Kontribusi Sawit terhadap Penerimaan Negara Belum Optimal

Tim Riset dan Publikasi
Oleh Tim Riset dan Publikasi - Tim Publikasi Katadata
25 Oktober 2019, 17:34
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.
Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.

Setahun setelah moratorium pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit berjalan, masih banyak persoalan di lapangan yang belum dapat perhatian. Tumpang tindih perizinan dan peruntukan lahan hanya sebagian di antaranya.

Tak tanggung-tanggung, dari analisis spasial Madani Berkelanjutan ditemukan 1 juta hektare kebun sawit milik 724 perusahaan berada di dalam kawasan hutan primer dan lahan gambut prioritas restorasi yang tersebar di 24 provinsi. Sebagian besar kebun sawit itu sudah beroperasi dan sebagian sudah mendapatkan izin tapi belum melakukan pembukaan.

Kawasan hutan yang masuk dalam alokasi izin untuk perkebunan kelapa sawit tapi belum dilakukan pembukaan ini yang menurut Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya masih dapat diselamatkan. Sebagai contoh perkebunan kelapa sawit di Papua yang bukan hanya berada di kawasan hutan, melainkan  di hutan alam primer dan wilayah restorasi gambut. Kedua area itu sudah dinyatakan sebagai kawasan yang dilindungi sejak 2016. Bahkan sejak Mei 2011, pemerintah sudah melarang kegiatan apa pun di hutan alam primer.

Memiliki kebun yang separuhnya berada di kawasan yang harus dikonservasi, SMART Tbk sejak 2014 membuat kebijakan tidak lagi membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan fokus pada perbaikan berkelanjutan terhadap kebun yang sudah dikelola. Jumlah perkebunan yang dikelola SMART ada 180 kebun tersebar di 12 provinsi, sebagian besar Kalimantan dan Sumatera (tidak ada di Sulawesi), termasuk di Papua yang sudah dimiliki sejak 30-an tahun lalu dan sudah replanting.

Direktur Sinar Mas Agus Purwanto yang dijumpai tim Katadata di Sinar Mas Land Tower Jakarta, pada akhir Agustus 2019 lalu memaparkan total areal tanam SMART Tbk di Indonesia 498.395 hektare, termasuk kebun milik petani swadaya. Di antara luasan itu, 70-an ribu hektare (seluas Singapura) adalah kawasan hutan yang harus dijaga.

“Kami punya tim yang tiap tahun berkeliling dari satu kebun ke kebun lain, membuat pemetaan partisipatif dengan masyarakat. Di masa depan, itu menjadi investasi yang akan menjaga keberlangsungan kebun kami,” ujar Agus.

Bancakan penguasa

Lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan, dan pengendalian di sektor kelapa sawit, menjadikannya rawan terhadap persoalan korupsi, yang seringkali melibatkan kepala daerah.

Kepada tim Katadata di Kantor Sekretariat Madani Berkelanjutan di Jakarta Selatan, Selasa, 10 September 2019, Teguh menyampaikan, “Sudah jadi rahasia umum bahwa banyak politisi yang duduk sebagai wakil rakyat memiliki hubungan erat dengan bisnis kelapa sawit. Dari kajian KPK dan BPK, bisnis sawit banyak ‘bolongnya’, banyak curangnya, bahkan banyak merugikan negara hingga triliunan rupiah.”

Bupati Buol periode 2007-2012, Amran Batalipu, misalnya, yang dicokok KPK pada 2012. Dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima pemberian atau janji berupa uang Rp3 miliar dari PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP)/ PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM). Suap yang diberikan dalam dua tahap, masing-masing Rp1 miliar dan Rp2 miliar, itu adalah barter atas jasa Amran membuat surat rekomendasi terkait izin usaha perkebunan dan hak guna usaha perkebunan untuk PT HIP/ PT CCM di Buol, Sulawesi Tengah.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengganjar Amran hukuman tujuh tahun enam bulan penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Sebelumnya, dua Gubernur Riau masuk penjara berhubungan juga dengan pemberian izin lahan, yakni Rusli Zainal (menjabat 2003-2008, dan 2008-2013) serta Annas Maamun (menjabat Februari-September 2014).

Rusli Zainal divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada 12 Maret 2014 akibat dua kasus. Dia dinilai melanggar hukum karena mengesahkan izin kehutanan Bagan Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (BKT-UPHHKHT) terhadap sembilan perusahaan. Pengesahan itu menyebabkan pembukaan hutan alam dan merugikan negara Rp265 miliar.

Setahun kemudian, pada 24 Juni 2015, Gubernur Annas Maamun  mendapat vonis enam tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung dan membayar denda Rp200 juta, subsider dua bulan kurungan. Dia terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap alih fungsi kawasan hutan di Riau. Annas ditangkap KPK terkait izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit pada September 2014.

Halaman:
Reporter: Tim Riset dan Publikasi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...