Bank Jago Tambah Modal Lagi untuk Genjot Transformasi ke Bank Digital
PT Bank Jago Tbk (ARTO) mengantongi persetujuan pemegang saham untuk kembali menambah modal melalui penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias rights issue. Persetujuan didapat dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Senin (5/10).
Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan persetujuan ini mencerminkan komitmen pemegang saham dalam mendukung rencana perusahaan menjadi bank berbasis teknologi. Penggunaan dana hasil rights issue tahap kedua ini, sebagian untuk investasi di infrastruktur teknologi informasi.
“Sejak Covid-19, kami menyaksikan akselerasi adopsi teknologi dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Kami tentu ingin menjadi bagian dari perubahan hidup masyarakat yang semakin digital," kata Kharim dalam rilis yang diterima Katadata.co.id, Senin (5/10).
Penambahan modal dibutuhkan agar perseroan memiliki daya saing tinggi dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Kondisi saat ini menuntut perbankan untuk terus memperkuat modal, meningkatkan skala usaha, dan membangun infrastruktur teknologi yang mumpuni.
Selain digunakan untuk mengembangkan infrastruktur teknologi, dana hasil rights issue ini juga digunakan untuk memperkuat struktur permodalan agar dapat memenuhi aturan modal minimum bank sebesar Rp 3 triliun, membiayai ekspansi usaha, dan pengembangan sumber daya manusia.
Kharim mengatakan jumlah saham baru yang akan diterbitkan dalam rights issue tahap kedua ini sebanyak-banyaknya 3 miliar unit saham. Namun, detail informasi mengenai waktu pelaksanaan, rasio saham, harga pelaksanaan, dan target perolehan dana masih menunggu pernyataan efektif dari regulator.
"Terlalu dini untuk bicara hal-hal teknis terkait rights issue, seperti target dana, rasio saham, harga rights, ataupun standby buyers. Karena kami masih melakukan valuasi untuk menentukan harga dan rasio rights issue," kata Direktur Kepatuhan Bank Jago Tjit Siat Fun kepada Katadata.co.id, Senin (5/10).
Sebagai gambaran saja, per Senin (5/10), harga saham Bank jago di pasar saham dalam negeri berada di harga Rp 2.800 per saham. Harga ini meroket hingga 500% sejak awal tahun ini alias year to date (ytd).
Adapun, Bank Jago juga baru saja merampungkan aksi korporasi penambahan modal melalui rights issue pada April 2020 ini. Saat itu, perusahaan mampu meraup dana segar Rp 1,34 triliun hasil dari melepas 9,65 miliar unit saham baru di harga pelaksanaan Rp 139 per saham.
Aksi korporasi tersebut membuat komposisi pemegang saham bank yang sebelumnya bernama Bank Artos itu berubah. Bankir senior Jerry Ng melalui PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia memegang saham Bank Jago sebesar 37,65%. Lalu ada pebisnis Patrick Walujo melalui Wealth Track Technology Limited memegang sebesar 13,35%. Sedangkan publik memiliki porsi kepemilikan di saham ini sebesar 49%.
Usai melakukan penambahan modal tahap pertama, sebagian dananya digunakan untuk memperkuat modal inti bank. Hal ini terlihat dari modal inti tier 1 Bank Jago per Semester I 2020 senilai Rp 1,26 triliun, naik dari per Juni 2019 yang hanya Rp 92,07 triliun. Artinya, Bank Jago berhasil naik kelas dari Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1 ke BUKU 2.
Transformasi ke Bank Digital
Bank Jago tengah bertransformasi untuk menjadi bank berbasis teknologi dan bakal meluncurkan aplikasi layanan perbankan digital. Perusahaan bakal berkolaborasi dengan pelaku ekosistem digital, termasuk perusahaan rintisan atau startup.
"Kami sangat terbuka untuk bekerja sama dengan semua ekosistem, baik besar atau kecil, bahkan dengan startup kalau memang memiliki nilai yang sangat cocok dengan konsumen kami," kata Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar dalam paparan publik secara virtual, Kamis (9/7).
Untuk itu, Bank Jago tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan startup besar seperti Go-Jek. Hal tersebut menjawab kabar lama, di mana bank yang sebelumnya bernama Bank Artos ini, bakal menjadi banknya Go-Jek.
Dalam melayani ekosistem digital, Bank Jago menargetkan kolaborasi dengan berbagai platform, mulai dari e-commerce, aplikasi penyedia jasa transportasi, industri perjalanan, online shop, hiburan, hingga pembayaran digital dan fintech lending.
Selain itu, perusahaan juga akan menyalurkan pembiayaan berbasis kemitraan dengan menyasar ekosistem fintech dan supply chain. Segmen yang disasar adalah, segmen menengah dan mass market, di mana sebagian besar merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).