Kembangkan Hidrogen Hijau, Pemerintah Andalkan Panas Bumi dan Surya
Pemerintah tengah mengkaji produksi hidrogen hijau. Sumber listriknya akan berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyebut Jerman telah berhasil memanfaatkan hidrogen hijau untuk keperluan bahan bakar kereta listrik.
Hidrogen dari Negeri Panser berasal dari pembangkit listrik tenaga angin (PLTB). Saat beban listrik tidak tinggi, maka pembangkit itu dapat memproduksi hidrogen hijau.
“Jadi, saat listrik tidak masuk ke grid (jaringan listrik), pembangkitnya untuk produksi hidrogen,” ujar Dadan dalam wawancara khusus dengan Katadata.co.id, Jumat (25/6). “Nah, ini keekonomiannya masuk sebagai penggerak bahan bakar kereta.”
Pemerintah sedang mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan seperti itu. Salah satunya dengan sumber energi panas bumi dan tenaga surya.
Negara ini memiliki sumber daya yang cukup besar untuk kedua energi tersebut. “Kita dapat pakai panas bumi. Saat subuh, listrik tidak terlalu terpakai, dapat dipakai untuk produksi hidrogen,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga bakal mengandalkan potensi dari sumber energi PLTS untuk proses produksi hidrogen hijau. Nusa Tenggara Timur memiliki potensi matahari yang besar.
Di provinsi tersebut nantinya akan dibangun PLTS skala besar. Produksi listriknya akan dikirim melalui kabel untuk menghasilkan hidrogen hijau.
Namun, ia mengakui, pemanfaatan di sisi hilirnya masih terkendala. Misalnya, untuk bahan bakar mobil membutuhkan teknologi konversi hidrogen mnejadi listrik.
Jadi, pengembangan energi terbarukan itu akan membutuhkan waktu panjang. “Untuk melihat hidrogen di jalan raya, kita perlu mengubah teknologi kendaraannya,” kata Dadan.
Pertamina Geothermal Energy Kembangkan Hidrogen Hijau
Sebelumnya, Pertamina Geothermal Energy (PGE) menyatakan bakal serius menggenjot pengembangan green hydrogen atau hidrogen hijau di Indonesia. Untuk merealisasikan ambisi ini, perusahaan membutuhkan investasi awal sekitar US$ 5 juta atau Rp 71,8 miliar (US$ 1=Rp 14.355).
Direktur Utama PGE Ahmad Yurniarto menyatakan, pengembangannya akan dimulai tahun ini. Produksi hidrogen diimplementasikan di wilayah kerja panas bumi (WKP) milik perusahaan.
Estimasi biaya investasi tersebut baru meliputi dari sisi hulu. Dengan perhitungan produksi hidrogen hijau mencapai 100 kilogram per hari. Rentangnya antara US$ 3 juta sampai US$ 5 juta. “Ini baru dari sisi hulu. Kami juga melihat sisi transportasi, tempat penyimpanannya," ujar dia.
Saat ini perusahaan sedang berkoordinasi dengan beberapa kementerian terkait guna pemanfaatan hidrogen hijau. PGE juga tengah mencari mitra strategis untuk menjalankan bisnis tersebut.
Dari sisi keekonomian, biaya produksi hidrogen hijau masih mahal dibandingkan jenis hidrogen lainnya. Namun, ia optimistis, biaya produksi akan murah seiring dengan berkembangnya teknologi.
Apalagi potensi pasarnya cukup besar. Banyak negara sekarang mulai fokus pada upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. "Kami percaya permintaan, kebutuhan clean energy, carbon neutral energy akan semakin tinggi," ujarnya.