Kontroversi di Balik Pembahasan Draf RUU Energi Terbarukan

Image title
26 Januari 2021, 15:57
ruu ebt, dpr, energi baru terbarukan, nuklir
123RF.com/varijanta
Ilustrasi. DPR masih menggodok draf rancangan undang-undang energi baru terbarukan.
  • DPR menargetkan finalisasi rancangan undang-undang energi baru terbarukan dapat selesai di Oktober 2021.
  • Nuklir dikabarkan akan tetap masuk dalam undang-undang itu meskipun mendapat penolakan berbagai pihak. 
  • Target pemerintah ambisius, tapi realisasi pemanfaatan energi terbarukan masih minim. 

Pembahasan rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau EBT masih berjalan di DPR. Progresnya minim. Sejak mulai diskusi pada September lalu, belum ada tanda-tanda akan segera disahkan.

Padahal, penyusunan rancangan aturan itu sudah terjadi sejak 2018. Naskah akademiknya pun telah tersusun pada tahun yang sama. 

Advertisement

Untuk tahun ini, RUU EBT telah masuk dalam daftar prioritas program legislasi nasional atau Prolegnas 2021. Harapannya, pengesahan menjadi lebih cepat. 

Anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengatakan masih banyak poin-poin yang perlu perbaikan. Pihaknya terbuka untuk mendengar semua masukan dari berbagai kalangan. "Tentu itu semua akan kami diskusikan di dalam Panitia Kerja RUU EBTKE," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (26/1).

DPR masih menggodok agar pembahasan draf tersebut dapat segera rampung tahun ini. Untuk diskusinya, saat ini telah masuk pembahasan naskah akademik dan meminta masukan dari berbagai pihak. "Insya Allah tahun ini kami selesaikan," ujarnya.

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan akan melakukan rapat dengar pendapat bersama tim keahlian dewan. Rapat tersebut antara lain membahas mengenai penyampaian draf yang disusun pada September 2020.

Usai rapat selesai, maka akan muncul draf yang terbaru. "Setelah itu, kami putar ke seluruh kelompok kepentingan luas untuk merespon dan menanggapi mempertajam dan memperdalam," ujar dia dalam Indonesia Energy Transition Outlook 2021 pagi tadi.

Dia menargetkan RUU EBT dapat difinalisasikan pada Oktober tahun ini. Hal ini mengingat masih ada Revisi Undang-Undang Migas yang menanti untuk segera dibahas.

Namun, pembahasan ini tidak semata-mata tergantung DPR tapi bergantung pula pada pemerintah. “Mudah-mudahan bulan Oktober tahun ini selesai," kata Sugeng.

CAPAIAN BAURAN ENERGI BARU TERBARUKAN
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga angin atau PLTB. (ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.)

Usulan METI Dalam RUU EBT

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Surya Darma optimistis pembahasan RUU EBT akan rampung setelah masuk dalam Prolegnas 2021. Masukan dari METI untuk membentuk Badan Pengelola Energi Terbarukan alias BPET, harapannya dapat menjadi pertimbangan anggota dewan.

Rancangan aturan itu sebaiknya fokus pada energi terbarukan saja. “Energi baru agar dibahas di undang-undang lain, termasuk nuklir,” katanya.

Masuknya energi nuklir pada RUU EBT sempat menjadi perdebatan. Peneliti Yayasan Indonesia Cerah Mahawira Singh Dillon menyebut sejumlah alasan mengapa memasukkan energi itu tidak tepat.

Pertama, secara geografis Indonesia terletak di kawasan Cincin Api yang aktif sehingga rawan gempa dan tsunami. Sedangkan kasus kebocoran radioaktif PLTN Fukushima di Jepang merupakan dampak setelah gempa bumi dan tsunami pada 2011.

Kemudian penyimpanan limbah pembangkit listrik itu juga memerlukan lokasi yang stabil dan kedap air. Kondisinya sangat sulit untuk Indonesia. Bila limbah nuklir bocor ke dalam air tanah, dampaknya sangat berbahaya.

Kedua, masuknya nuklir dalam rancangan undang-undang EBT merupakan langkah kontraproduktif dengan asas ketahanan, keberlanjutan, kedaulatan, dan kemandirian energi. Apalagi, pasokan uranium negara ini hanya dapat mengoperasikan satu pembangkit dengan kapasitas seribu megawatt selama enam hingga tujuh tahun saja.

Apabila bersikeras menjadikan nuklir sebagai energi baru, Wira memprediksi Indonesia akan bergantung pada impor uranium dari luar negeri. Alih-alih memakai bahan bakar berisiko, lebih baik pemerintah memanfaatkan energi terbarukan, seperti surya, air, angin, biomassa, dan panas bumi.

Namun, produsen pembangkit listrik nuklir berpendapat berbeda. Kepala Perwakilan ThorCon International Bob S. Effendi mengatakan naskah akademis menjadi dasar pemikiran RUU EBT.

Dalam naskah akademis tersebut, seperti terlihat dalam situs berkas.dpr.go.id, menyebut nuklir sebagai sumber energi baru. Artinya, energinya dihasilkan dari teknologi. Selain nuklir, ada pula hidrogen, gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara cair (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal). 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement