Sempat Anjlok Karena Sengketa Pajak, Saham PGAS Kembali Naik

Image title
5 Januari 2021, 19:12
pgn, pgas, perusahaan gas negara, saham, pasar modal, bursa, pajak, sengketa pajak pgn, bumn, bumn energi, kinerja pgn, masalah pajak pgn, pgn tersangkut kasus pajak, kasus pajak pgn, harga gas
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
PGN

Harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) pada perdagangan Selasa (5/1) ditutup naik 3,9% menjadi Rp 1.600 per saham. Padahal, kemarin saham perusahaan pelat merah ini ditutup anjlok 6,95% menjadi Rp 1.540 per saham terimbas sentimen negatif dari sengketa pajak yang dihadapi perseroan dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

Menurut Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas, kenaikan harga saham PGN disebabkan sinyal positif terhadap perusahaan. Masalah pajak tersebut bukan dilakukan secara sengaja oleh perusahaan. Apalagi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memberikan dukungan penuh terhadap PGN.

"Seharusnya kalau masalahnya sudah selesai, kenaikan harga menjadi wajar karena koreksi harga dinilai sudah waktunya akumulasi atau kesempatan beli," kata Sukarno kepada Katadata.co.id, Selasa (5/1).

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama berpendapat kenaikan harga saham PGAS hari ini memang wajar secara teknikal. Penurunan harga yang terjadi kemarin, telah membentuk pola doji star yang berpotensi membuat sahamnya naik. "Ada potensi stimulus beli pada pergerakan harga saham tersebut," ujarnya.

Selain itu, secara fundamental, PGAS memiliki potensi pertumbuhan kinerja pada tahun ini. Menurut Nafan, pendapatan perusahaan sepanjang 2020 diperkirakan mengalami penurunan sekitar 25%. Namun, tahun ini pendapatan PGAS diprediksi mampu tumbuh 19%.

Dia memperkirakan laba bersih PGAS pada 2020 bisa mengalami pertumbuhan 7,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, tren laba bersih tersebut diperkirakan terus berlanjut tahun ini dan diproyeksikan mampu tumbuh hingga 45% secara tahunan.

Sengketa Pajak PGN

Sengketa pajak yang tengah menjadi perkara hukum PGAS dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), merupakan  transaksi pada tahun pajak 2012 dan 2013. Transaksi ini telah dilaporkan di dalam catatan laporan keuangan per 31 Desember 2017 dan seterusnya.

Pokok sengketanya antara lain, berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK 252 Tahun 2012 terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi. Ini terjadi pada transaksi di tahun pajak 2012.

Lalu, sengketa tahun 2013 berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan. Pada Juni 1998 PGAS menetapkan harga gas dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 disebabkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang sebelumnya harga gas dalam Rp/M3 saja.

DJP berpendapat porsi harga Rp/M3 tersebut sebagai penggantian jasa distribusi yang dikenai PPN. sementara PGN berpendapat harga dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 merupakan satu kesatuan harga gas yang seharusnya tidak dikenai PPN.

"Atas sengketa di atas, DJP menerbitkan 24 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total nilai sebesar Rp 4,15 triliun untuk 24 masa pajak," kata manajemen PGN dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia yang diunggah 30 Desember 2020.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...