Menanti Peta Jalan Pengembangan Baterai Lithium di Indonesia

Image title
26 November 2020, 18:39
baterai lithium-ion, nikel, luhut binsar pandjaitan, mobil listrik, ev electric vehicle
123RF.com/malp
Ilustrasi. Pemerintah telah merampungkan pembahasan peta jalan pengembangan baterai lithium.

Pemerintah berambisi menjadikan Indonesia sebagai produsen baterai lithium-ion terbesar di dunia. Hilirisasi bahan bakunya, yaitu nikel, terus digenjot. Begitu pula investasi untuk pembangunan pabriknya.

Peluang ini memang terbuka lebar mengingat saat ini industri otomotif sedang bertransisi ke kendaraan listrik. Cadangan nikel dalam negeri juga melimpah dan merupakan yang terbesar secara global.

Advertisement

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total produksi nikel di dunia pada tahun lalu berada di angka 2,6 juta ton. Sementara secara global, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan menghasilkan 800 ribu ton.

Puncak produksi olahan nikel terjadi pada tahun lalu. Kementerian ESDM mencatat produk olahannya mencapai hampir 2 ton. Angka ini melebihi target 860 ribu ton karena ada tambahan produksi dari pabrik pemurnian atau smelter PT Virtue Dragon di Konawe, Sulawesi Tenggara, yang menghasilkan 745 ribu ton.

Jumlah smelter nikel di Indonesia merupakan yang terbesar dibandingkan pabrik pemurnian mineral lainnya. Selain Virtue Dragon dari Tiongkok, pemilik smelter nikel lainnya adalah PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia, PT Fajar Bhakti, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gabe, PT Cahaya Modern, PT Indoferro, PT Century Guang Ching, PT Titan, PT Bintang Timur, dan PT Megah Surya Pertiwi.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan peta jalan pengembangan baterai lithium telah rampung dibahas. "Kami optimistis di 2023 sudah dapat memproduksinya dengan teknologi terkini," katanya dalam The 9th Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020, Rabu (25/11).

Biaya produksi baterai dalam satu dekade terakhir terus menurun. Hal ini membuat harga produknya lebih murah. Dari US$ 1.160 per kilowatt hour (kWh) pada 2010 menjadi US$ 156 per kilowatt hour pada 2019.

Bahan bakunya yang banyak menggunakan bijih nikel, membuat negara ini dapat menjadi pemain global baterai lithium. “Potensi nikel kita terbesar dan biayanya lebih rendah dari Australia,” ujar Luhut.

Dengan kondisi itu, pemerintah berkomitmen tak lagi membuka keran ekspor bijih nikel. Fokusnya sekarang adalah hilirisas dengan cara membangun pabrik baterai.

Regional Climate and Energy Campaign Coordinator Greenpeace Indonesia Tata Mustasya menilai saat ini baterai lithium merupakan kunci pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan secara masif, terutama untuk pembangkit listrik tenaga matahari atau PLTS.

Baterai juga merupakan kunci untuk desentralisasi energi dalam bentuk pemasangan solar panel di rumah tangga, kantor, dan industri. Proyeksi bisnis baterai ke depan cukup cerah. Kesadaran masyarakat dunia terkait pentingnya transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) pun kian meningkat.

Peranan pemerintah dalam mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan energi bersih memang masih cukup besar. Namun, pasar dalam negeri akan tercipta dengan sendirinya dalam satu dekade mendatang. Kondisi ini seiring turunnya biaya energi terbarukan dibandingkan fosil, terutama batu bara.

Olahan Nikel
Ilustrasi nikel, bahan baku baterai lithium-ion. (PT Antam TBK)

Industri Baterai Perlu Jaminan Akses Lithium

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan pengembangan industri baterai perlu mendapat jaminan pasokan bahan baku utamanya. Indonesia merupakan penghasil nikel dan kobalt tapi tidak memiliki lithium. "Negara terdekat yang memproduksinya adalah Australia," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement