Indonesia Butuh Penyelesaian Sengketa Konsumen yang Lebih Baik

Sinatrya Primandhana
Oleh Sinatrya Primandhana - Tim Riset dan Publikasi
24 Maret 2022, 09:00
Sinatrya Primandhana
Katadata

Indonesia Butuh Penyelesaian Sengketa Konsumen yang Lebih Baik

Oleh: Sinatrya Primandhana

Teknologi digital telah mengubah cara hidup kita karena hampir semua aktivitas kini dapat dilakukan secara daring. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas, terutama pada aktivitas jual beli barang. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah konsumen dan nilai transaksi e-commerce.

Pada tahun 2020 misalnya, hanya terdapat 17 juta konsumen e-commerce di Indonesia dengan nilai transaksi Rp 266 triliun. Kemudian pada tahun 2021, jumlah konsumen naik menjadi 32 juta dengan nilai transaksi yang meningkat menjadi Rp 401 triliun.

Angka-angka tersebut diproyeksikan akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang, seiring dengan meningkatnya pengguna smartphone, peningkatan literasi digital, serta pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.

Sayangnya, peningkatan nilai transaksi dan jumlah konsumen e-commerce di Indonesia juga diikuti dengan meningkatnya jumlah sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Sengketa tersebut mencakup antara lain permasalahan transaksi gagal dan klaim atas penipuan.

Kementerian Perdagangan telah menerima 9.393 pengaduan yang diajukan oleh konsumen e-commerce sepanjang tahun 2021. Jumlah tersebut 10 kali lebih tinggi dari jumlah pengaduan pada tahun 2020. Dengan tingginya potensi sengketa yang ditimbulkan dari transaksi elektronik, konsumen Indonesia membutuhkan mekanisme penyelesaian sengketa yang mudah, cepat dan terjangkau.

Sayangnya, mekanisme penyelesaian sengketa yang saat ini diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) tampaknya belum dapat memberikan perlindungan konsumen yang optimal di era digital. Sebab, UU tersebut belum mengakomodasi ketentuan yang secara khusus menangani sengketa transaksi elektronik. 

Tantangan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Saat Ini

Ketika suatu transaksi bermasalah, pilihan penanganan pertama oleh konsumen adalah mengajukan pengaduan melalui mekanisme penanganan pengaduan internal pelaku usaha yang bersangkutan. Jika opsi ini gagal, UU Perlindungan Konsumen menawarkan dua mekanisme; mekanisme litigasi melalui pengadilan dan mekanisme penyelesaian sengketa alternatif melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Mekanisme litigasi konvensional mungkin bukan yang paling cocok untuk menyelesaikan sengketa konsumen e-commerce. Hal ini terutama karena klaim gugatan sengketa yang pada umumnya berjumlah kecil.

Meskipun jumlah klaim yang disengketakan tidak banyak, proses litigasi biasanya membutuhkan biaya tambahan. Hal itu mencakup biaya administrasi, biaya pengacara, serta biaya eksekusi yang totalnya dapat melebihi nilai sengketa konsumen. Oleh karena mekanisme litigasi ini sulit untuk dijalankan oleh konsumen.

Menanggapi kekurangan tersebut, Mahkamah Agung (MA) telah memperkenalkan mekanisme gugatan sederhana yang dirancang untuk memberikan proses yang cepat, sederhana dan terjangkau untuk gugatan perdata di bawah Rp 500 juta. Mekanisme ini dapat mengakomodasi gugatan sengketa e-commerce yang klaimnya berjumlah kecil.

Namun, mekanisme ini tetap berpotensi menimbulkan persoalan bagi konsumen e-commerce yang tinggal di wilayah berbeda dengan pelaku usaha. Karena, ada syarat yang mengharuskan pihak-pihak yang bersengketa untuk berdomisili di wilayah yang sama agar gugatan dapat diproses.

Untungnya, MA kini mengizinkan gugatan sederhana diproses meskipun ada perbedaan domisili. Hal ini dapat dilakukan jika penggugat mengajukan gugatan melalui kuasa atau wakil mereka yang berdomisili di wilayah yang sama dengan pihak tergugat. Namun, terlepas dari fleksibilitas tersebut, pihak yang bersengketa tetap wajib menghadiri semua proses secara langsung.

Selain itu, terkait dengan aspek litigasi, konsumen dengan pokok permasalahan dan kepentingan yang sama juga dapat memilih untuk mengajukan gugatan secara kolektif ke pengadilan melalui mekanisme class action.

Mekanisme ini lebih efisien karena para konsumen dapat menunjuk satu pihak untuk mewakili mereka di pengadilan. Hal ini dapat mengurangi formalitas dan biaya penunjukan perwakilan. Selain itu, tindakan kolektif konsumen seperti ini juga dapat memperkuat posisi konsumen terhadap pelaku usaha.

Namun, dalam menjalankan mekanisme class action, konsumen harus memastikan bahwa perwakilan yang ditunjuk benar-benar mengalami kerugian secara langsung dari pelaku usaha yang sama dalam sengketa yang diajukan, serta memiliki kepentingan yang sama dengan konsumen. Hal ini dibuktikan dengan dokumen transaksi, misalnya perjanjian atau bukti transaksi.

Konsumen mungkin saja tidak menyadari persyaratan ini, sehingga akhirnya mereka melakukan kesalahan ketika menunjuk pengacara atau lembaga untuk mewakili mereka.

Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen kedua yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen adalah penyelesaian sengketa alternatif melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase oleh BPSK, sesuai kesepakatan para pihak yang bersengketa. Sebagaimana halnya dengan litigasi, mekanisme non-litigasi ini juga dapat menimbulkan beberapa persoalan.

Sebagai permulaan, konsumen dan pelaku usaha biasanya sulit menyepakati penyelesaian sengketa melalui BPSK. Bahkan ketika persetujuan tersebut telah tercapai, UU Perlindungan Konsumen menetapkan ketentuan yang membingungkan tentang kekuatan mengikat dari keputusan BPSK.

UU Perlindungan Konsumen menyatakan keputusan BPSK bersifat final dan mengikat. Namun, masih memungkinkan para pihak yang bersengketa untuk menggugat keputusan tersebut ke pengadilan negeri dan MA setelahnya.

Halaman:
Sinatrya Primandhana
Sinatrya Primandhana
editor Divisi Legal Research and Analysis di Hukumonline

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...