Kritik Mobil Listrik yang Tak Sejalan dengan Pengurangan Emisi

Image title
20 Januari 2021, 16:02
mobil listrik, emisi karbon, kementerian esdm, baterai listrik
Markus Mainka/123rf
Ilustrasi. Komisi VII DPR kritik pengembangan mobil listrik yang tak selaras dengan target bauran energi dan pengurangan emisi.
  • Komisi VII DPR menganggap pengembangan mobil listrik tak sejalan dengan target bauran energi dan pengurangan emisi karbon.
  • Dalam hitungan IESR, produksi emisi karbon kendaraan listrik lebih tinggi daripada yang berbahan bakar minyak.
  • Pengembangan kendaraan listrik tapi sumber energinya dari PLTU, ibarat menyapu rumah dengan sapu kotor. 

Program mobil listrik kena kritik. Komisi VII DPR menyorot kebijakan itu tak sejalan dengan target penurunan emisi karbon dan bauran energi.

Pemerintah saat ini sedang menggenjot kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KLBB. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan proyeksi motor listrik tahun ini akan mencapai 1,34 juta unit. Untuk mobil listrik angkanya di 125 ribu unit. 

Advertisement

Pengoperasian stasiun pengisian kendaraan listrik umum atau SPKLU targetnya mencapai 572 unit. Lalu, stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum atau SPBKLU sebanyak 3 ribu unit.

Arifin menyebut potensi penghematan konsumsi bahan bakar minyak atau BBM dari target-target itu mencapai 440 ribu kiloliter. “Kami akan mendorong pemakaian kendaraan listrik sampai 2030," ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (19/1). 

Nah, untuk 2030 pemerintah menargetkan pemakaian motor listrik dapat mencapai 13 juta unit, sedangkan mobil listrik 2,19 juta unit. Jumlah SPKLU tumbuh menjadi 31.859 unit dan SPBKLU 67.000 unit. Dengan begitu, penghematan BBM-nya mencapai 6,03 juta kiloliter. 

Pertamina Energy Institute memprediksi kebutuhan baterai akan meningkat pada tahun itu. Dengan skenario business as usual kapasitas baterai untuk kendaraan listrik 2 Giga Watt hour (GWh) dan naik menjadi 34 Giga Watt hour pada 2050. Skenari transisi energi yang masif akan menaikkan angkanya.

Upaya meningkatkan kendaraan listrik atau EV bakal mendorong kebutuhan setrum domestik untuk mengisi baterai. Namun, sampai sekarang mayoritas pasokannya masih berasal dari pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU berbahan bakar batu bara. Hal inilah yang kemudian Komisi VII DPR sorot karena tak selaras dengan semangat pengurangan emisi karbon. 

Masalahnya, target bauran energi dari fosil ke baru terbarukan sebesar 23% di 2025 masih berjalan lamban. Capaiannya pada tahun lalu hanya 11,5% dari patokan 13%. Sebanyak 50% pembangkit masih dari bahan bakar fosil yang menyumbang besar ke emisi karbon.  Tabel Databoks di bawah ini menampilkan kapasitas daya berdasarkan jenis pembangkit. 

Anggota Komisi VII Ratna Juwita mendorong adanya peta jalan yang jelas soal ini. Terutama terkait sumber energi untuk kebutuhan kendaraan listrik. “Percepatan KLBBB ini tak sesuai dengan transformasi energi. Kalau otomatis kita pakai batu bara lagi, sama saja bohong,” ucapnya.  

KETENTUAN UANG MUKA UNTUK KENDARAAN BERMOTOR RAMAH LINGKUNGAN
Ilustrasi mobil listrik. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.)

Emisi Karbon Mobil Listrik

Selain penurunan konsumsi BBM, manfaat pemakaian kendaraan listrik adalah berkurangnya emisi karbon. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut guna mendapatkan kedua manfaat itu maka sumber untuk mengisi baterainya harus dari energi baru terbarukan atau EBT.  

Dari kajian IESR, emission factor di Indonesia sebesar 0,8 kilogram karbondioksida per kilo-Watt hour (kWh). Apabila listrik ini untuk kendaraan listrik, maka produksi gas rumah kacanya lebih tinggi daripada kendaraan berbahan bakar minyak. “Ini karena tingginya emisi dari listrik untuk mengisi baterai,” kata Fabby.  

Di negara-negara Eropa, pembangkit energi terbarukan porsinya lebih besar daripada PLTU. Hal ini membuat  faktor emisi dari kendaraan listrinya sekitar 0,3 hingga 0,4 kilogram karbondioksida per kilometer. Sedangkan di Indonesia, dengan bauran energi saat ini, maka emisi kendaraan listrik mencapai 0,82 kilogram karbondioksida per kilometer.  

IESR menghitung agar emisi kendaraan listrik dapat berkurang, maka pembangkit energi terbarukan harus mencapai di atas 25% dari keseluruhan pasokan listrik. Target bauran energi 23% di 2025 tidak boleh gagal. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement