BEI: Tahun Ini Awal Kebangkitan Investor Retail di Pasar Modal
Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai 2020 merupakan tahun kebangkitan investor ritel domestik pasar modal dalam negeri. Hal ini tercermin dari jumlah investor retail yang aktif melakukan transaksi di pasar modal setiap harinya sepanjang tahun ini.
Berdasarkan data BEI, rata-rata 151 ribu investor retail aktif bertransaksi setiap harinya pada November 2020. Padahal, pada Januari 2020, rata-ratanya hanya 51 ribu investor retail yang bertransaksi. Artinya, terjadi kenaikan kontribusi investor ritel sebesar 196% pada perdagangan saham.
"Tahun ini adalah awal kebangkitan dari retail kita," kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi dalam acara media gathering yang digelar secara virtual, Selasa (1/12).
Bukti lainnya, tercermin dari kepemilikan saham investor ritel yang saat ini mencapai 12,2% dari total kepemilikan saham per Oktober 2020. Komposisi kepemilikan saham lainnya yaitu investor institusi domestik memiliki 39% saham, sementara institusi asing memiliki 48,8% saham.
Kebangkitan pada investor retail terlihat dari bertambahnya porsi kepemilikan investor retail dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 10,6% saham. Saat itu, institusi asing masih mendominasi dengan kepemilikan 51,7% saham dan institusi domestik sebesar 37,7% saham.
Selain itu, jika dilihat dari total nilai perdagangan saham sepanjang Januari hingga Oktober 2020, investor retail berkontribusi terhadap 44,3% nilai transaksi. Sedangkan investor institusi domestik hanya 21,7% dan asing hanya 34%. Sehingga, jika digabungkan antara investor retail dan institusi domestik, maka 66% transaksi di pasar saham didominasi pemain lokal.
"Ada tekanan jual dari asing, tapi yang menyerap adalah investor retail kita. Oleh karena itu, kami sebut tahun ini adalah kebangkitan untuk investor retail kita," kata Inarno.
Momentum ini tidak disia-siakan oleh Bursa dengan menargetkan pertumbuhan investor pasar modal sebesar 22% pada 2021 mendatang. Inarno yakin karena saat ini Bursa memiliki berbagai kebijakan pendekatan melalui sosialisasi secara virtual.
Inarno mengatakan peningkatan aktivitas investor retail dalam negeri ini tidak lain karena adanya perubahan perilaku masyarakat di tengah pandemi Covid-19, dimana masyarakat memiliki dana lebih yang akhirnya diinvestasikan di pasar saham. Ia berharap, perilaku ini tetap berlanjut hingga ke tahun-tahun berikutnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Uriep Budhi Prasetyo mengatakan, kenaikan investor ini juga disebabkan oleh kemudahan dalam membuka rekening. "Dengan menggunakan smartphone, kita sudah bisa membuka rekening saham melalui aplikasi," katanya.
Berdasarkan data KSEI, total investor di pasar modal mencapai 3,53 juta per 19 November 2020. Jumlah ini ternyata meningkat hingga 42,19% dibandingkan dengan jumlah investor pada 2019 yang sebanyak 2,48 juta. Dari total tersebut, investor individu mencapai 3,5 juta, sementara 32.073 sisanya institusi.
Dari total tersebut, investor yang berusia di bawah 30 tahun masih mendominasi yaitu 49,4%, naik dibandingkan kontribusi pada akhir 2019, dimana hanya 44,65%. Meski begitu, nilai aset dari investor di bawah usia 30 tahun merupakan yang paling kecil di antara rentang usia lainnya yaitu Rp 17,61 triliun.
Jika berdasarkan nilai asetnya, investor dengan usia di atas 60 tahun merupakan yang paling besar yaitu senilai Rp 259,04 triliun. Padahal, jumlah investor di atas usia 60 tahun hanya sebanyak 4,12% dari seluruh investor di pasar modal.
Catatan unik lainnya adalah peningkatan jumlah investor dengan pendidikan sederajat SMA atau di bawahnya yang per 19 November mencapai 42,88% dari total investor. Persentase tersebut mengalami kenaikan dari yang sebelumnya 32,02% pada Desember 2019.
Meski begitu, mayoritas investor di pasar modal mengenyam pendidikan sarjana yaitu sebesar 44,4%. Tapi persentase jumlah investor berpendidikan sarjana, tercatat mengalami penurunan dibandingkan Desember 2019 yang sebanyak 48,2%.
Uriep menilai, peningkatan jumlah investor dengan pendidikan setara SMA atau di bawahnya, merupakan buah dari langkah Bursa melakukan sosialisasi pasar modal hingga ke pelosok. Seperti diketahui, BEI memiliki 30 kantor wilayah dan 470 kerja sama dengan galeri investasi.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, meningkatnya peran investor ritel dalam negeri ini memang disebabkan oleh pandemi Covid-19 karena banyak dana yang menganggur. Masyarakat pun berusaha mencari menyimpan dana untuk investasi yang cepat dan mudah.
Ia menilai sebenarnya pasar modal memiliki tingkat resiko yang tinggi. Tapi, pasar modal justru menjadi perhatian bagi masyarakat usia muda karena toleransi yang besar kepada risiko tinggi. "Ini menjadi sebuah kesempatan bagi anak muda untuk mulai masuk bermain di saham," kata Nico beberapa waktu yang lalu.
Untuk mempertahankan keikutsertaan investor muda pada perdagangan di pasar saham, Nico menilai Bursa perlu melakukan edukasi dengan lebih giat lagi. Ini perlu dilakukan agar masyarakat tahu, mana instrumen investasi yang benar dan mana investasi yang bodong.
"Sehingga, citra investasi yang sesungguhnya dapat tetap terjaga dengan baik," kata Nico.
Pasalnya, investor muda yang toleran terhadap risiko tinggi, mungkin tidak akan mau kembali berinvestasi jika mengalami kerugian. Untuk itu, perlu adanya edukasi juga untuk memberikan penjelasan soal risiko apa saja yang bisa terjadi di pasar saham.