Kadin Minta Insentif Jangka Panjang Investasi Energi Terbarukan

Image title
21 September 2020, 19:14
energi terbarukan, ebt, energi baru terbarukan, nuklir, kadin, dpr, ruu ebt
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi. Rancangan undang-undang energi baru terbarukan (RUU EBT) saat ini dalam pembahasan DPR dan pemerintah.

DPR menerima usulan dan masukan rancangan undang-undang energi baru terbarukan (RUU EBT) dari berbagai pihak. Pembahasannya melibatkan pemerintah dan kalangan pengusaha. Harapannya, aturan ini dapat memperbaiki iklim investasi di sektor itu yang masih loyo.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi Terbarukan Halim Kalla menyebut pengembangan energi baru terbarukan berjalan lamban. Pemicunya, regulasi yang berubah-ubah sehingga pelaku usaha setengah hati terjun ke bisnis ini.

Advertisement

Tak hanya itu, insentif yang selama ini diberikan oleh pemerintah dalam mendukung pengembangan di sektor EBT juga dinilai masih kurang menarik bagi investor. Misalnya, pemberian jangka waktu untuk tax holiday dan tax allowance yang hanya lima tahun.

Ia pun menyoroti kurangnya komitmen perbankan nasional dalam pembiayaan proyek EBT. Di samping itu, perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) antara PLN dengan pengembang juga tidak bankable. Kondisi ini membuat kontraktor harus menyediakan jaminan tambahan, selain proyek yang tengah dikerjakan.

Kadin juga melihat dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik atau RUPTL, EBT belum menjadi prioritas. “Padahal, semakin besar pengoperasian EBT, emisi gas rumah kaca ikut turun," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII, Senin (21/9).

Dengan semua kondisi itu, Kadin mengusulkan agar segera dibentuk badan pengelola yang bertanggung jawab mengatur dan mempercepat pemanfaatan EBT. "Badan pengatur ini mengawasi betul, baik aturan main dan lokasi, sehingga memacu pemerintah meningkatkan porsi bauran EBT," kata dia. Soal pemberian insentif, sebaiknya diberikan selama sepuluh tahun untuk menaik investor.

Kadin berharap dalam penyusunan RUU EBT kali ini, pemerintah dan DPR tetap fokus pada pengembangan energi terbarukan. Nuklir sebaiknya tidak masuk dalam aturan tersebut. "Kami berharap nuklir jadi badan lain dengan high technology," ujarnya.

Investment Associate at Tropical Landscapes Finance Facility atau TLFF Bangkit Oetomo mengatakan, Indonesia membutuhkan 14 ribu mega Watt untuk mencapai target bauran energi 23% di 2025. Anggaran yang dibutuhkan mencapai US$ 34 miliar.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement