Berkat "Bersih-bersih" Kredit, Laba BTN Tahun 2020 Melonjak 671%
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk membukukan laba bersih Rp 1,61 triliun sepanjang 2020, berdasarkan laporan yang belum diaudit. Raihan laba bersih bank BUMN ini tumbuh hingga 671,6% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pelaksana Tugas Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengatakan laba bersih BTN memang tumbuh sangat tinggi karena pada 2019 lalu, laba bersih BTN tercatat turun drastis. Sepanjang 2019, labanya anjlok 92,5% dari Rp 2,8 triliun pada 2018.
"Memang didorong karena tahun 2019 kami lakukan banyak downgrade, bersih-bersih. Sekarang sudah mulai pelan-pelan kami perbaiki sehingga laba kami ke Rp 1,6 triliun," kata Nixon dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Selasa (2/2).
Salah satu pendorong kenaikan laba bersih tersebut adalah penyaluran kredit BTN yang mampu tumbuh 1,7% secara tahunan menjadi Rp 260,12 triliun. Penyaluran kredit tersebut mayoritas diberikan melalui program kredit pemilikan rumah (KPR), baik subsidi maupun non-subsidi.
BTN menyalurkan KPR subsidi sepanjang tahun lalu mencapai Rp 107,13 triliun atau tumbuh hingga 7,7%. Sementara, penyaluran KPR non-subsidi BTN tercatat senilai Rp 71,57 triliun atau mengalami penurunan hingga 1,8%.
Nixon menjelaskan, walaupun terdampak pandemi, BTN masih bisa mengakadkan KPR subsidi kepada 123 ribu rakyat Indonesia di 2020. Penyaluran KPR subsidi tersebut, sebenarnya masih di bawah kapasitas normal perusahaan yang biasanya mencapai 200 sampai 230 ribu.
Secara efektif, pertumbuhan KPR terjadi cukup tinggi sejak Juni sampai Desember 2020. Sementara, pada April dan Mei, terjadi perlambatan karena dampak awal Covid-19. "Sehingga bisa dibilang, dengan efektif bekerja 7-8 bulan, kami bisa menyalurkan (KPR subsidi) sekitar 65-70% dari kapasitas normal kami," katanya.
Sementara, KPR non-subsidi yang mengalami pertumbuhan negatif, terutama terjadi pada segmen kredit pemilikan apartemen (KPA). Menurut Nixon, penurunan KPA bisa terjadi karena di masa pandemi, orang mengurangi investasi di apartemen.
Dari sisi kualitas kredit, BTN berhasil memperbaikinya yang tergambar pada rasio kredit seret alias non-performing loan (NPL). Per akhir 2020, NPL BTN berada pada level 4,24%, membaik dari akhir tahun sebelumnya di level 4,76%.
Perbaikan ini dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya memperbaiki bisnis proses di depan dan cara untuk melakukan collection. Selain itu, BTN juga menjual kredit bermasalah untuk hapus buku, dimana 2020 terealisasi Rp 167,6 miliar atau tumbuh 47,8% secara tahunan.
Dari sisi coverage ratio kredit bermasalah, BTN meningkatkan menjadi 117,3%, jauh lebih tinggi dibandingkan coverage pada 2019 yang hanya 50%. "Memang 2020 kami benar-benar mengubah bisnis proses, memperbaiki keuangan, memperbaiki kualitas SDM, perbaiki teknologi, dorong pertumbuhan digital, di saat yang sama kami harus disiplin coverage ratio menjadi 117%," ujar Nixon.
Sepanjang 2020, BTN mampu menumpuhkan dana pihak ketiga (DPK) hingga 23,8% secara tahunan. Pertumbuhan DPK tersebut, disokong oleh dana murah berupa giro yang mampu tumbuh hingga 38,24% secara tahunan berkat strategi yang diterapkan BTN sepanjang tahun lalu.
"Jadi sekarang kami sudah aktif menanyakan developer nasabah untuk didorong masuk ke giro untuk bertransaksi di BTN. Termasuk mendorong pertumbuhan menggunakan aplikasi cash management, sehingga giro tumbuh signifikan," ujar Nixon.
Dana murah lainnya berupa tabungan, tercatat mengalami penurunan hingga 6,39% secara tahunan. Nixon menjelaskan, penurunan ini disebabkan kategorisasi yang dilakukan BTN karena dulu banyak tabungan yang sebenarnya memiliki bunga tinggi, sehingga akunnya dikategorikan menjadi deposito.
Karena itu, deposito di BTN sepanjang 2020, mengalami pertumbuhan hingga 28,77% secara tahunan. Pertumbuhan deposito tersebut berasal dari deposito segmen komersial yang tumbuh hingga 34,61% secara tahunan.
"Deposito tumbuh tinggi karena kami memiliki masalah di tabungan. Karena kami sedang merapikan tabungan yang isinya berbunga sangat mahal. Ini kita koreksi yang sangat mahal, sebenarnya deposito tapi bungkusnya tabungan," kata Nixon.
Adapun, pertumbuhan DPK yang signifikan ini membuat salah satu rasio likuiditas, kredit terhadap simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) BTN akhirnya bisa tercatat 93,19%, melonggar dibandingkan akhir 2019 yang ada di level 113,5%. Bahkan, LDR BTN sempat berada pada level 99% pada Oktober 2020.
"BTN selama ini dikenal memiliki masalah likuiditas, 71 tahun usia BTN, LDR selalu di atas 100%," kata Nixon.