Selamatkan Bisnis saat Pandemi, Laba BRI Kuartal III Turun 43%
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) membukukan laba bersih konsolidasi Rp 14,15 triliun sampai triwulan III 2020. Sayangnya, perolehan laba ini anjlok hingga 43% dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 24,8 triliun.
Penurunan laba BRI akibat peningkatan pencadangan di tengah risiko kualitas kredit yang memburuk. Tercatat kredit seret alias non-performing loan (NPL) BRI berada di level 3,12% per September 2020, naik dari periode sama tahun lalu di level 3,10%.
Karenanya, BRI pun melakukan pencadangan provisi senilai Rp 19,39 triliun pada sembilan bulan tahun ini. Angka tersebut naik hingga 24,2% secara tahunan. Hal ini menggerus profitabilitas, meski menjadikan NPL coverage ratio mencapai 203,47%.
Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan prioritas yang dipilih BRI di tengah situasi penuh ketidakpastian adalah menyelamatkan bisnis dengan memperbesar pencadangan. Menurutnya, laba BRI untuk tahun ini akan tetap positif, tapi pertumbuhannya negatif karena konsekuensi sebuah pilihan.
"Pilihannya dalam situasi seperti sekarang, kami mengejar laba atau mengejar selamat? Saya memilih selamat dulu," kata Sunarso dalam konferensi pers terkait kinerja triwulan III 2020, Rabu (11/11).
Ia menjelaskan mencari selamat dalam artian ini adalah menyediakan bantalan berupa pencadangan. Jika sewaktu-waktu terjadi pemburukan, maka BRI sudah menutupinya dengan bantalan tersebut. Sehingga, pilihan menurunkan laba secara tahunan, tapi dipastikan tidak akan rugi.
Pencadangan tersebut dilakukan juga karena BRI menjalani restrukturisasi kredit sebagai relaksasi di tengah pelemahan ekonomi karena pandemi Covid-19. Seperti diketahui hingga 30 September 2020, BRI telah melakukan restrukturisasi pinjaman senilai Rp 193,7 triliun kepada 2,95 juta debitur.
"Kalau dilihat upaya-upaya kami melakukan restrukturisasi, butuh pencadangan. Pencadangannya kami cadangkan lebih dari cukup, bahkan lebih memadai," kata Sunarso.
Berdasarkan paparan BRI, pendapatan bunga hingga triwulan III 2020 senilai Rp 85,85 triliun, turun 5,4% secara tahunan. Sementara beban bunga BRI sebenarnya turun 1,3% menjadi Rp 29,8 triliun. Pendapatan bunga bersih Rp 56,04 triliun atau turun 7,5%.
Hingga triwulan III 2020, BRI mampu menyalurkan kredit senilai Rp 935,35 triliun, tumbuh hingga 4,86% secara tahunan. Berdasarkan segmentasinya, kredit kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi mayoritas penyaluran kredit senilai Rp 754,33 triliun atau 80,65% dari total kredit, tumbuh 8,28% secara tahunan.
Mayoritas segmen kredit BRI hingga triwulan III 2020 mengalami pertumbuhan, baik mikro, ritel & menengah, dan konsumer. Hanya segmen kredit kepada korporasi yang mengalami penurunan hingga 7,33% secara tahunan menjadi Rp 181,01 triliun.
Sementara total dana pihak ketiga (DPK) secara konsolidasi pada triwulan III 2020 senilai Rp 1.131,92 triliun atau tumbuh hingga 18% secara tahunan. Mayoritas DPK yang dimiliki oleh BRI merupakan dana murah (CASA) yaitu senilai Rp 668,1 triliun atau setara 59,02% dari total DPK.
Dengan begitu, rasio kredit dibandingkan dengan simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) BRI hingga triwulan III 2020 ada di level longgar yaitu 82,63%. Longgarnya LDR ini membuat BRI menilai perlu untuk terus menyalurkan kredit kepada masyarakat. Sehingga, diharapkan hingga akhir tahun ini, LDR BRI bisa berada di level 85%.
"Kenyataannya, likuiditas melimpah bukan karena dananya yang makin banyak tetapi lebih disebabkan loan demand (permintaan kredit) yang memang menurun," kata Sunarso.
Penyaluran kredit BRI pun ditargetkan mampu tumbuh antara 4% hingga 5% pada akhir tahun ini secara tahunan. Padahal, di tengah pandemi Covid-19 ini, permintaan kredit sedang sedikit, sehingga bank sulit untuk menggenjot kredit. Pemerintah perlu berperan untuk meningkatkan permintaan kredit dengan berbagai stimulus.