Masyarakat Energi Ingin Nuklir Dikeluarkan dari RUU Energi Terbarukan

Image title
15 Februari 2021, 18:39
METI, energi baru terbarukan, ruu ebt, nuklir
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Ilustrasi. Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia alias METI mendorong pemerintah untuk mengeluarkan nuklir dalam pembahasan rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU EBT.

Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia alias METI mendorong pemerintah untuk mengeluarkan nuklir dalam pembahasan rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau RUU EBT. Energi itu diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran.

Ketua Umum METI Surya Darma menyampaikan usulan ini bukan untuk membuat dikotomi antara energi terbarukan dan nuklir. “Seolah-olah kami anti dengan yang lain. Ini yang kami hindari,” ujar dia dalam Bincang-Bincang METI: Mencari Format UU EBT yang Ideal, Senin (15/2).

Ia merekomendasikan nuklir masuk dalam undang-undang tersendiri. “Supaya tidak rancu pemanfaatan penggunaan energi terbarukan,” katanya.

Ia juga mempertanyakan pertimbangan hukum draf RUU EBT. Energi terbarukan termasuk sumber daya alam yang dikuasai negara atau pemanfaatannya diatur negara. Misalnya, matahari yang setiap hari energinya tersedia di mana saja. "Kalau ini dimanfaatkan untuk pribadi, apakah perlu diatur?” ucap Surya.

Selain itu, ia berpendapat perlu adanya perubahan persepsi energi terbarukan yang selama ini keliru dan berkembang di masyarakat. Energi terbarukan sifatnya dapat diperbaharui. Ada enam klaster termasuk dalam energi ini, yaitu air, panas bumi, bioenergi, angin, surya, dan energi laut. 

Sedangkan energi baru muncul dari pemanfaatan teknologi dan dapat berasal dari energi fosil. Ketika membuat undang-undang bernama energi terbarukan, menurut Surya, hal ini menjadi rancu. “Di dalamnya masih banyak energi fosil dan nuklir,” katanya. 

Karena itu, ia merekomendasikan agar undang-undang itu hanya fokus pada sumber energi yang dapat diperbaharui. Dengan begitu, judul aturannya adalah RUU Energi Terbarukan. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan masih ada keinginan dari beberapa pihak untuk membuat energi baru alias nuklir dikembangkan dalam skala masif. 

Namun, perlu kajian lebih dalam tentang pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN menjadi solusi penyediaan energi jangka panjang. Teknologi small modular reactor atau SMR yang disebut-sebut lebih bersih murah, menurut dia, masih sebatas hipotesis. 

Fabby berpendapat dengan memasukkan energi baru dalam RUU Energi Terbarukan justru mengacaukan tujuan utama aturan tersebut. “Berapa banyak sih kontribusi PLTN ke sistem energi baru tersebut? Lagi pula pembangkit itu sudah ada dalam undang-undang sendiri,” ucapnya.

Sebagai informasi, pemerintah menargetkan energi baru terbarukan mencapai 23% pada 2025 dan akan meningkat menjadi 31% pada 2050. Sedangkan bauran energi minyak bumi akan menurun menjadi sekitar 20% pada 2050.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...