Sejarah Amman Mineral, Dari Divestasi Newmont, Kini Akan Go Public
Raksasa pertambangan PT Amman Mineral International berencana untuk melepas sahamnya ke publik pada Juli 2023. Ini akan menandai masuknya perusahaan pertambangan emas dan tembaga terbesar kedua di Indonesia ke Bursa Efek Indonesia (BEI).
Target pengumpulan dana dari aksi korporasi itu sebesar Rp 12 triliun hingga Rp 12,9 triliun.. Angka ini lebih rendah dari yang sebelumnya dikabarkan oleh Bloomberg di Rp 15 triliun. Namun, pengumpulan dana Rp 12 triliun akan mencetak rekor baru di bursa untuk periode 2023.
Perusahaan yang bermarkas di Jakarta Selatan itu akan mencatatkan 7,3 miliar sahamnya ke bursa dengan harga Rp 1.650 dan Rp 1.775 per lembar. Jumlah saham tersebut setara kira-kira dengan 10% dari total modal yang disetor.
“Nilai penawaran umum sebanyak-banyaknya sebesar Rp 12,9 triliun,” tulis perusahaan dalam prospektusnya pada Rabu (31/5).
Mengambil Alih Saham Newmont
Sejarah Amman Mineral Internasional berawal dari PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Ini merupakan anak usaha dari Newmont Corporation, yang merupakan perusahaan pertambangan emas terbesar di dunia. Raksasa pertambangan asal Amerika Serikat (AS) itu menggandeng konglomerat Jepang Sumitomo Corporation membentuk Newmont Nusa Tenggara.
PTNNT menandatangani pada 1986 kontrak kerja pertamanya dengan pemerintah untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sebuah wilayah di Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada awal 1990-an, perusahaan menemukan tembaga di Pulau Sumbawa. Penemuan ini bermuara ke tambang Batu Hijau dan Blok Elang.
Perusahaan patungan itu membutuhkan 10 tahun sejak penemuan hingga akhirnya tambang Batu Hijau mulai produksi dan mengekspor hasilnya. Dalam catatan Amman Mineral, salah satu tambang terbesar ini diperkirakan berkontribusi ke 1% dari produksi tembaga primer dunia secara historis.
Amman Mineral melaporkan, tambang yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat itu telah memproduksi 9,2 miliar pon (4,6 juta ton) tembaga dan 9,3 juta ons emas sejak 2000. Tambang Batu Hijau direncanakan beroperasi hingga 2030.
“Tambang Batu Hijau dan proyek Elang memiliki lokasi yang strategis untuk melayani pusat-pusat permintaan regional seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan,” tulis Amman Mineral dalam profil perusahaan yang terbit pada April 2023.
Berdasarkan kontrak kerjanya dengan pemerintah Indonesia, Newmont dan investor asing lainnya wajib melepas 51% dari saham mereka ke investor lokal. Raksasa pertambangan yang bermarkas di Denver, AS, itu mulai menegosiasikan penjualan saham PTNNT pada pertengahan 2000-an.
Reuters menulis, Newmont mematok pada 2009 nilai PTNNT secara keseluruhan di US$ 4,9 miliar (Rp 73,5 triliun). Divestasi PTNNT baru selesai pada 2016. PTNNT berganti nama menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara seiring dengan pengambilalihan saham mayoritas oleh Amman Mineral Internasional.
Konsorsium antara PT AP Investment dan PT Medco Energi itu mengakuisisi lebih dari 80% sahamnya. Perusahaan pertambangan lokal PT Pukuafu Indah menguasai sisa sahamnya.
Pengembangan Fasilitas Pemurnian Tembaga
Amman Mineral International juga tengah mengembangkan fasilitas pemurnian (smelter) tembaga senilai US$ 982,9 juta. Fasilitas yang berlokasi di Kabupaten Sumbawa Barat ini direncanakan mulai beroperasi pada Desember 2024. Target ini terlambat dari jadwal awal, yaitu Juli 2023.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga tengah mengizinkan Amman Mineral International untuk tetap mengekspor bijih tembaga hingga Mei 2024. Perusahaan memperoleh penundaan larangan ekspor ini di tengah keterlambatan pengembangan fasilitas pemurnian.