Dua Startup dari Inkubator BEI Bakal IPO Semester I Tahun Ini
Bursa Efek Indonesia mengungkapkan setidaknya dua perusahaan rintisan (startup) yang tengah berancang-ancang melangsungkan penawaran saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO) pada semester I 2021. Startup tersebut berasal dari IDX Incubator, yakni ruang inkubasi khusus perusahaan dengan skala kecil dan menengah agar menjadi perusahaan tercatat di bursa.
"Sampai saat ini yang berencana melantai di Bursa Efek Indonesia pada semester I tahun 2021 adalah sebanyak 2 binaan," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI Gede Nyoman Yetna Setya dikutip Kamis (18/2).
Ia mengatakan, per tanggal 17 Februari 2021, total binaan IDX Incubator sebanyak 114 binaan yang berasal dari beberapa kota besar di Tanah Air. Rinciannya, sebanyak 62 binaat berasal dari Jakarta, 24 dari Bandung, dan 28 berasal dari Surabaya.
Sementara, untuk perusahaan binaan Bursa yang tergabung dalam program Road to IPO, totalnya ada sebanyak 45 binaan. Dari Jakarta ada sebanyak 19 binaan, Bandung ada 12 binaan, dan Surabaya memiliki 14 binaan.
Program Road to IPO ini muncul setelah Bursa meluncurkan papan pencatatan baru yaitu papan akselerasi pada 2019 untuk emiten-emiten berskala kecil. Program ini merupakan pengembangan dari IDX Incubator yang dimulai sejak 2017.
"Kami bekerja sama dengan beberapa ahli sebagai mitra kami dalam menjalankan program IDX Incubator, yaitu konsultan hukum, venture capital, kantor akuntan publik, dan lain-lain," kata Nyoman.
Hingga saat ini, totalnya sudah ada 3 emiten binaan Bursa dalam program IDX Incubator yang melantai di pasar saham. Ketiganya yaitu PT Yelooo Integra Datanet Tbk (YELO), PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (PGJO), dan PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH).
Emiten pertama yang melakukan IPO adalah YELO pada 29 Oktober 2018 lalu. dengan harga penawaran saham senilai Rp 376 per saham. Sayangnya, hingga perdagangan sesi pertama Kamis (18/2), sahamnya berada di harga Rp 50 per saham artinya turun 87% sejak IPO.
Saham berikutnya yang melantai di Bursa adalah PGJO pada 8 Januari 2020 dengan harga penawaran Rp 80 per saham. Sayangnya, harga saham PGJO juga mengalami penurunan sebesar 29% sejak saat itu, menjadi Rp 57 per saham pada hari ini.
Sementara, emiten binaan Bursa yang paling bontot melantai adalah CASH yang IPO pada 4 Mei 2020. Saat itu, CASH menawarkan saham di harga Rp 350 per saham. Sementara, saat ini harganya Rp 356 per saham atau naik 2% dari saat IPO.
Emiten-emiten startup lainnya di Bursa Efek Indonesia, memiliki performa yang lebih baik. Seperti saham PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) yang sejak IPO pada 1 November 2017 lalu dengan harga penawaran Rp 1.385 per saham, mengalami kenaikan 197% menjadi Rp 4.110 per saham.
Begitu juga dengan saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) yang IPO pada 17 September 2019 dengan harga penawaran Rp 180 per saham. Kini harga sahamnya senilai Rp 515 per saham yang artinya sudah mengalami kenaikan 186% sejak IPO.
Harga saham PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (KIOS) juga mengalami kenaikan hingga 145% sejak IPO pada 5 Oktober 2017 hingga kini. Saat IPO, perusahaan menawarkan saham senilai Rp 300 per saham, sedangkan harganya saat ini di pasar Rp 735 per saham.
Selain startup yang memiliki skala kecil, pelaku pasar saham tengah menanti IPO dari startup berskala besar yang menyandang status unicorn atau bahkan decacorn, perusahaan beraset di atas US$ 1 miliar. Bursa pun mengakomodasi tiga keinginan para pendiri dan manajemen dari startup jumbo tersebut.
"Kami harapkan lebih banyak lagi IPO perusahaan tahun ini dibandingkan tahun 2020. Kemungkinan juga akan ada IPO besar tahun ini dari unicorn Indonesia," kata Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa, Kamis (11/2).
Direksi BEI yakin unicorn Indonesia akan merealisasikan IPO tahun ini karena sudah intensif bertemu dengan para pemilik unicorn sejak tahun lalu. Pertemuan tersebut untuk membantu perusahaan masuk ke pasar modal.