UU Cipta Kerja Memicu Ketidakpastian Sektor Hulu Migas

Image title
9 Oktober 2020, 16:51
omnibus law, uu cipta kerja, uu migas, skk migas, kementerian esdm
??????? ??????/123fr
Aturan sektor migas dalam UU Cipta Kerja.

Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR memuat aturan pengelolaan minyak dan gas bumi (migas). Beberapa pasal dalam Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 tak tampak lagi dan menimbulkan ketidakpastian investasi di sektor ini.

Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan UU Cipta Kerja mengubah sistem rezim hulu migas dari kontrak kerja sama menjadi perizinan berusaha. Peraturan perizinan berusaha juga menjadi tak utuh dan rancu karena Pasal 4A dalam UU Migas telah dicabut.

Advertisement

Pada pasal itu tertulis kegiatan usaha hulu migas diselenggarakan oleh pemerintah pusat sebagai pemegang kuasa pertambangan. Dengan begitu, pemerintah dapat membentuk atau menugaskan badan usaha milik negara khusus atau BUMNK sebagai pelaksana kegiatan usaha migas.

Pasal 4A identik dengan ketentuan kuasa pertambangan migas yang diberikan kepada Pertamina melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 44 tahun 1960 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971.

Karena itu, Pri Agung mempertanyakan kepada siapa nantinya izin itu diberikan jika rezimnya berubah menjadi perizinan berusaha.

"Apakah kepada badan-badan usaha secara langsung seperti halnya yang diterapkan di pertambangan mineral dan batu bara (minerba)? Atau nantinya akan kepada badan usaha tertentu (khusus) yang dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain," ujar dia kepada Katadata.co.id, Jumat (9/10).

Kepastian hukum sektor migas melalui undang-undang mendesak diselesaikan. Apalagi, UU Cipta Karya muncul untuk meningkatkan investasi dan lapangan kerja. Tanpa aturan yang jelas, ia tak yakin aliran modal dapat meningkat ke sektor ini.

Masalahnya sekarang pemerintah tak kunjung merampungkan revisi UU Migas dan ini menimbulkan tanda tanya. Padahal, revisi UU Minerba telah selesai dalam waktu singkat pada awal tahun ini. Pemerintah sekarang juga sedang mengebut untuk menyelesaikan pembahasan rancangan undang-undang energi baru terbarukan RUU EBT.

Revisi UU Migas sudah diamanatkan sejak panitia khusus atau pansus bahan bakar minyak (BBM) pada 2008 serta putusan Mahkamah Konstitusi. "Seharusnya Revisi UU Migas mendapat prioritas lebih dan diselesaikan terlebih dahulu," kata Pri Agung.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan pemerintah dan DPR sepakat pembahasan detail aturan itu akan masuk di revisi UU Migas. "Sub-klaster minyak bumi tetap UU Migas. Pembahasannya mulai di 2021," kata dia pada saat konferensi pers virtual, Rabu (7/10).

Blok Migas Pertamina Hulu Energi
Ilustrasi blok migas. (Pertamina Hulu Energi)

Sektor Migas Tak Lagi Jadi Prioritas Pemerintah?

Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal Husin mengatakan rencana pembahasan RUU Migas sudah berlangsung cukup lama. Namun, hingga kini tak kunjung terealisasi.

Dalam lima dekade terakhir, UU Migas telah berubah dua kali. Pada saat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 masih berlaku, kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS masih di bawah Pertamina. Perusahaan pelat merah ini bertanggung jawab dari soal pembebasan lahan hingga perizinan.

KKKS pun dijamin porsi bagi hasilnya dalam klausul assume and discharge. Kontraktor hanya fokus menemukan cadangan dan mengembangkannya sesuai rencana.

Nah, UU Migas tahun 2001 kemudian muncul. Pengelolaan hulu migas kemudian dilaksanakan oleh BP Migas, sekarang bernama SKK Migas. Segala kewajiban mengenai pembebasan lahan dan perizinan menjadi tanggung jawab penuh KKKS. SKK Migas hanya berperan mendampingi.

Lahan yang dikerjakan kontraktor pun menjadi milik negara. “Itu pun dengan risiko tidak dikembalikan uangnnya bila lapangan tidak ekonomi,” kata Mosche.

Kondisi kemudian menjadi pelik karena cadangan migas dari tahun ke tahun menipis. Penemuan cadangan baru pun minim. Di sisi lain, biaya operasional semakin mahal. Investasi migas kemudian menjadi tidak menarik. Pemerintah lalu ingin mengubahnya dengan melakukan revisi UU Migas, yang sampai sekarang tak kunjung masuk ke pembahasan dengan DPR.

Berdasarkan data BP cadangan minyak terbukti Indonesia menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun. Pada 1980, angkanya di 11,6 miliar bare. Lalu, di 2017 anjlok tinggal 3,17 miliar barel, di bawah Malaysia (3,6 miliar barel) maupun Vietnam (4,4 miliar barel). Grafik Databoks berikut menunjukkan tren tersebut.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement