Kinerja Kinclong Antam dan Vale yang Jadi Jawara Kelompok Saham LQ45
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi emiten yang kinerja sahamnya paling menguntungkan dalam indeks LQ45 sepanjang tahun ini. Tak hanya saham, kinerja operasional dan keuangannya juga cukup baik di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Sepanjang Januari hingga awal November 2020 (year to date), pergerakan indeks LQ45 turun hingga 22,05% ke level 788,60. Di antara 45 emiten yang dalam indeks ini, hanya delapan yang harga sahamnya naik.
Tiga dari delapan emiten tersebut adalah emiten sektor pertambangan mineral yang terkait dengan emas dan nikel. Ketiga saham emiten tersebut adalah PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang naik hingga 69,72%, Antam sebesar 30,95% dan Vale Indonesia 17,96%.
Adapun, berdasarkan data Investing.com pada 2 November 2020, Vale dan Antam merupakan Top Gainers di urutan pertama dan kedua dalam daftar saham indeks LQ45.
Lonjakan harga saham Antam dan Vale tersebut sejalan dengan kinclongnya kinerja keuangan mereka. Adapun, Merdeka Copper Gold belum melansir kinerja keuangan terbarunya.
Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu melihat kenaikan harga saham Antam dan Vale sepanjang tahun ini merupakan efek dari pemberitaan media mengenai rencana Indonesia membentuk industri baterai di dalam negeri. Dari sisi waktunya, rencana pembentukan holding baterai ini akan lebih dekat terealisasi.
CEO Mind ID (Inalum) Orias Petrus Moedak pernah mengatakan Antam, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pertamina akan membentuk perusahaan ventura baru bernama Indonesia Battery Holding. Perusahaan ini akan mengoperasikan pembangkit baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV).
Perusahaan ini diperkirakan bernilai sekitar US$ 12 miliar. Proyek ini didukung oleh Antam yang saat ini sedang mengerjakan smelter nikel kelas baterai dan smelter tungku listrik dengan nilai perkiraan US$ 5 miliar.
Kenaikan harga nickel global cukup mendorong kenaikan harga saham Vale Indonesia. Penguatan harga komoditas ini juga mendongkrak kinerja operasinal dan keuangan Vale. Hal ini terlihat dari laporan keuangan Vale pada kuartal III yang menunjukkan pertumbuhan signifikan.
"Hingga akhir tahun, harga saham ANTM dan INCO kami perkirakan masih dalam uptrend (penguatan)," kata Dessy kepada Katadata.co.id.
Menurutnya, saat ini industri nikel juga menjadi sorotan investor sebagai alternatif industri pertambangan berikutnya. Apalagi Indonesia mampu menyumbang 24% pasokan nikel dunia. Penyerapannya nikel diperkirakan akan meningkat seiring pertumbuhan smelter-smelter di Indonesia. Ini akan menjadi sentiment positif saham Antam dan Vale masih akan naik.
Tak hanya kinerja saham, di tengah situasi pandemi Covid-19 dan ketidakpastian perekonomian dunia, profitabilitas Antam dan Vale masih bisa tumbuh signifikan. Harga emas dan nikel yang naik menjadi salah satu faktor yang membuat kinerja kedua perusahaan ini semakin baik.
Laba Vale Indonesia Naik 47.800%
Sepanjang sembilan bulan tahun ini, produksi nikel Vale Indonesia mencapai 55,79 ton. Pada periode yang sama tahun lalu, produksinya hanya 50,53 ton. Peningkatan produksi berjalan seiring dengan naiknya harga nikel dunia.
Hingga kuartal III tahun ini, pendapatan Vale tercatat nai 12,7% menjadi US$ 571,02 juta, atau sekitar Rp 8,53 triliun. Bahkan, laba bersihnya melesat hingga 47.800% menjadi US$ 76,64 juta, dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang hanya US$ 160.000.
“Kami berhasil mengendalikan beban pokok pendapatan kami secara berkelanjutan pada triwulan ini dan disaat yang bersamaan, kami juga diuntungkan dari kenaikan harga nikel,” kata Presiden Direktur Vale Indonesia Nico Kanter dalam keterangannya Jumat (29/10). "Kami optimistis dapat memenuhi target produksi 2020 sekitar 73.000 ton.”
