Mengawali Perdagangan Perdana Bursa 2021 dengan IPO Jumbo

Image title
4 Januari 2021, 16:30
bursa, saham, bursa saham, pasar modal, ipo jumbo, ipo nilai besar, fap agri, airlangga hartarto, menko perekonomian, ipo, emiten baru, saham baru, emiten, transaksi saham, bursa efek indonesia
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz
Bursa Efek Indonesia.

Hari pertama perdagangan bursa saham 2021, Senin (4/1), Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung kedatangan emiten baru yang melakukan initial public offering (IPO). Nilai penghimpunan dana perusahaan tersebut juga terbilang besar.

PT FAP Agri Tbk (FAPA) menjadi emiten pertama tahun ini yang melantai di bursa saham Indonesia. Dalam aksi korporasinya ini, FAP Agri menawarkan 544.411.800 saham atau sebesar 15% dari modal ditempatkan dan disetor setelah penawaran perdana ini. Sahamnya ditawarkan dengan harga Rp 1.840 sehingga nilai emisinya Rp 1 triliun.

Mengawali tahun dengan kedatangan emiten yang IPO dengan nilai jumbo, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap nilai penghimpunan dana dari IPO pada 2021 bisa naik signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Padahal, BEI menargetkan total emiten IPO tahun ini hanya 30 perusahaan.

"Kami berharap jumlah dari dana (IPO) bisa cukup signifikan, apalagi surat berharga negara (SBN) saat ini sudah sangat rendah. Sehingga yield-nya 3,64%, bisa mendorong lebih banyak IPO ataupun mencari dana dari pasar modal," katanya dalam seremoni pembukaan perdagangan perdana 2021, Senin (4/1).

Secara total, nilai penghimpunan dana melalui IPO pada 2020 hanya Rp 5,97 triliun. Capaian itu jelas turun drastis dibandingkan dengan capaian pada 2019, dimana total nilai fundraising menembus Rp 14,77 triliun.

Meski begitu, jumlah emiten yang melantai di Bursa sepanjang 2020 mencapai 51 perusahaan, tertinggi di Asia Tenggara. Angka ini terbilang banyak karena jumlahnya hampir mendekati IPO 2019 sebanyak 55 emiten maupun 2018 yang sebanyak 54 emiten.

"Antusiasme kalangan korporasi untuk terus menggalang dana melalui penawaran umum yang ternyata masih terjaga di masa pandemi," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso pada kesempatan yang sama.

Nilai penghimpunan yang di atas Rp 1 triliun menjadi langka. Setidaknya dalam dua terakhir, perusahaan yang mampu menghimpun dana di atas Rp 1 triliun hanya 5 emiten saja. Padahal, dalam dua terakhir, total perusahaan yang IPO mencapai 107 emiten, termasuk FAP Agri.

Pada 2019, PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Tbk (LIFE) melakukan IPO dengan nilai mencapai Rp 4,76 triliun. Meski begitu, LIFE tidak menerbitkan saham baru saat itu. Perusahaan IPO dengan cara pemegang saham lama menjual sebagian sahamnya ke publik.

Emiten berikutnya yang melantai dan meraup dana jumbo lainnya adalah PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP). IPO pada 19 September 2019, GGRP meraup dana Rp 1,03 triliun setelah melepas 1,23 miliar saham baru ke publik di harga Rp 840 per saham.

PT Uni-Charm Indonesia Tbk (UCID) yang IPO pada 20 Desember 2019, juga menjadi salah satu emiten peraup dana jumbo. Saat itu, UCID melepas 831,31 juta unit saham dengan harga Rp 1.500 per saham, sehingga mampu meruap Rp 1,25 triliun dari IPO.

Sementara, tahun 2020, hanya ada satu emiten yang mampu meraup dana jumbo saat IPO yaitu PT Metro Healthcare Indonesia Tbk (CARE). Saat itu, perusahaan melepas 10 miliar unit saham baru dengan harga Rp 103 per saham sehingga mampu meraup Rp 1,03 triliun dari proses aksi korporasi tersebut.

IPO Jumbo di Awal Tahun

FAP Agri menjadi pembuka dari kegiatan IPO pada 2021 ini dengan nilai mencapai Rp 1 triliun. Saat ini, perusahaan mengoperasikan perkebunan dan fasilitas pengolahan kelapa sawit melalui para entitas anaknya yang berdomisili di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Riau.

Dana jumbo hasil penawaran umum perdana tersebut, rencananya digunakan oleh perusahaan untuk membayar utang kepada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Perusahaan memiliki utang yang jatuh tempo pada Desember 2020 lalu senilai Rp 1 triliun dengan tingkat suku bunga 8,75%.

Direktur Utama FAP Agri, Donny menjelaskan, bisnis minyak kelapa sawit memiliki potensi yang besar, di antaranya karena permintaan internasional yang terus meningkat.

"Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan minyak nabati yang lain, dan gencarnya kampanye penggunaan biofuel secara nasional dan global," kata Donny melalui siaran pers.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...