Genjot Investasi, Regulasi Migas Dinilai Perlu Perbaikan Radikal

Image title
12 Januari 2021, 18:34
investasi migas, skk migas, produksi minyak
Pertamina Hulu Energi
Ilustrasi. Pemerintah perlu memperbaiki regulasi hulu migas secara radikal untuk menggenjot investasi.

Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam tekanan berat. Kinerja lapangan tua terus mengalami penurunan. Tanpa eksplorasi baru, produksinya sudah pasti akan turun.

Belum cukup sampai di situ, pandemi Covid-19 muncul. Banyak perusahaan energi internasional mengerem belanja modalnya. Investasi migas secara global tahun lalu turun 30%. 

Advertisement

Indonesia masih cukup beruntung. Data SKK Migas menunjukkan investasi 2020 hanya turun 20%. Namun, banyak proyek besar yang masih terhambat pengerjaannya.

Masalah lainnya adalah sektor ini harus menghadapi persaingan ketat dari energi baru terbarukan atau EBT. BP, Shell, dan Total sudah menyatakan komitmennya untuk melakukan transisi tersebut dari energi fosil.

Dengan kondisi itu pemerintah perlu memperbaiki regulasi secara radikal. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan masih ada harapan di sektor hulu migas.

Potensi Indonesia masih sangat besar. Pemerintah perlu mengemasnya menjadi menarik di mata investor. “Buat investor nyaman dengan memberikan kepastian hukum dan pengembalian investasinya,” kata Mosche kepada Katadata.co.id, Selasa (12/1).

Insentif-insentif menarik perlu pemerintah berikan. Moshe juga mendorong pemerintah agar tidak ikut campur terkait teknis pengembangan dan pengelolaan lapangan migas. 

Investor mengharapkan perizinan dan persetujuan rencana kerja dan budget dapat dipermudah. “Lalu, SKK Migas sifatnya hanya bertugas memantau agar para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tidak keluar dari aturan,” ucapnya. 

Laporan Asia Times pada 5 Januari lalu menyebut lonceng kematian telah mendekati industri minyak dan gas RI. Selain kekurangan investasi asing, negara ini juga minim keahlian untuk menjaga agar produksi migas tidak merosot. 

Kegiatan eksplorasi telah turun rata-rata 23% dalam satu dekade terakhir. Jumlah sumur eksplorasi anjlok dari 64 pada 2014 menjadi 26 sumur pada 2019. Tahun lalu jumlahnya hanya 18 sumur karena kegiatan eksplorasi menurun akibat pandemi virus corona.

Gelombang nasionalisme yang melanda industri ini dalam enam tahun terakhir telah membuat Indonesia berada di urutan terbawah untuk investasi migas. Pemerintah perlu mempertimbangkan perubahan paradigma besar. “Sebelum terlambat dan banyak sumber daya yang tersisa dibiarkan dalam tanah selamanya,” kata seorang ahli perminyakan Amerika Serikat yang berpengalaman di Indonesia kepada Asia Times.  

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement