Morgan Stanley: Nikel Bakal Geser Batu Bara Jadi Komoditas Unggulan RI

Sorta Tobing
12 Oktober 2020, 11:58
batu bara, nikel, tambang, komoditas, mobil listrik, smelter, morgan stanley, investasi
ANTARA FOTO/REUTERS/Yusuf Ahmad
Morgan Stanley memprediksi penggerak produk komoditas Indonesia akan bergeser dari batu bara ke nikel.

Riset bank investasi dan keuangan asal Amerika Serikat, Morgan Stanley, memprediksi penggerak produk komoditas Indonesia akan bergeser dari batu bara ke nikel. Ekspornya diperkirakan akan naik seiring dengan peningkatan investasi yang signifikan dari perusahaan Tiongkok.

Potensi itu semakin besar karena Indonesia memiliki cadangan bijih nikel terbesar di dunia. Kualitasnya pun sesuai untuk bahan baku baterai mobil listrik (EV). “Kami yakin batu bara tidak akan melanjutkan perannya sebagai pendorong utama pertumbuhan karena banyak negara ingin menurukan emisi karbon dalam perekonomiannya,” tulis riset yang dirilis Selasa lalu, (6/10).

Sejak 2000 hingga awal 2010, pertumbuhan ekonomi negara ini ditopang oleh batu bara. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto di atas 10%. Namun, angkanya terus menurun dan pada kuartal kedua tahun ini menjadi hanya 7% seiring dengan pelemahan konsumsinya.

Analis komoditas global Morgan Stanley Susan Bates memperkirakan permintaan jangka menengah untuk nikel justru akan bullish. “Hal ini mengingat prospek permintaan stainless (baja tahan karat) dan kendaraan listrik yang kuat,” katanya.

Prediksinya, permintaan stainless akan naik sebesar 2% per tahun hingga 2025 seiring intensitas penggunaannya di pasar negara berkembang. Permintaan nikel untuk kendaraan listrik juga berperan penting dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Pertumbuhannya dapat mencapai 12% pada 2025 dan 23% pada 2030.

Produksi nikel negara ini, menurut catatan Wood Mackenzie, naik 36% pada 2014 hingga 2019 menjadi 817 ribu ton. Angka ini setara 32% pangsa pasar global atau yang terbesar di dunia. Kenaikan itu terjadi berkat percepatan investasi di pabrik pengolahan dan peleburan (smelter) nikel. Produksinya tahun lalu mencapai 448 ribu ton atau 19% dari pasokan global.

Vale dan Aneka Tambang mendorong penambahan produksi tersebut. Lalu, perusahaan asal Tiongkok juga mendongkrak angkanya. Yang terbesar adalah investasi Tsingshan bersama Delong melalui PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) yang beroperasi di Konawe, Sulawesi Tenggara. Perusahaan menggelontorkan dana US$ 6 miliar (sekitar Rp 88 triliun) untuk membangun smelter komoditas tambang itu.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...