Persaingan Energi Mengetat, Kenaikan Harga Minyak Makin Berat

Image title
11 Januari 2021, 14:49
harga minyak, skk migas, brent, wti, dwi soetjipto
Katadata
Ilustrasi. Kepala SKK Migas Dwi Soetjitp mengatakan harga minyak sulit kembali tinggi saat ini karena tertekan pengembangan energi lainnya, terutama yang terbarukan.

Kenaikan harga minyak mentah dunia akan semakin berat di tahun-tahun mendatang. Persaingan lintas energi, terutama dari energi baru terbarukan atau EBT, bertambah kompetitif. 

Kepala SKK Migas Dwi Soetjitp mengatakan pengembangan sektor hulu migas kini kian tertekan. Selain karena energi terbarukan, produksi shale oil di Amerika Serikat juga memicu tekanan tersebut.

Dengan kondisi itu, ia pesimistis harga minyak akan kembali tinggi. “Akan ada keseimbangan baru ke depan,” katanya dalam diskusi Energy Corner CNBC Indonesia, Senin (11/1). 

Pengembangan hulu migas dalam negeri akan semakin banyak tantangan. Namun, Indonesia masih memiliki 108 cekungan yang belum tereksplorasi. Potensi menemukan sumber migas jumbo terbuka lebar. “Masih banyak potensi dan kita butuh investor,” ujar Dwi.

Masalahnya, pandemi Covid-19 membuat konsumsi bahan bakar minyak menurun. Banyak perusahaan migas dunia terpaksa menurunkan investasinya tahun lalu sekitar 30%. “Kita sedikit lebih baik karena investasinya turun 20%,” ucapnya. 

Sebagai informasi, harga minyak turun di perdagangan Asia pada pagi tadi. Penurunannya dipicu oleh  kekhawatiran permintaan bahan bakar global akan melemah. Pasalnya, Tiongkok dan Eropa kembali melakukan embatasan sosial atau lockdown karena kenaikan kasus Covid-19.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret, turun 0,8% menjadi US$ 55,57 per barel,  setelah sebelumnya naik ke US$ 56,39  per barel, level tertinggi sejak 25 Februari 2020. Brent naik dalam empat sesi berturut-turut sebelumnya.

Untuk minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Februari, tergelincir 0,4%, menjadi US$ 52,02  per barel. WTI naik ke level tertinggi dalam hampir satu tahun pada perdagangan Jumat pekan lalu. 

“Titik panas virus corona berkobar lagi di Asia, dengan 11 juta orang (di) lockdown di provinsi Hebei, Tiongkok, lalu ada sedikit ketidakpastian kebijakan The Fed (bank sentral Amerika Serikat) telah memicu aksi ambil untung pagi ini,”  kepala strategi pasar global Axi, Stephen Innes.

Otoritas kesehatan nasional Negeri Panda mengatakan infeksi baru di provinsi Hebei, yang mengelilingi Beijing, terus meningkat. Shijiazhuang, ibu kota Hebei dan episentrum wabah baru di provinsi itu, diisolasi. Penduduk dan kendaraan  dilarang meninggalkan kota tersebut.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan, Antara
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...