OJK Rancang Aturan Bank Digital, Modal Minimal hingga Rp 10 Triliun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok ketentuan pendirian bank digital di Indonesia. Ada beberapa bocoran syarat dalam peraturan OJK yang targetnya dapat dirilis sebelum pertengahan 2021, salah satunya terkait dengan batasan modal minimum.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto menjelaskan ada dua jenis bank digital. Pertama, bank yang memang sejak awal didirikan sebagai bank digital. Investornya harus menyampaikan proposal pendirian bank baru.
"Nanti untuk pendirian bank baru, sementara ini draft-nya belum final karena masih akan diskusi. Itu persyaratan minimal modal Rp 10 triliun untuk pendirian bank digital baru," kata Anung dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (18/2).
Jenis bank digital yang kedua, adalah transformasi bank yang sudah ada menjadi bank digital. Beberapa bank, tengah melakukan transformasi seperti Bank Jago milik Jerry Ng dan Patrick Walujo, Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) milik Sea Group melalui Shopee, dan Bank Digital BCA yang sebelumnya bernama Bank Royal.
Nah, bank digital yang merupakan transformasi dari bank yang sudah ada, minimal modalnya lebih kecil dari bank digital yang baru didirikan. Anung mengatakan, dalam rencana POJK, minimal modalnya hanya Rp 3 triliun. Ini mungkin diterapkan pada BKE milik Shopee.
Sementara, minimal modal untuk bank digital yang berada di satu kelompok bank, juga berbeda. Dalam rancangan peraturan, modal minimalnya hanya Rp 1 triliun. Ketentuan ini mungkin diterapkan pada Bank Digital BCA yang merupakan anak usaha PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Meski minimal modalnya berbeda-beda, Anung mengatakan ada beberapa persyaratan yang sama bagi seluruh bank digital. Seperti persyaratan memiliki model bisnis yang realistis dan implementatif dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam memenuhi kebutuhan nasabah.
Kemudian, persyaratan memiliki kemampuan untuk mengelola bank digital yang prudensial dan berkesinambungan. Manajemen bank digital ini juga harus paham mitigasi dan kapabilitas manajemen risiko untuk mengantisipasi berbagai risiko digital, termasuk kejahatan siber (cyber crime).
Dalam rancangan peraturan juga disyaratkan bank digital harus memiliki perlindungan data nasabah. Lalu, memenuhi aspek tata kelola, termasuk direksi memiliki kompetensi di bidang teknologi dan informasi.
OJK juga membuka peluang persyaratan terkait dengan kantor pusat, dimana bank digital dimungkinkan untuk memiliki hanya satu kantor pusat saja. Sehingga, seluruh layanan dilakukan secara digital.
"Lalu normatif, termasuk perlindungan data nasabah, memberikan upaya kontributif untuk perkembangan ekosistem keuangan digital, termasuk inklusi keuangan," kata Anung menambahkan.