Kepala Riset Maybank-Kim Eng Securities Isnaputra Iskandar memprediksi laba bersih Vale pada kuartal III tahun ini hanya US$ 67,8 juta. Namun, realisasinya ternyata lebih tinggi dari prediksinya. Menurutnya, ada beberapa hal yang membuat capaian Vale bisa melampaui perkiraannya.
Beberapa hal tersebut di antaranya volume penjualan yang melebihi perkiraannya. Beban biaya yang dikeluarkan Vale juga lebih rendah. Kemudian beban bunga bersih dan tarif pajak yang lebih rendah dari perkiraan. Di sisi lain, harga nikel yang merupakan produk utama pertambangan Vale, mengalami peningkatan.
Menurutnya, harga nikel yang kuat akan berlanjut hingga 2021 karena pemulihan ekonomi global dan meningkatnya permintaan baterai yang berbahan baku nikel. "Setiap 1% perubahan asumsi harga nikel tahun 2020 dan 2021, perkiraan pendapatannya akan berubah masing-masing sebesar 7% dan 6,3%," kata Isnaputra dalam risetnya yang dikutip Senin (2/11).
Isnaputra mempertahankan rekomendasi beli untuk saham INCO. Dia yakin saham tersebut layak untuk diperdagangkan pada kelipatan yang lebih tinggi dari rata-rata, karena siklus harga nikel yang naik. Dia mempertahankan rekomendasi beli atas Vale Indonesia (INCO) dengan target harga Rp 5.600 per saham.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan dalam risetnya mengatakan pendapatan Vale di kuartal III mencerminkan 70,6% dari perkiraan pendapatan tahun ini. Mirae Aset Sekuritas memprediksi pendapatan Vale tahun ini mencapai US$ 808,8 juta.
Andy optimistis dengan pencapaian yang berhasil dibukukan Vale dalam sembilan bulan dan prospek harga nikel dunia yang berpotensi naik tahun depan. Makanya ada kemungkinan Mirae Aset menaikkan target harga saham Vale. "Target harga terbaru kami untuk INCO ditetapkan pada Rp 3.500 per saham," ujarnya.
Pendapatan Antam Turun, Tapi Labanya Melesat
Antam pun membukukan peningkatan laba bersih sepanjang Januari hingga September tahun ini. Meski pendapatan sepanjang sembilan bulan tahun ini turun 27%, Antam mampu membuat laba bersihnya meningkat signifikan, hingga 30% dibandingkan kuartal III tahun lalu. Menurunnya pendapatan Antam dipengaruhi volume penjualan emas dan nikel yang turun, meski harganya naik.
Produk emas merupakan kontributor terbesar penjualan emas. Porsi produk emas mencapai 72% total pendapatan perusahaan, yakni Rp 12,98 triliun. Namun, dengan penguatan harga rata-rata emas yang mencapai 27%, volume penjualan emas Antam justru turun hingga 44,28% menjadi 14.882 kilogram. Sama halnya dengan penjualan bijih nikel yang turun dari 5,49 juta Wmt menjadi hanya 1,21 juta Wmt.
Di tengah volatilitas perekonomian global serta pandemi Covid-19, Antam dapat menjaga kesinambungan produksi, sehingga performa profitabilitas tetap solid," kata Sekretaris Perusahaan Antam Kunto Hendrapawoko dalam keterangannya 27 Oktober lalu.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Thomas Radityo dalam risetnya memprediksi harga emas Antam tahun ini naik 26,7%. Selain itu, mengikuti kinerja bijih nikel yang lebih baik dari perkiraan, Ciptadana memprediksi penjualan bijih nikel 66,7%.
“Berdasarkan estimasi kami yang baru direvisi, pendapatan Antam tahun ini meningkat 15,6%. Estimasi laba bersih juga meningkat sebesar 110,5%, menjadi Rp1,1 triliun,” ujarnya
Menyusul revisi kenaikan pendapatan, Ciptadana juga meningkatkan target harga saham untuk ANTM menjadi Rp 1.400 dari Rp 1.100 sebelumnya.