Simalakama Penerapan Biodiesel untuk Turunkan Emisi Karbon

Image title
18 November 2020, 16:44
biodiesel, bbn, bahan bakar nabati, bbm, biofuel, b30, b40, emisi karbon, kementerian esdm, lingkungan
123RF.com/Sergey Galushko
Pemakaian biodiesel berpotensi menaikkan emisi karbon karena bahan bakunya berasal dari minyak sawit mentah.

Pemerintah terus mendorong pengembangan bahan bakar ramah lingkungan di Indonesia. Salah satunya melalui penggunaan campuran solar dan fatty acid methyl ester atau biodiesel. Saat ini pemakaian FAME telah mencapai 30% pada bahan bakar itu alias B30.  

Penggunaan green fuel berbasis sawit alias bahan bakar nabati (BBN) harapannya dapat mengurangi ketergantung impor bahan bakar minyak alias BBM. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim kebijakan tersebut cukup menghemat keuangan negara dan devisa.

Advertisement

Data pemanfaatan biodiesel pada 2019 menunjukkan pemakaiannya mencapai 6,26 juta kiloliter (KL). Angka ini setara penghematan devisa sekitar US$ 3,35 miliar atau Rp  48,19 triliun. Pemerintah berharap pemanfaatannya terus meningkat dengan target tahun ini sebesar 10 juta kiloliter.

Setelah B30, pemerintah berencana melanjutkan penggunaan FAME hingga 40% atau B40. Namun, Kementerian ESDM memproyeksikan pemanfaatannya belum siap hingga semester tahun depan.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan uji coba B40 masih terus berlangsung. Dengan begitu, implementasi biodiesel masih memakai B30. "Sekarang sedang finalisasi dari sisi uji coba," kata dia dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII, Senin (16/11).

Selain itu, pemerintah juga tengah meninjau kembali kemampuan pendanaannya. Penyebabnya, harga minyak sawit mentah atau CPO sedang tinggi, sementara harga minyak mentah justru turun.

Insentif untuk menutup kedua harga tersebut cukup besar. “Kami mengupayakan penurunan biaya proses dan ongkos angkut serta peningkatan penerimaan dari sawit untuk insentifnya,” ucap Dadan.

Berdasarkan data Pertamina, kuota volume biosolar B30 untuk sebaran wilayah di Indonesia pada tahun ini sebesar 15 juta kiloliter. Selain dengan hal itu, sejak 2019 perusahaan pelat merah ini juga telah menyetop impor BBM jenis solar.

Sebelumnya, setiap tahun Pertamina dapat mengimpor solar 12 juta hingga 15 juta kiloliter. "Saat ini implementasi B30 ini tidak berpengaruh kepada impor solar karena sejak Maret 2019 kami sudah tidak lagi melakukannya," kata Pejabat Sementara VP Corporate Communication Pertamina Heppy Wulansari kepada Katadata.co.id, Rabu (18/11).

Menakar Emisi Biodiesel
Menakar Emisi Biodiesel (Katadata)

Biodiesel Tak Efektif Turunkan Emisi?

Selain, untuk mengurangi konsumsi dan impor BBM. Program pemanfaatan BBN juga bertujuan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Berdasarkan hasil Laporan Kajian dan Uji Pemanfaatan Biodiesel 20% (B20) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal EBTKE pada 2014, diperoleh hasil uji emisi. Kendaraan berbahan bakar B20 menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan BBM.

Uji coba itu menunjukkan angka kualitas pembakaran solar (cetane) dan kandungan oksigen dalam B20 lebih tinggi. Hal itu membuat mesin kendaraan melakukan pembakaran lebih sempurna sehingga emisi total hydrocarbon (THC) yang dihasilkan pun lebih rendah.

Namun, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arkian Suryadharma berpendapat program biodiesel justru tidak efektif dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Meski polusi di sektor transportasi menurun tapi emisi justru berpotensi naik dari bahan baku BBN itu, yaitu minyak sawit.

Indonesia merupakan negara dengan lahan panen CPO terluas di dunia. Berdasarkan data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) luas lahan tanaman menghasilkan (mature) kelapa sawit Indonesia diperkirakan mencapai 11,75 juta ha pada 2019. Jumlah ini setara 49,5% dari total lahan sawit dunia, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini.

Sayangnya, luasnya lahan sawit tersebut diikuti pula dengan terjadinya penggundulan dan kebakaran hutan serta lahan setiap tahun yang mengakibatkan deforestasi. Pada periode 2001-2018, Indonesia telah kehilangan 25,6 juta hektare (ha) tutupan pohon (tree cover). 

Berkurangnya kanopi tutupan pohon terbesar di Indonesia terjadi pada 2015, yakni mencapai 2,7 juta ha. Kemudian, pada 2017 dan 2018 mengalami penurunan seiring diberlakukannya moratorium lahan gambut pada 2016. Namun, masih banyaknya izin usaha perkebunan di lahan hutan serta tumpang tindih perizinan pertanahan menjadi ancaman bagi kelestarian hutan hujan tropis di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement