Fasilitas Daur Ulang dalam Bisnis Besar Baterai RI

Image title
2 Maret 2021, 07:50
baterai listrik, kendaraan listrik, inalum, antam, limbah baterai
123RF.com/Hannu Viitanen
Ilustrasi. Fasilitas pengolahan dan daur ulang dalam rencana pembentukan holding baterai RI.
  • Dalam rencana holding baterai, PT Nasional Hijau Lestari akan mengerjakan pengolahan dan daur ulang limbah baterai. 
  • Bisnis daur ulang baterai belum menarik di Indonesia karena pengguna kendaraan listrik masih kecil.
  • Namun, pemerintah dapat membuat regulasi yang mewajibkan pabrikan EV untuk bertanggung jawab dengan limbah baterainya.

Upaya mempercepat ekosistem kendaraan listrik dalam negeri terus berlangsung. Pembentukan induk usaha atau holding baterai menjadi strategi utama untuk mencapainya.

Pemerintah merancang bisnis energi baterai lihtium-ion tak sebatas produk jadi tapi juga pengelolaan limbahnya. Dalam peta jalan atau roadmap percepatan kendaraan listrik yang telah disusun pemerintah, daur ulang limbah baterai akan dikerjakan oleh PT Nasional Hijau Lestari (NHL). 

Melansir dari situs resminya, Nasional Hijau Lestari merupakan perusahaan patungan empat badan usaha milik negara atau BUMN. Keempatnya adalah PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) alias MIND ID dengan anak usahanya, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. 

Masing-masing perusahaan pelat merah tersebut memegang 25% kepemilikan saham. Nusantara Hijau Lestari telah berdiri sejak 16 April 2015. Perusahaan mengerjakan jasa pengangkutan, pengumpulan, penyimpanan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah

Ketua Tim Percepatan Pengembangan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahjana Wirakusumah mengatakan umur baterai diproyeksi cukup panjang. Di sisi lain, populasi kendaraan listrik di Indonesia relatif masih kecil.

Karena itu, persiapan pabrik pengolahan limbah baterai dimulai dari sekarang. “Sehingga pada waktu populasinya (kendaraan listrik) banyak, perusahaan sudah siap,” ujar Agus kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).

Target rencana pembangunan fasilitas daur ulang baterai tersebut belum terang benar. Pemerintah masih fokus pada industri hulunya.

Baterai lithium-ion memiliki umur pakai yang terbatas. Apabila sudah habis dan tidak ditangani dengan baik, limbahnya dapat mencemari lingkungan.

Pabrikan mobil Jerman, Volkswagen, sudah mengantisipasi hal itu dan mendirikan fasilitas pengolahan limbah baterai. Dalam situs resminya, perusahaan menyebut pabrik daur ulang itu telah berdiri di Salzgitter pada 2020.

Baterai yang didaur ulang kapasitasnya mencapai 1.200 ton per tahun. Angka ini setara dengan tiga ribu baterai kendaraan. Kapasitas tersebut rencananya bakal meningkat di tahun-tahun berikutnya. 

Dalam pabrik itu ada dua jalur pengolahan baterai bekas. Pertama, baterai diberikan masa pakai kedua menjadi komponen stasiun pengisian daya yang fleksibel. Produk ini ibarat power bank yang banyak dipakai orang untuk telepon seluler. 

Kedua, didaur ulang. Baterai lama diparut, dikeringkan, dan diayak menjadi bubuk hitam. Di dalamnya terkandung nikel, mangan, kobalt, dan lithium yang berharga. Bahan-bahan ini kemudian dipisah satu per satu untuk produksi baterai baru. 

Meskipun angka EV masih kecil, pemerintah menargetkan pemakaian dua juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik pada 2030. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan.

Prediksi kebutuhan baterainya terlihat pada grafik Databoks berikut ini. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan kehadiran mobil listrik dapat mengurangi bahan bakar minyak atau BBM. Konsumsi energi fosil itu mencapai 1,2 juta barel per hari dan sebagian besar produk impor.

Dengan kehadiran EV, target pengurangan impornya mencapai 77 ribu barel minyak per hari (BOPD). Penghematan devisa mencapai US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,4 triliun. “Penurunan emisi karbon dioksidanya mencapai 11,1 juta ton,” kata Arifin beberapa waktu lalu.

Bisnis Daur Ulang Baterai RI Belum Menarik

Regional Climate and Energy Campaign Coordinator Greenpeace Indonesia Tata Mustasya berpendapat Indonesia masih belum siap dengan proyek daur ulang baterai. Pasalnya, proyek baterai untuk kendaraan listrik dilakukan secara ad hoc (satu tujuan). "Tidak dalam kerangka paradigma dan visi kebijakan yang jelas," ujarnya.

Fasilitas daur ulang merupakan kunci penting produksi baterai di dalam negeri. Fungsinya menjadi penentu ketika pemerintah meletakkan baterai sebagai industri bernilai tambah tinggi. Lalu, keberadaannya juga menjadi bagian transisi hijau untuk mengatasi perubahan iklim. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...