Tantangan Besar Indonesia Merebut Pasar Ekspor LNG di Tiongkok
Permintaan gas alam cair alias LNG diperkirakan meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini seiring dengan masifnya negara di Asia menggenjot bahan bakar fosil tersebut.
Indonesia berpeluang menangkap pasar itu. Apalagi akhir tahun ini kontrak penjualan LNG jangka panjang dengan Western Buyer Extention atau WBX rampung. Pasokan gas dalam negeri melimpah.
Salah satu negara yang sedang mengerjakan gas alam cair adalah Tiongkok. Melalui perusahaan pelat merah, negara itu berencana menambah 1,62 juta meter kubik tangki penyimpanan gas alam cair di Binhai, Provinsi Timur Jiangsu.
Perluasan tersebut akan terdiri dari enam tangki dengan kapasitas penyimpanan masing-masing 270 ribu meter kubik. Mengutip Reuters, Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset Milik Negara Tiongkok menyebutkan konstruksi proyek itu selesai pada 2023.
Pemerintah Henan bakal berinvestasi dalam dua tangki. CNOOC akan tetap mengoperasikannya untuk memenuhi permintaan gas dari Henan dan Jiangsu.
Untuk tahap pertama, terminal LNG Binhai CNOOC dirancang untuk menerima tiga juta ton LNG per tahun. Ada empat tangki penyimpanan di dalamnya dan akan beroperasi pada 2021.
Vietnam pun memulai langkah ambisius untuk menggenjot pembangunan pembangkit listrik LNG mulai 2021 hingga 2025. Institut Energi Vietnam tengah menyusun rencana pengembangan gardu induk baru dan menyusun 22 pembangkit listrik tenaga gas.
Potensi listrik dari proyek itu mencapai 108,6 gigawatt (GW). Pembangkit pertama akan beroperasi pada 2023. Mengutip dari Nikkei, Vietnam telah menunjuk Tokyo Gas dan Marubeni untuk membangun pembangkit senilai US$ 2 miliar.
Dua perusahaan asal Jepang tersebut telah menandatangani nota kesepahaman dengan Petrovietnam dan perusahaan konstruksi lokal. Kesepakatan ini terjadi di tengah Cina, Jepang, dan Korea Selatan berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca di Asia dalam beberapa dekade mendatang.
Tiongkok menargetkan menjadi netral karbon pada 2060. Lalu, Jepang dan Korea Selatan akan merealisasikan target itu satu dekade lebih cepat.
Gas memegang peran kunci dalam rencana mencegah perubahan iklim tersebut. Meskipun berasal dari bahan bakar fosil, emisi karbon dari gas alam lebih rendah ketimbang minyak bumi dan batu bara.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan peningkatan kaspasitas tempat penyimpanan LNG di Tiongkok menjadi peluang ekspor bagi Indonesia. CNOOC telah masuk dalam daftar pembeli potensial.
Pemasaran volume LNG yang belum terkontrak biasanya ada yang untuk jangka pendek, menengah, maupun panjang. "Untuk pasar Asia Tenggara, pembelian LNG dari Indonesia masih dilakukan jangka pendek melalui pasar spot," kata Arief kepada Katadata.co.id, Selasa (24/11).
Sebagai gambarannya, hampir 40% volume LNG Indonesia tahun ini dikirimkan untuk pembeli di Cina. Sedangkan untuk Asia Tenggara jumlahnya di bawah 4%, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini.
Pendekatan Government to Government untuk Pasarkan LNG
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan permintaan LNG di Asia Pasifik memang diproyeksi tumbuh pada 2021 hingga 2025. Angkanya 1% hingga 2% per tahun untuk memenuhi kebutuhan Tiongkok dan India. "Ini mestinya dijadikan target buyer kita," kata dia.
Pemerintah sebaiknya mulai proaktif untuk melakukan pendekatan antarnegara alias government to government (G2G) untuk menawarkan LNG Indonesia. Penjajakan ini tak akan mudah karena persaingan produsen gas alam cair dari berbagai negara cukup ketat.
Mayoritas pasokan saat ini melimpah dari negara Timur Tengah, seperti Qatar, Saudi, dan Iran. Harganya lebih kompetitif karena skalanya lebih besar.
