Studi Vaksin AstraZeneca Campur Pfizer, Apa Dampak dan Risikonya?
Para peneliti di Universitas Oxford, Inggris sedang menguji keampuhan penggabungan vaksin AstraZeneca dan Pfizer. Gabungan keduanya disebut mampu memberi respon imum lebih baik untuk melawan Covid-19 dan varian barunya.
Penelitian yang disebut The Com-Cov itu melibatkan 830 partisipan. Setiap peserta mendapat kombinasi AstraZeneca sebagai dosis pertama dan Pfizer untuk yang kedua.
Dua dosis kedua vaksin itu terbukti memberi perlindungan maksimal. Tubuh para sukarelawan pun membentuk antibodi dan sel T untuk membunuh virus corona. “Responnya terlihat sangat bagus,” kata Profesor Matthew Snape, dikutip dari Reuters, Senin (28/6).
Ia menyebut kombinasi apa pun bekerja dengan baik. Dua dosis Pfizer, dua dosis AstraZeneca, atau perpaduan keduanya memperkuat sistem kekebalan tubuh. “Temuan ini memberikan fleksibilitas dalam kampanye vaksinasi,” ucapnya.
Pada uji coba tersebut, jadwal penyuntikan Pfizer diberikan empat Minggu setelah suntikan AstraZeneca. Para peneliti juga menguji Jadwal campuran dalam interval 12 minggu.
Hasilnya, rentang waktu yang lebih lama antar-dosis menghasilkan respon imunitas lebih baik. Tingkat kemanjurannya sebesar 82,4% terhadap infeksi Covid-19 yang bergejala.
Namun, Snape mengatakan, temuan ini tidak cukup besar untuk direkomendasikan lebih luas. Apalagi untuk menggeser vaksin yang telah disetujui secara klinis. “Uji coba ini belum selesai,” katanya.
Dosis Ketiga Vaksin Apakah Dibutuhkan?
Melansir BBC News, hasil uji coba The Com-Cov juga menunjukkan dosis ketiga vaksin Covid-19 dibutuhkan. Orang yang telah menerima dua dosis AstraZeneca, dapat memiliki respons kekebalan yang lebih kuat. Terlebih, jika diberi dosis ketiga sebagai booster atau penguat.
Dosis ketiga vaksin tersebut direkomendasikan selang enam bulan atau lebih setelah yang kedua. Tetapi, penelitian ini juga masih terlalu dini. Perlu lebih banyak pengujian apakah orang membutuhkan dosis ketiga di pertengahan dan akhir tahun ini.
“Saya menduga dosis ketiga akan diberikan kepada mereka yang paling berisiko terkena virus, baik karena usia maupun rentan secara klinis,” kata Profesor Paul Hunter dari Universitas East Anglia, kepada BBC.
Paul menyarankan, bagi yang telah mendapat vaksin AstraZeneca, ditawari vaksin Pfizer sebagai booster. Sedangkan penerima vaksin Pfizer, mungkin tidak memerlukan booster.
Bagaimana Implementasinya di Inggris?
Inggris termasuk negara yang mudah dalam akses vaksin Covid-19. Sejauh ini, program vaksinasi di negara tersebut dinilai cepat dan lincah oleh Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO.
Kini, Inggris menawarkan suntikan pertama mereka yang berusia di atas 18 tahun. Di saat yang sama, pemerintah setempat memberikan dosis kedua kepada orang-orang yang tersisa.
Wakil Kepala Petugas Medis Inggris, Profesor Jonathan Van-Tam menyebut, program vaksinasi non-campuran (homolog) telah menyelamatkan puluhan ribu nyawa di negaranya. “Tetapi, kami sekarang tahu bahwa dosis pencampuran dapat memberi fleksibilitas yang lebih besar untuk program booster,” katanya, dikutip dari CNBC International, pada 28 Juni 2021.
Sejauh ini, tim peneliti di Inggris masih menjalankan uji coba lebih lanjut terkait hal ini. Dan, hasilnya belum dirilis. Namun, melansir Business Insider, beberapa negara sudah mengizinkan pencampuran vaksin.
Campuran Vaksin Pfizer dan Moderna di Negara Lain
Sebelum vaksin virus corona keluar, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa mencampur vaksin secara umum dapat memberi hasil yang lebih baik. Para peneliti juga tengah menguji kombinasi vaksin campuran untuk para penderita human immunodeficiency virus atau HIV di masa depan.
Kini, beberapa negara sudah mulai mengizinkan penduduknya untuk mencampur dan mencocokkan vaksin Covid-19. Salah satunya, Kanada.
Awal Juni lalu, negara itu mengumumkan suntikan Pfizer dan Moderna dapat digunakan secara bergantian. Anjuran ini muncul karena pasokan vaksinnya yang rendah.
Kanada juga mengalami ketidakpastian pengiriman vaksin AstraZeneca. Selain itu, muncul kekhawatiran di masyarakat tentang risiko pembekuan darah bagi penerima vaksin.
Beberapa negara Eropa sudah lebih dulu menganjurkan pencampuran vaksin. Contohnya Jerman, Swedia, Prancis, Spanyol, dan Italia. Negara-negara tersebut mengizinkan penerima dosis awal AstraZeneca dapat memilih vaksin yang berbeda untuk dosis kedua.
Apa Dampak Menerima Dua Vaksin Berbeda?
Sebagaimana vaksin yang sama, pemberian dua vaksin campuran juga tentu memiliki efek samping. Bussiner Insider menuliskan, relawan vaksin campuran Pfizer dan AstraZeneca mengalami efek samping.
Efek itu termasuk menggigil, sakit kepala, dan nyeri otot yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang menerima dua dosis suntikan yang sama. Namun, kondisi ini berbeda dari uji coba di Spanyol. Penerima dosis vaksin AstraZeneca dicampur Pfizer sebagian besar mengalami efek samping ringan atau sedang.
National Institutes of Health, Amerika Serikat turut menguji coba peserta vaksin booster Moderna. Peserta yang ikut uji coba tersebut sebelumnya telah mendapat vaksin Moderna atau Pfizer.
Joseph Hyser, seorang peserta dalam uji coba itu, mengatakan bahwa efek sampingnya sedikit lebih parah setelah booster vaksin Moderna. Ia sebelumnya menerima vaksin Pfizer. “Rasanya seperti saya telah melakukan latihan olahraga yang sangat ketat, dengan kedinginan dan nyeri lengan,” ujarnya
Penyumbang bahan: Alfida Febrianna (magang)