Pengungkapan kasus suap dalam perizinan proyek Meikarta mulai mengarah ke kejahatan korporasi. Berdasarkan identifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), praktik suap ini dilakukan untuk keuntungan korporasi, yakni PT Lippo Cikarang, dari izin proyek tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan lembaganya telah mengidentifikasi enam proses perizinan berbau praktik suap. Perizinan tersebut di antaranya  lzin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT), lzin Prinsip Penanaman modal dalam negeri,  Izin Lingkungan dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), hingga Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi.

Advertisement

"(Tapi) apakah korporasinya yang terlibat atau tidak terlibat, saat ini kami belum bisa simpulkan. Karena baru 11 orang yang diproses," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (30/7). (Baca: KPK Telusuri Peran Korporasi dalam Pengembangan Kasus Suap Meikarta)

Sebelumnya, KPK menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta. Lima orang dari jajaran Pemerintah Kabupaten Bekasi sebagai penerima suap, yakni Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi.

Kemudian empat orang swasta sebagai pemberi suap, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta Pegawai Lippo Group Henry Jasmen. Para tersangka dari jajaran pemkab Bekasi diduga menerima Rp 7 miliar sebagai bagian dari fee fase pertama dengan total Rp 13 miliar.

(Baca: Mendagri Mengaku Telepon Bupati Neneng soal Izin Proyek Meikarta)

Kronologi Kasus Suap Izin Proyek Meikarta

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan pengungkapan kasus Meikarta bermula dari informasi masyarakat hingga penyelidikan sejak November 2017. Setahun kemudian, pada pertengahan Oktober 2018, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan di Kabupaten Bekasi dan Surabaya.

Pada 14 Oktober 2018, KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari konsultan Lippo Group bernama Taryudi kepada Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi. Setelah penyerahan uang, keduanya, yang menggunakan mobil masing-masing, berpisah.

Sejam kemudian, Tim KPK mengamankan Taryudi di jalan area Perumahan Cluster Bahama, Cikarang, Jawa Barat. KPK menemukan uang senilai 90 ribu dolar Singapura dan Rp 23 juta di mobil Taryudi. Di saat yang bersamaan Tim KPK lainnya mengamankan konsultan Lippo Group bernama Fitra Djaja Purnama di kediamannya di Surabaya.

(Baca: Mantan Presdir Lippo Cikarang Diduga Suap Rp 10 Miliar untuk Meikarta)

Masih di hari yang sama, KPK mengamankan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkab Bekasi Jamaludin di sebuah gedung pertemuan di Bekasi. Tim KPK mengamankan pegawai Lippo Group, Henry Jasmen, di kediamannya di Bekasi. Keesokan harinya, Tim KPK mengamankan enam orang di kediamanmya masing-masing di daerah Bekasi. Mereka adalah Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, Asep Buchori, Daryanto, Kasimin, dan Sukmawatty.

Berlanjut hari berikutnya, KPK memeriksa Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin dan langsung menetapkannya sebagai tersangka. Setelah itu, KPK melakukan penggeledahan di 10 lokasi, di antaranya rumah pribadi Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, Kantor Bupati Bekasi, Kantor DPMPTSP Kabupaten Bekasi, rumah Billy Sindoro, hingga Gedung Matahari Tower di Tangerang.

Sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini pun diproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Maret 2019, Hakim menetapkan empat orang pihak perusahaan, yakni Billy Sindoro, Hendry Jasmin P Sitohang, Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, bersalah melakukan tindakan suap untuk memuluskan izin proyek Meikarta.

(Lihat Infografik: Skandal Suap Meikarta)

Billy didakwa 3,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, lebih rendah dari tuntutan jaksa lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Hendri Jasmin divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Sedangkan Fitra dan Taryudi divonis 1,5 tahun dan denda Rp 50 juta. Tak puas dengan putusan hakim, Pengacara Billy Sindoro dan Jaksa KPK pun melakukan banding.

Dua bulan setelah vonis Billy, Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menyatakan Neneng Hassanah terbukti menerima suap sebesar Rp 10,63 miliar dan 90 ribu dolar Singapura terkait perizinan proyek Meikarta. Neneng divonis enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement