Berlapis Masalah Blok Masela Jelang Tutup Tahun

Image title
23 Desember 2020, 16:36
blok masela, shell, inpex, skk migas, blok migas, kementerian esdm, pertamina
123rf.com/jossdiim
Pengembangan Blok Masela terhambat setelah Shell hengkang dari proyek itu dan belum ada kepastian pembeli gas.
  • Pengembangan Blok Masela makin rumit setelah Shell hengkang dari proyek tersebut.
  • Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik keputusan pembangunan fasilitas LNG Blok Masela yang berada di darat.
  • Persoalan kepastian pembeli gas juga menjadi kunci  kelanjutan Blok Masela. 

Jelang tutup tahun, nasib pengembangan Blok Masela masih jalan di tempat. Apalagi setelah Royal Dutch Shell memutuskan hengkang dari proyek itu pertengahan 2020. Proyek yang masuk dalam daftar strategis nasional ini malah mengalami kemunduran.

Kondisinya bertambah runyam karena pandemi Covid-19 membuat harga minyak dan gas alam cair (LNG) menurun. Pengembangannya menjadi semakin sulit, meskipun operator blok migas itu, Inpex, tetap berkomitmen akan mengembangkannya. 

Advertisement

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji berjanji akan memulai pembahasan pengembangan Blok Masela dalam waktu dekat ini. "Kami akan membahas ini dengan seksama. Semoga berjalan lancar," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (23/12).

Shell telah membuka datanya ke sejumlah investor untuk menggantikan posisinya di Blok Masela. Dari catatan Katadata.co.id, sebanyak 32 perusahaan telah menyatakan minatnya mengembangkan LNG Abadi Blok Masela. Namun, sampai sekarang belum terdengar siapa calon kuatnya. 

Tanpa partner, Inpex akan kesulitan dalam mengembangkan blok tersebut. Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan saat ini proses open data room Blok Masela masih berlangsung. Begitu juga dengan diskusi komersial antara Shell dengan beberapa calon penggantinya. 

Namun, ia tak dapat membeberkan deatil diskusi itu karena prosesnya business to business. SKK Migas tidak dilibatkan sama sekali. 

Julius menargetkan proses pencarian partner Blok Masela diharapkan dapat rampung pada akhir tahun 2021. “Kami hanya menerima laporan update saja dari Inpex. Detailnya kami tidak tahu," kata dia.

Acting Corporate Communication Manager Inpex Masela Moch N Kurniawan pun mengatakan belum ada progres yang dapat disampaikan. "Belum ada update," ujarnya.

Untuk perkembangannya di lapangan, Julius menyampaikan analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal Blok Masela telah disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada pekan lalu untuk persetujuan. 

Saat ini kegiatan yang Inpex laukan adalah melanjutkan metocean survey (survei eksplorasi geografis laut), pembebasan lahan, dan onshore geophysical and geotechnical (G&G) intertidal survey. "Masih lanjut terus dengan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya," ujar Julius.

Blok Masela
Blok Masela (Katadata)

Pengembangan Blok Masela Makin Rumit

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal Husin berpendapat Inpex tidak mungkin menanggung 100% beban Pengembangan Blok Masela. Di sisi lain, untuk mengambil alih hak partisipasinya, Shell mematok harga tinggi, yaitu US$ 2 miliar (sekitar Rp 28,5 triliun). 

Di saat bersamaan, pandemi virus corona sedang membuat para pelaku migas berhati-hati dalam berinvestasi. “Jadi, pengembangan blok ini sepertinya akan mundur beberapa tahun ke depan,” katanya. 

Kondisi tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Jangan terlalu ikut campur dalam penembangan atau pengoperasian blok migas. Para pelaku usaha sektor ini sudah cukup mengambil risiko tinggi dalam mencari cadangan dan mengembangkannya. Pemerintah seharusnya tidak menambah kesulitan itu dengan intervensi hal-hal teknis. 

Blok Masela sempat tak jelas nasibnya karena pemerintah tak kunjung mengambil sikap apakah akan menempatkan fasilitas LNG-nya di darat dan laut. Proses ini saja harus menunggu sampai jabatan presiden berganti. 

Shell saat itu berminat dalam pengembangan blok tersebut karena memiliki teknologi fasilitas LNG terapung. Perusahaan percaya cara ini dapat meningkatkan keekonomian lapangan dan membawa nilai tambah. Sekarang kesempatan itu tampaknya hilang. 

Mosche menyebut potensi yang hilang termasuk efek berganda ke peningkatan ekonomi daerah, pengembangan industri, dan penambahan lapangan kerja serta pendapatan pajak. "Sulit juga untuk memberikan insentif yang cukup signifikan karena besarnya proyek ini," ungkap Moshe.

Sebagaimana diketahui pada 2015 lalu, sempat terjadi perdebatan panjang antara Menteri ESDM kala itu Sudirman Said dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli terkait pilihan skema di lepas pantai (offshore) atau  di darat (onshore).

Dengan pertimbangan multiplier effect bagi pengembangan industri di Maluku, akhirnya Presiden Joko Widodo memutuskan memilih usulan Rizal. Hal ini pun membuat perubahan rencana pengembangannya atau PoD berubah dari laut menjadi darat.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement