun turun, bahkan mencapai 496,91 pada penutupan perdagangan pekan lalu.

Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Eddy Hussy mengatakan, perlambatan di sektor properti terjadi karena rendahnya daya beli masyarakat, imbas dari kondisi ekonomi saat ini. ?Kami perkirakan kondisi ini berlangsung sepanjang tahun ini, ? kata dia kepada Katadata beberapa waktu lalu.

Selain itu, ada juga dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga dianggap berdampak pada penundaan rencana ekspansi pengembang pada tahun ini.

Salah satunya suku bunga perbankan yang masih tinggi, yang membuat perusahaan kesulitan mendapat modal. REI juga beranggapan bahwa pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) bagi rumah di atas Rp 5 miliar akan melemahkan sektor properti pada tahun ini. ?Padahal BI telah menurunkan batas down payment rumah dari 30 persen menjadi 20 persen,? kata Wakil Ketua Umum Rei Djoko Slamet Utomo.

Ketua Umum Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, penurunan penjualan  properti terbesar dialami segmen apartemen dan rumah tapak (landed house) kelas atas (high end) dengan harga di atas Rp 1,5 miliar.

Pantauan IPW, penjualan rumah kelas atas ini di wilayah DKI Jakarta dan Banten hanya berkontribusi sebesar 15 persen dari total penjualan rumah. ?Padahal di penjualan kuartal sebelumnya sektor ini menyumbang 45 persen,? ujar Ali.

Data Bank Indonesia menunjukkan penjualan properti residensial pada kuartal I tahun ini mengalami perlambatan. Penjualan properti tersebut tumbuh hingga 40,07 persen pada kuartal IV-2014, setelah itu turun menjadi 26,62 persen di kuartal I-2015.

Dalam tiga bulan pertama tahun ini, BI mencatat pertumbuhan kredit properti rata-rata 16,7 persen. Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 25 persen.

Hingga pertengahan Mei 2015, Bank Rakyat Indonesia (BRI) misalnya, baru menyalurkan KPR sebesar Rp 14,7 triliun. Angka ini tak jauh bergerak dari pencapaian di kuartal I yang tumbuh tipis 2,04 persen atau melambat dari pertumbuhan 4,32 persen di kuartal IV-2014.

Padahal, sepanjang tahun 2014, KPR BRI tumbuh 20,8 persen secara tahunan. Hingga akhir tahun, BRI menargetkan pertumbuhan KPR sebesar 15 persen-17 persen.

Tertolong Segmen Menengah

Halaman:
Reporter: Ameidyo Daud Nasution
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement