Ramai-ramai Menangani Peliknya Masalah Pengeboran Minyak Ilegal
- Dari 2018 hingga 2020, angka aktivitas pengeboran minyak ilegal melonjak dua kali lipat.
- Masalah sumur minyak ilegal sebenarnya isu lingkungan, sosial, dan keselamatan, bukan sekadar pelanggaran hukum.
- SKK Migas sempat berkeinginan melegalkan sumur-sumur migas yang berlawanan dengan hukum tersebut.
Aktivitas pengeboran minyak ilegal terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan catatan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, pada 2018 jumlahnya mencapai 137 kegiatan. Setahun kemudian menjadi 195 kegiatan. Dan pada 2020 naik ke angka 314 kegiatan.
Terdapat delapan provinsi yang selama ini menjadi titik utama kegiatan melawan hukum itu, yaitu Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatra Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kemenko Polhukam mengusulkan agar dibentuk tim gabungan lintas sektoral untuk menangani masalah tersebut.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno mengatakan penanganan pengeboran dan kilang ilegal memang harus ditangani lintas kementerian dan lembaga. “Masalahnya cukup kompleks,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (16/3).
Badan pelaksana kegiatan hulu migas itu telah menginisiasi pembentukan tim kajian. Tim ini dipimpin oleh anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha.
Koordinasinya melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kemenko Polhukam, serta pemerintah daerah. Tujuannya agar penanganan masalah tersebut berjalan sistematis dan terkoordinasi dengan baik.
Perkembangan kegiatan pengeboran sumur ilegal, menurut Asisten Deputi II (Bidang Kamtibmas) Kemenko Polhukam Brigjen Pol Eriadi, sangat mencemaskan. Selama tiga tahun terakhir jumlahnya semakin meningkat.
Jumlah pengeboran sumur ilegal bahkan lebih tinggi dari yang legal, seperti tampak dalam Databoks di bawha ini.
Selama ini aparat telah menetapkan sejumlah tersangka. Pada 2018, misalnya, terdapat 168 tersangka. Kemudian di 2019 ada 248 tersangka dan pada 2020 ditetapkan 386 tersangka. “Namun, kegiatan pengeboran ilegal masih saja meningkat. Kami harus mengubah strategi penanganannya," ujarnya.
Tim gabungan dibentuk untuk mendorong agar para pelaku kegiatan ilegal melakukan kegiatan usahanya sesuai hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.
Detail tugas tim gabungan lintas sektoral itu membutuhkan peraturan presiden atau PP. Selain itu, perlu pula peraturan Menteri ESDM untuk mendorong penegakan hukum di lapangan dengan memperhatikan aspek lingkungan, keselamatan, dan kesehatan kerja.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan pihaknya siap bekerja sama melaksanakan tugas tersebut. SKK Migas juga telah membentuk tim internal untuk membahas berbagai aspek terkait sumur ilegal dan upaya pemberantasannya.
Dengan kehadiran kementerian dan lembaga lain dalam tim gabungan, menurut Susana, sangat positif. “Masalahnya sangat kompleks. Tapi ada yang harus diperhatikan, yaitu masalah hukum, lingkungan, dan penerimaan negara yang hilang," ujar dia.
Untuk menghitung berapa potensi penerimaan negara yang hilang, ia menyebut, perlu pendataan detail. Tidak semua kegiatan ilegal itu terdeteksi. Yang utama adalah penegakan aturan agar tidak ada lagi kegiatan ilegal.
Usir-Tangkap Tak Selesaikan Masalah
Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal Husin mengatakan pada 2017 lalu, pemerintah sebenarnya telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk penutupan sumur ilegal di Sumatera Selatan. Koordinasinya dilakukan antara Polri dan TNI.
Tapi dalam hitungan bulan usai penutupan sumur-semur itu, kegiatan pengeboran ilegal marak kembali. "Jadi pemberantasan penambangan ilegal hanya melalui penegakan hukum dan tim gabungan aparat keamanan tidaklah cukup," kata dia.
