Perjalanan 26 Tahun Musik Coldplay, Akan Konser di Jakarta
Band asal Inggris, Coldplay, telah mengonfirmasi kabar kedatangan mereka di Indonesia. Chris Martin dan teman-teman akan menggoyang Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, pada 15 November nanti. Ini merupakan kehadiran perdana Coldplay di Tanah Air.
Band asal Inggris itu memastikan kedatangannya melalui akun Twitter @Coldplay. Adapun konser Coldplay di Jakarta ini adalah bagian dari tur Music of the Spheres World Tour. Negara lain yang disinggahi tur ini antara lain Australia, Taiwan, Malaysia, dan Jepang.
Penampilan Perdana Bukan Sebagai Coldplay
Band ini bermula dari empat mahasiswa University College London yang membentuk band bernama Pectoralz pada 1996. Mereka adalah Chris Martin sebagai vokalis cum pianis, Jonny Buckland sebagai gitaris, Guy Berryman di bas, serta Will Champion selaku drummer.
Laman resmi band menyebut Buckland dan Martin tinggal bersama di sebuah flat yang terletak di Jalan Camden, London. Di sinilah mereka berdua selaku anggota awal Coldplay melakukan rehearsal atau latihan perdana. Kala itu, Camden dikenal sebagai pusat musik indie, sehingga dua teman ini mendapat keuntungan bermusik.
Guy Berryman baru bergabung dengan mereka pada awal 1997, disusul oleh Will Champion pada 1998. Baru beberapa hari bergabung, Champion berhasil menyusun jadwal penampilan perdana mereka di sebuah pub tidak jauh dari flat Buckland dan Martin. Akhirnya mereka berempat tampil pada 16 Januari 1998 di The Laurel Tree.
“Sayangnya kami belum punya nama band. Dalam keadaan panik, kami memilih nama Starfish. Penampilan kami cukup oke, meski kami memainkan satu lagu dua kali–bukan ide bagus,” tulis Buckland dalam laman resmi Coldplay.
Tidak sampai setahun setelah penampilan perdana itu, Coldplay menandatangani kontrak dengan label Universal Music Publishing. Biasanya penandatanganan kontrak dilakukan di kantor pengacara, tapi Coldplay melakukannya di Trafalgar Square pada 22 April 1999.
Kontrak ini berpengaruh besar dalam karier mereka. Pada masa itu, internet masih belum semasif sekarang, hanya ada kaset. “Tidak ada jalan lain untuk mengenalkan musikmu pada orang-orang tanpa bantuan perusahaan rekaman,” tulis laman itu.
Diskografi Multi Genre Ramai Penghargaan
Sebelum memproduksi musik di bawah bendera Universal Music Group, band ini sempat merilis extended play alias EP secara independen, berjudul Safety pada 1998. Barulah album debut mereka dengan label rekaman rilis pada 2000 dengan nama Parachutes.
Sebuah lagu di album tersebut masih didengar masif hingga sekarang, yaitu Yellow. Begitu suksesnya album ini, hingga menerima Brit Award untuk Album Terbaik, kemudian Grammy Award untuk Album Musik Alternatif Terbaik, dan nominasi Mercury Prize.
Begitu juga dengan album kedua mereka, A Rush of Blood to the Head (2002) menang Grammy Award untuk Record of The Year. Dua lagu yang paling dikenal di album ini adalah The Scientist dan Clocks.
IMDb mencatat album ketiga mereka, X&Y (2005) mengalami masalah produksi, sehingga pada album keempat mereka mencoba area musik baru. Album ini adalah Viva la Vida or Death and All His Friends (2008). Kedua album ini menjadi album dengan penjualan terbaik di seluruh dunia, pada 2005 dan 2008.
Chris Martin dan teman-teman pun semakin getol menjelajahi jenis musik baru dengan rilisnya Mylo Xyloto (2011), Ghost Stories (2014), dan A Head Full of Dreams (2015). Sama halnya dengan album baru, Everyday Life (2019) dan Music of the Spheres (2021).
“Tiap album mewakili tema unik dan menambah gaya musik baru dari gaya asli Coldplay. Hal ini termasuk electronica, ambient, pop, R&B, funk, klasik, jazz fusion, dan progressive rock,” tulis laman IMDb.
Album Terakhir Coldplay
Hampir tiga dekade berkarya, Coldplay menyatakan akan berhenti memproduksi musik dalam waktu dekat. Kabar ini diucapkan sendiri oleh Chris Martin pada 22 Desember 2021, saat ia sedang merekam program Christmas with Chris Martin.
“Rekaman terakhir kami akan rilis pada 2025. Setelah itu mungkin kami hanya akan melakukan tur,” kata Chris Martin, dilansir dari BBC.
Pada Oktober 2021, Martin menyatakan band-nya akan memproduksi 12 album saja. Ini berarti akan ada tiga album yang rilis, sebelum Coldplay berhenti merekam lagu baru dan melakukan tur.
“Seperti Rolling Stones. Akan sangat keren bila kami masih bisa melakukan tur di usia 70-an,” kata vokalis berusia 46 tahun itu.