Indonesia memiliki LNG menganggur dan pasar dalam negeri belum siap menyerapnya. Pemerintah sebaiknya menjual gas tersebut sebelum kontrak dengan WBX berakhir. "Ini bukan teori tapi lebih ke real action bagaimana kita bisa menjualnya, dengan harga yang rasional," ujarnya.
Persaingan penjualan gas ini memang ketat. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pada periode 2021 hingga 2024 banyak proyek LNG mulai berproduksi. Pemerintah punya pekerjaan berat untuk mencari pembeli potensial. "Jika pemerintah bersedia intervensi, maka akan lebih baik." ujarnya.
Pembeli pontesial tentu saja Tiongkok. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menilai pemerintah perlu segera memulai penjajakan dengan Negeri Manufaktur itu.
Sebaiknya ekspor itu melalui kesepakatan bilateral antara dua negara. "Supaya memberi keyakinan kepada produsen gas di dalam negeri," kata Mosche. Tidak seperti minyak, gas alam tidak dapat disimpan terlalu lama. Pembangunan infrastrukturnya juga tergantung dari ketersediaan kontrak jangka panjang antara produsen dan buyer.
Pencarian pembeli ini juga berperan vital dalam pengembangan sumber gas Tanah Air. Mayoritas eksplorasi sekarang adalah temuan cadangan gas. Tanpa ada kepastian pembeli, banyak proyek lapangan migas yang terancam masa depannya.
Terminal LNG Teluk Lamong Milik PGN
Di dalam negeri, upaya pemanfaatan LNG juga sedang berlangsung. PT Perusahaan Gas Negara Tbk sedang membangun Terminal LNG Teluk Lamong, Surabaya. Gas dari fasilitas penyimpanan ini akan disalurkan untuk memenuhi permintaan di Jawa Timur.
Pada Maret lalu, progress penyelesaian proyek sudah mencapai 90%. Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Redy Ferryanto menyebut terminal LNG itu merupakan bagian dari proyek strategis PGN.
Berdasarkan perhitungannya, gas yang tersalurkan mencapai 180 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) pada 2023. “Terminal LNG ini juga untuk menjaga ketahanan pasokan gas bagi jaringan terintegrasi Trans-Jawa dan Trans-Sumatera,” kata Redy.
Perusahaan telah memulai uji coba terminal pada Mei 2020 dengan kapasitas 40 juta standar kaki kubik per hari. Selain terminal LNG, Teluk Lamong akan meregasifikasi pasokan gas alam cair untuk dialirkan ke jaringan pipa.
Pasokan LNG Bontang, Kalimantan Timur, pada akhir tahun ini akan melimpah karena WBX tidak memperpanjang kontrak yang sudah terjalin hampir 50 tahun. Kyushu Electric Power Co menjadi satu-satunya perusahaan dari konsorsium WBX yang masih akan membeli tiga kargo LNG hingga 2022.
Toho Gas Co memutuskan tidak memperpanjang kontrak. Empat perusahaan lain, yaitu Chubu Electric Co, Kansai Electric Power Co, Nippon Steel Corp, dan Osaka Gas Co Ltd, kemungkinan besar melakukan langkah serupa.
Selain Kyushu, Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menjelaskan Shell juga akan menyerap pasokan LNG Bontang ini. Shell berkomitmen untuk menyerap LNG Bontang mulai tahun depan. "Untuk WBX selain yang udah dijual ke Kyushu dan Shell, belum ada kesepakatan lain," ujar beberapa waktu lalu.
SKK Migas mencatat realisasi produksi siap jual atau lifting gas pada paruh pertama 2020 mencapai 104,8 kargo. Dua pemasok terbesarnya berasal dari dua kilang, yaitu LNG Bontang dan LNG Tangguh milik BP di Papua.
Angka realisasi lifting itu turun dibandingkan semester pertama 2019 di 119,8 kargo. Pandemi Covid-19 menyebabkan konsumsi dan permintaan gas turun. Penurunan juga terjadi pada realiasi serapan LNG domestik. Untuk LNG Bontang hanya 13,2 kargo dan Tangguh 12,6 kargo. Padahal di 2019 angkanya mencapai 29 kargo.
Beberapa kargo LNG tidak terserap karena pembeli mengubah komitmennya. Salah satunya dari konsumen utama gas alam cair domestik, yaitu PLN. Penurunan konsumsi listrik yang signifikan di sektor industri dan bisnis karena pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, menjatuhkan pula serapan gas. Permintaan kargo dari PLN berkurang 10 kargo dari rencana awal 24 kargo.