Peluang Mengerek Penerimaan Negara dari Kilau Harga Emas

Image title
19 Januari 2021, 15:26
harga emas, kementerian esdm, pertambangan, minerba, komoditas, royalti emas, ppn emas
123rf.com/Khoon Lay Gan
Ilustrasi. Pemerintah akan menaikkan tarif royalti emas di tengah tren kenaikan harganya.
  • Pemerintah akan menggenjot penerimaan negara dengan menaikkan royalti emas.
  • Peluang terbuka karena sejak pandemi Covid-19, harga emas cenderung naik.
  • PPN emas butiran juga bakal dihapus untuk menggenjot industri domestik. 

Royalti emas akan naik. Pemerintah ingin menggenjot penerimaan negara dari komoditas tambang tersebut.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan harga emas di pasar global cenderung menguat dalam setahun terakhir. Hal ini berpotensi memberi dampak positif bagi penerimaan negara bukan pajak atau PNBP.

Advertisement

Kenaikan tarif royalti yang baru nantinya akan berlaku untuk harga emas di atas US$ 1.700 per troy ons. “Kami sedang berusaha meningkatkan pendapatan emas sehingga penerimaan negara dari logam mulia juga naik,” kata Ridwan pada akhir pekan lalu. 

Besaran tarifnya masih dalam penggodokan. Ridwan menyebut sampai sekarang belum ada keputusan terkait angkanya. 

Harga emas memang sempat melambung tinggi pada saat pandemi Covid-19 muncul pada tahun lalu. Para investor ketika itu mencari aset aman di tengah ketidakpastian global.

Angkanya sempat menyentuh US$ 2 ribu per troy ons. Bahkan logam mulia buatan PT Aneka Tambang Tbk atau Antam mencetak rekor hingga lebih dari Rp 1 juta per gram pada pertengahan 2020.

Kehadiran vaksinasi di beberapa negara memberi harapan pemulihan ekonomi dunia. Melansir dari data Bloomberg hari ini, Selasa (19/1), emas Comex berada di level US$ 1.836,6 per troy ons.

Untuk logam mulia Antam, harga belinya turun Rp 4 ribu per gram menjadi Rp 944 ribu per gram. Harga jualnya  turun Rp 7 ribu per gram menjadi Rp 821 ribu per gram. 

Beberapa waktu lalu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyebut tambang emas merupakan aset yang berharga bagi Indonesia. Pasalnya, sektor ini dapat membantu negara keluar dari krisis.

Pemerintah, menurut dia, harus mengamankan aset strategis tersebut. Pasalnya, setiap terjadi krisis, harganya cenderung melonjak tinggi.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), emas yang berkode HS-71 sepanjang 2020 secara kumulatif total ekspornya mencapai 2,5 juta kilogram. Nilainya mencapai US$ 8,22 miliar atau sekitar Rp 116 trilun. 

Tak hanya menaikkan royalti, Kementerian ESDM juga berencana mengatur pajak pertambahan nilai atau PPN sebesar 0% untuk emas granule (butiran atau serbuk). Selain untuk mengamankan pasokan emas dalam negeri, pemerintah juga ingin mengurangi ekspor granule dan impor emas batangan.

Penghapusan pajak itu dapat pula meningkatkan daya saing industri perhiasan domestik. Pelaksana usaha kegiatan yang memanfaatkan serbuk emas akan mendapatkan harga kompetitif.

Tujuan akhirnya adalah hilirisasi emas domestik akan tumbuh positif. “Selama ini emas granule kena pajak sehingga menjadi kurang kompetitif untuk para pengrajin emas,” kata Ridwan. 

Ilustrasi Emas Antam
Ilustrasi Emas Antam (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)
 

Kebijakan Royalti Emas Sudah Tepat?

Ketua Umum Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan kemungkinan tarif royalti progresif akan naik. Hal ini mengacu pada peraturan pemerintah atau PP sebelumnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2019, royalti dikenakan sebesar 3,75% sampai 5% tergantung harga per onsnya. Dengan harga emas sama atau di atas US$ 1.700, maka royaltinya 5%.

Karena itu, ia melihat pemerintah sebenarnya bukan berencana menaikkan royalti, tapi mengimplementasikan aturan yang ada. “Sesuai PP yang diterbitkan Kementerian ESDM,” katanya kepada Katadata.co.id

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement