Kantongi Izin HTR, Masyarakat Register 40 Tak Lagi Ragu Berkebun

Hanna Farah Vania
Oleh Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
11 Desember 2020, 20:06
Lokasi HTR di Wilayah UPTD KPH Gedong Wani Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
UPTD KPH Gedong Wani
Lokasi HTR di Wilayah UPTD KPH Gedong Wani Dinas Kehutanan Provinsi Lampung

Sekilas, Desa Jatibaru di Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, itu tampak tak ada beda dengan desa lain. Di pagi hari, usai sarapan, para petani akan berangkat ke sawah untuk berladang. Begitu pula anak-anak dan para remaja bergegas ke sekolah untuk belajar. Pasar Tanjung Bintang juga selalu ramai dengan warga yang berbelanja memenuhi kebutuhan pangan.

Siapa menyangka, rumah dan sawah milik warga beserta pelbagai fasilitas di desa itu sebenarnya berada di dalam kawasan hutan Register 40. Hutan itu membentang di dua kabupaten di Lampung yakni Lampung Selatan dan Lampung Timur. Sudah puluhan tahun hutan Register 40 dirambah dan berubah menjadi perkampungan. Desa Jatibaru ini hanya satu di antaranya.

Kawasan hutan Register 40 sudah ditetapkan sebagai hutan sejak zaman kolonial Belanda lewat Besluit Resident Lampung District No. 372 tanggal 12 Juni 1937. Bekas wilayah hutan Register 40 bersama hutan Register 5, Register 35, dan Register 37, kini menjadi wilayah kerja Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Gedong Wani.

Kini hampir tak ada lagi wilayah tutupan hutan di KPH Gedong Wani, termasuk bekas wilayah hutan Register 40. Perambahan hutan besar-besaran sudah terjadi sejak 1960-an. Dari total luas areal kelola KPH Gedong Wani seluas 30.243 hektare, hampir 85 persen di antaranya sudah berupa pertanian lahan kering dan perkebunan. Sisanya menjadi permukiman.  Jumlah penduduk yang berada di dalam areal kelola KPH Unit XIV Gedong Wani sebanyak 19.183 kepala keluarga pada 2015. Mereka tersebar di 39 desa.

Lantaran berada di dalam kawasan hutan, status lahan pertanian, kebun dan permukiman jadi persoalan. “Banyak masyarakat yang membentuk desa definitif, akibatnya belum ada perlindungan,” ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD KPH Gedong Wani Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Dwi Maylinda saat wawancara daring dengan Tim Riset Katadata (26/10).

Sepanjang tahun 1999 sampai 2000, kawasan hutan di Provinsi Lampung makin ciut. Hal ini terjadi karena pelepasan kawasan hutan seluas 145.125 hektare melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan nomor 256 tahun 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Provinsi Lampung. Pelepasan kawasan hutan tersebut melahirkan persoalan baru.

Sertifikasi lahan bekas hutan oleh Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lampung ternyata malah memunculkan sertifikat-sertifikat tanah di kawasan hutan. Hal ini terjadi lantaran BPN tak melibatkan dinas kehutanan dalam proses sertifikasi. Kasus seperti ini juga terjadi di kawasan hutan Register 40. Alhasil, masyarakat tidak memiliki kekuatan hukum untuk tinggal di wilayah tersebut. Bisa saja suatu waktu dapat diusir karena tinggal dalam kawasan hutan.

Seperti biasa, ada saja oknum-oknum yang mencoba ‘mengail di air keruh’, memanfaatkan masalah sertifikasi lahan tersebut. “Banyak oknum yang menjanjikan sertifikasi lahan perumahan kepada masyarakat dan membantu melepaskan status wilayahnya menjadi kawasan bukan hutan,” ucap Dwi. Janji-janji palsu seperti itu tentu saja bukan jalan keluar bagi warga yang kini masih tinggal dan hidup dari kawasan hutan Gedong Wani.

HTR Jadi Jalan Keluar

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...