Insentif Pajak Migas Dinilai Tak Dongkrak Penemuan Cadangan Baru
Pemerintah telah memberikan insentif pembebasan pajak pada kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas). Keringanan ini bertujuan untuk mengurangi beban fiskal kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat kebijakan tersebut sebenarnya cukup membantu kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS. Namun, insentifnya tidak terlalu mendongkrak kegiatan eksplorasi dan penemuan cadangan baru. “Secara pekerjaan belum memberi hasil yang signifikan,” katanya ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (17/2).
Realisasi pengeboran sumur eksplorasi terendah terjadi pada 2018. Angkanya hanya 21 sumur dari target 104 sumur. Lalu, pada 2020 dari 61 sumur realisasinya 26 sumur.
Rendahnya angka tersebut, menurut Mamit, karena pekerjaan eksplorasi membutuhkan modal besar dan juga risiko tinggi. Selain insentif pajak, pemerintah perlu pula membuka data yang lebih akurat lagi. Survei seismik lebih luas dapat meningkatkan keyakinan investor.
Di saat yang sama, KKKS juga dihadapkan dengan persoalan perizinan dan pengadaan. "Belum lagi kendala internal perusahaan," katanya.
Kepala Subdirektorat Pengawasan Eksplorasi Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Komar Hutasoit mengatakan pembebasan pajak eksplorasi sudah berjalan. “Pajak wilayah kerja eksplorasi telah dibebaskan tapi kami sifatnya masih kirim surat dari Menteri ESDM ke Menteri Keuangan setiap tahun,” ucapnya dalam Indonesian Oil-Gas Outlook Webinar Series: Drilling & Exploration, Rabu (17/2).
Aturannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2017. Untuk perhitungannya, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan biaya eksplorasi dan eksploitasi setiap tahun setelah mendapat rekomendasi dari SKK Migas.
Stimulus Hulu Migas di Tengah Pandemi
Sebelumnya, SKK Migas mengusulkan sembilan insentif ke Kementerian Keuangan untuk mendongkrak investasi hulu migas di tengah pandemi Covid-19. Namun, baru lima insentif yang mendapat lampu hijau.
Stimulus pertama adalah penundaan pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau abandonment and site restoration (ASR). Kedua, pengecualian pajak pertambahan nilai atau PPN untuk gas alam cair (LNG). Aturan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020.
Ketiga, pembebasan biaya sewa barang milik negara untuk kegiatan hulu migas. Aturannya tercantum dalam Peraturan Menteri keuangan Nomor 140 Tahun 2020.
Keempat, penerapan diskon untuk penjualan gas. Kebijakan ini terutama untuk kontrak gas yang tidak memiliki pembeli alternatif.
Terakhir, penerapan insentif investasi, seperti depresiasi dipercepat, perubahan bagi hasil sementara, dan harga penuh alokasi dalam negeri. Insentif untuk mendukung skala ekonomi untuk seluruh wilayah kerja.
Empat stimulus lainnya masih dalam pembahasan. Terutama mengenai tax holiday untuk pajak penghasilan atau PPh di semua wilayah kerja migas. Kementerian Keuangan telah menerbitkan aturan soal ini. Pembahasannya kini berlanjut di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan Kebijakan Fiskal.
Insentif lainnya yang ditunggu adalah penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per juta British Thermal Unit (MMBBTU). Lalu, penundaan atau pengurangan pajak tidak langsung hingga 100%.