Sejarah Boten-Vientiane, Kereta Cepat Pertama di ASEAN
Presiden Joko Widodo meresmikan operasi Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) pada Senin (2/10). Peresmian tersebut dilaksanakan langsung di Stasiun KCJB Halim, Jakarta Timur.
Peluncurannya, menurut dia, menandai modernisasi transportasi massal domestik yang efisen, ramah lingkungan dan terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Jokowi mengatakan KCJB merupakan moda kereta cepat pertama di Indonesia dan Asia Tenggara.
Kereta bernama Whoosh itu merupakan akronim dari Waktu Hemat Operasi Optimal Sistem Hebat. "Kereta Cepat Jakarta Bandung, Whoosh, saya nyatakan beroperasi," kata Jokowi.
Sebelum Whoosh diresmikan, Pemerintah Laos dan Cina sudah lebih dulu memiliki sebuah kereta bernama Boten-Vientiane. Dikutip dari Antara, kereta ini diklaim sebagai kereta cepat pertama di Asia Tenggara.
Sejarah Kereta Boten-Vientiane
Kereta Api Laos-Cina yang juga dikenal sebagai Boten-Vientiane ini merupakan kereta api kecepatan tinggi yang menghubungkan kota di perbatasan kedua negara, bernama Boten, dengan Ibu Kota Negara Laos, Vientiane. Kereta ini menggunakan teknologi electric multiple unit (EMU) dengan spesifikasi kereta CR200J.
Kereta Boten-Vientiane memiliki jarak sejauh 414 kilometer membentang dari Laos hingga Ciina. Adanya kereta ini dapat mempersingkat perjalanan jalur darat yang awalnya ditempuh hingga 15 jam menjadi 4 jam saja.
Dilansir dari berbagai sumber, pembicaraan pertama mengenai proyek Kereta Boten-Vientiane ini bermula pada 2001. Rencana ini lalu dikonfirmasi oleh kedua negara pada 2009. Pengumuman ini dibicarakan langsung oleh Somsavat Lengsavad yang saat itu menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Laos.
Tujuh tahun sejak pengumuman, kedua negara kemudian memulai pembangunan kereta ini pada Desember 2016. Pembangunan proyek ini sempat tertunda akibat skandal korupsi pejabat perkeretaapian Cina.
Setahun sejak pembangunan, pada akhir 2017 penyelesaian proyek ini menyentuh angka 20%. Proyek ini kemudian mencapai progres 80% pada September 2019.
Pada Maret 2020, para pekerja proyek mulai memasang jalur kereta di Laos setelah empat tahun proyek ini berjalan. Uji coba pengoperasian sistem informasi layanan penumpang juga sudah selesai pada November 2021.
Hingga akhirnya, proyek yang berada di bawah Belt and Road Initiative (BRI) ini secara resmi beroperasi pada 3 Desember 2023. Namun, Kereta Boten-Vientiane dapat beroperasi mengangkut penumpang sejak April 2023.
Pembiayaan Kereta Boten-Vientiane
Kereta Boten-Vientiane memakan biaya sebesar US$ 5,9 miliar atau sepertiga dari PDB Laos yang ditanggung oleh dua belah pihak, baik Cina dan Laos. Seperti halnya pembangunan Kereta Whoosh, pembiayaan proyek ini berasal dari dua unsur, yakni pinjaman dari bank Exim China sebesar US$ 3,5 miliar (60%) dan ekuitas perusahaan senilai US$ 2,3 miliar (40%).
Dilansir dari BBC Indonesia, dari pinjaman Bank Exim ini Cina menanggung US$ 2,48 miliar (70%) dan Laos US$ 1,06 miliar (30%). Begitu pula pada pembiayaan yang berasal dari ekuitas, Cina bertanggung jawab membayar US$ 1,63 miliar (70%) sedangkan Laos sejumlah US$ 0,73 miliar (30%).
Pada rute sepanjang 414 km, kereta tersebut melewati 75 terowongan dan 167 jembatan di atas rel tunggal. Kereta bertenaga listrik ini memiliki bobot seberat 3 ribu ton dan dapat membawa penumpang dalam kecepatan 160 km per jam.
Namun, ketika difungsikan sebagai kereta barang, kecepatannya hanya mencapai 120 km per jam. Dalam perjalanan dari Boten menuju Vientiane, penumpang akan melewati sebanyak puluhan stasiun.
Menurut laman ASEAN Briefing, adanya keberadaan Kereta Boten-Vientiane ini membuat Laos berkembang. Dari negara yang terkurung daratan dengan tingkat industrialisasi paling rendah di ASEAN, menjadi negara penghubung yang terhubung dengan wilayah yang lebih luas.
Sebelum adanya Kereta Boten-Vientiane, Laos hanya memiliki jalur kereta api sepanjang empat kilometer. Melalui peningkatan konektivitas, negara ini dapat memfasilitasi lebih banyak perdagangan antar provinsi, negara tetangga di Asia Tenggara, begitu juga dengan Cina.
Rute Kereta Boten-Vientiane nantinya akan diperpanjang hingga pemberhentian terakhir di wilayah Kunming, ibu kota Provinsi Yunnan, Tiongkok. Pembangunannya bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi asing dan wisatawan serta penurunan biaya logistik dari Vientiane menuju Kunming hingga 40% hingga 50%.
Apa Bedanya dengan Whoosh?
Meski Whoosh dan Boten-Vientiane merupakan proyek buatan Cina, namun dua kereta ini memiliki beberapa perbedaan. Dikutip dari berbagai pemberitaan, berikut perbedaan kedua kereta tersebut.
Pertama, dari segi kecepatan kereta. Whoosh memiliki kecepatan mencapai 350 km per jam sedangkan Boten-Vientiane hanya 160 km per jam. Melansir dari CNBC Indonesia, jika mengacu pada standar International Union of Railway (UIC), Kereta Boten-Vientiane masuk kategori kereta semi cepat, sedangkan Whoosh kereta cepat.
Kedua, perihal penggunaan teknologi. Keduanya memang menggunakan teknologi EMU, tapi berbeda spesifikasi. Whoosh dengan CR400AF yang dikembangkan oleh CNR Changchun Railway Vehicle dan diproduksi oleh CRRC Qingdao Sifang.
Ketiga, perbedaan jarak tempuh. Boten-Vientiane memiliki jarak sejauh 414 km yang ditempuh dalam waktu empat jam, sedangkan Whoosh dengan jarak 142,3 km ditempuh dengan 45 menit saja.
Keempat, jumlah kereta. Rangkaian Whoosh berjumlah delapan kereta, sedangkan Boten-Vientiane mencapai sembilan kereta.
Kelima, sistem rel. Pada Boten-Vientiane, kereta ini menggunakan sistem rel jalur tunggal, sedangkan Whoosh menggunakan sistem rel jalur ganda.
Keenam, fungsi kereta. Jika Whoosh digunakan sepenuhnya untuk mengangkut penumpang saja, berbeda dengan Boten-Vientiane. Sebab kereta ini juga berfungsi untuk mengangkut barang.