Moshe berpendapat pelaksanaan hukum perlu diiringi dengan pengelolaan daerah yang profesional. Para penambang ilegal perlu diikutsertakan dan diberikan pelatihan. Dengan begitu, mereka tidak kehilangan pendapatan dan mendapatkan pendidikan terkait kesehatan, keselamatan, dan keamanan lingkungan (K3) untuk keigatan hulu migas.
Penanganan dengan cara usir dan tangkap akan menjadi sia-sia apabila daerah tak melakukan pengelolaan migas dengan baik. Apabila pembentukan tim gabungan lintas sektor konsepnya sama dengan satgas sebelumnya, maka hasilnya akan sama saja.
"Aturan yang ada sebenarnya sudah cukup. Hanya implementasi dan strateginya, menurut saya, harus diperbaiki," ujarnya.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalan menyebut masalah sumur minyak ilegal sebenarnya isu lingkungan dan keselamatan. Penambang rakyat umumnya tidak memiliki dua aspek tersebut. “Memang ada kerugian penerimaan negara karena penambangan ini tidak membayar royalti dan pajak," kata dia.
Pemerintah hendaknya tidak sekadar menindak tapi juga memberikan solusi. Masyarakat di sekitar pengeboran ilegal harus tetap memiliki pekerjaan ketika sumur migasnya ditutup. "Kalau tidak, masyarakat akan kembali lagi melakukan aktivitas penambangan sumur ilegal," ujar Piter.
Untuk menjamin penegakan hukum akan sangat efektif melibatkan lintas sektor. Tidak hanya terkait kementerian atau lembaga saja, tetapi juga terkait ekonomi dan perlindungan sosial.
Aturan yang dibuat oleh pemerintah sudah cukup. Tidak perlu adanya aturan baru. Yang terpenting adalah menegaskan aturan yang sudah ada sebelumnya. “Pemerintah harus mengurangi dorongan masyarakat melakukan kegiatan ilegal ini. Caranya dengan memberikan kesempatan kerja yang legal," ucapnya.
Wacana SKK Migas
Sebelumnya, SKK Migas akan melegalkan sumur-sumur ilegal yang ada di Indonesia. Rencana ini pun telah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD
Namun, penertiban izin pengeboran sumur minyak ilegal kemungkinan akan sulit. Penyebabnya, banyak pelaku yang beraktivitas di luar wilayah kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS.
Julius menyebut Jambi sebagai provinsi dengan pengeboran ilegal terbanyak. Praktiknya cukup merepotkan pemerintah. Tak hanya merugikan negara dari sisi pendapatan, tapi juga merusak lingkungan.
SKK Migas juga menyoroti maraknya illegal tapping alias pencurian minyak mentah dengan cara melubangi pipa. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, tindakan ilegal ini berpotensi membuat negara kehilangan minyak sebanyak 10 ribu barel per hari. "Sudah cukup (tindakan) material dan memang harus ditindak," ujarnya beberapa waktu lalu.
Saat ini, aktivitas sumur ilegal di Jambi diperkirakan mencapai 2 ribu sampai 3 ribu sumur. Lokasinya tersebar di kawasan dan luar kawasan hutan, dengan potensi serapan pekerja hingga 50 ribu orang.
Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Jambi, Irjen Pol Rachmat Wibowo pada 6 Maret lalu telah menggelar rapat koordinasi terkait penegeboran sumur ilegal bersama SKK Migas, KKKS wilayah Jambi, Pemerintah Daerah Kabupaten Batang Hari, Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi, Pemerintah Daerah Kabupaten Sarolangun, Korem 042 Jambi, Kejaksaan Tinggi Provinsi Jambi, dan Dinas ESDM Provinsi Jambi.
Dalam pertemuan itu Rachmat menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya aktivitas pengeboran sumur ilegal di Provinsi Jambi. Ia mendukung lahirnya Perpres dan Permen untuk mengatasi permasalahan sumur ilegal.
Perpres ini diusulkan memiliki ranah kegiatan dari hulu hingga hilir. Dengan begitu, aturannya dapat digunakan sebagai dasar untuk menuntaskan kegiatan penegakan hukum di lapangan.