Kondisi global yang masih menghadapi ketidakpastian tidak membuat pemerintah pesimistis terhadap target pertumbuhan ekonomi tahun depan. Pemerintah masih yakin pertumbuhan ekonomi 2019 lebih tinggi dari tahun ini. Sementara ekonom dan lembaga lokal dan internasional menilai pemerintah tak akan mampu mencapai target.

Dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019, pemerintah dan DPR mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan bisa lebih tinggi dari yang dipatok APBN. Sedangkan tahun ini, dia memprediksi hanya akan tumbuh 5,2%, lebih rendah dari target APBN 2018 sebesar 5,4%.

"Tahun depan bisa tinggi sedikit dari tahun ini, mencapai 5,3%-5,4%," kata Darmin di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jumat (28/12). Sentimen tahun politik akan mengerek pertumbuhan ekonomi 2019. Konsumsi masih menjadi motor penggerak utama perekonomian. Tahun politik akan meningkatkan aktifitas ekonomi, terutama dari konsumsi pemerintah dan rumah tangga.

(Baca: PDB Ekonomi Kreatif Minimal Tumbuh 6,75% pada Tahun Depan)

Keyakinan pemerintah mengenai perekonomian Indonesia 2019 ternyata tidak didukung oleh Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Mereka menilai sulit mencapai target pertumbuhan 5,3%. Lembaga pemeringkat global, seperti Fitch dan S&P memprediksi perekonomian Indonesia tahun depan hanya akan mencapai 5,2%. Bahkan, proyeksi Moody's hanya 4,8%, lebih rendah dari tahun ini. Indonesia dianggap masih rentan terhadap sentimen eksternal.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
(Katadata)

Dari dalam negeri, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya akan mencapai 5,2%. Ketidakpastian global akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, serta kondisi di negara-negara Uni Eropa, menjadi penghambat utama perekonomian Indonesia.

Mengutip proyeksi World Economic Outlook, pertumbuhan ekonomi dunia kemungkinan berkisar 3,73% tahun ini, dan turun menjadi 3,70% tahun depan. Secara khusus ekonomi AS juga diprediksi turun dari 3% tahun ini menjadi 2,5% tahun depan. Sedangkan perekonomian Tiongkok sebesar 6,6% tahun ini dan 6,5% tahun depan.  

Perekonomian AS sudah menunjukkan perlambatan, terlihat dari data lapangan pekerjaan yang jauh dari harapan pada bulan lalu. Dampak stimulus fiskal berupa pemotongan pajak bagi industri yang dilakukan Presiden Trump, sudah mulai menunjukkan penurunan. Selain melambat, ekonomi AS diperkirakan juga akan jatuh pada resesi pada 2020.

(Baca: Pertumbuhan Ekonomi AS Diproyeksi Melemah, Asia Bakal Terseret)

Tak berbeda jauh, kondisi ekonomi Tiongkok juga mengalami perlambatan. Ekspor tak bisa diharapkan, lantaran perang dingin dengan AS. Tumpuan utama negara ini hanya pada investasi. Karena perekonomian domestiknya melambat, investor Tiongkok cenderung menyasar pasar luar negeri, salah satunya Indonesia.

“Yang harus diwaspadai adalah investasi yang bersaing dengan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia. Harus ada pembenahan di sektor UMKM Indonesia,” kata Anggota Dewan Komisioner LPS, Destry Damayanti.

Konsumsi masih akan menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Konsumsi akan membuat pertumbuhan kredit perbankan mencapai 12%. Belanja pemerintah dan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI), berada di peringkat dua dan tiga penyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan.

(Baca juga: Gubernur BI Cermati Tiga Tantangan Ekonomi Global Tahun Depan)

Menurutnya, FDI tahun depan akan stagnan. Penyebabnya, agenda politik nasional akan membuat investor asing ragu berinvestasi. Asing baru berani menanamkan modal di Indonesia pada semester II, setelah Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 terpilih.

Masih stagnannya investasi asing langsung, membuat Indonesia menggantungkan diri pada investasi portfolio yang bersifat jangka pendek. Padahal, dana panas di pasar modal ini tidak bisa menjadi tumpuan dan lebih bersifat fluktuatif. Di sisi lain, sumber dana dalam negeri mengalami keterbatasan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement