Babak Baru Alotnya Proyek Smelter Freeport meski Sudah Ganti Juragan

Image title
7 September 2020, 16:23
smelter freeport, pandemi corona, mind id
123rf
Ilustrasi digital. PT Freeport Indonesia meminta penundaan penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian mineral atau smelter dari 2023 ke 2024.

PT Freeport Indonesia lkembali meminta penundaan penyelesaian pembangunan fasilitas pemurnian mineral atau smelter karena terdampak pandemi Covid-19. Penyelesaian proyek di Gresik, Jawa Timur itu tertunda satu tahun ke 2024 meski perusahaan tambang tembaga dan emas itu kini dikendalikan oleh perusahaan BUMN.

Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, penundaan terpaksa dilakukan karena pandemi corona telah menghambat jalannya proyek. "Kami belum dapat jawaban dari pemerintah ditolak atau diterima," ujar dia dalam diskusi secara virtual, Jumat (4/9).

Advertisement

Hambatan utamanya adalah kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut terkena kebijakan pembatasan wilayah sehingga tidak bisa bekerja maksimal. Namun, Freeport memastikan pekerjaan visibility study, early work, dan front end engineering design (FEED) tetap berjalan.

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso mengatakan pemerintah sebaiknya cermat melihat kondisi ini. Sebelum pandemi corona terjadi, Freeport sebenarnya sudah menunda proyek itu berkali-kali.

Pembangunan smelter seharusnya sudah berjalan pada 1997 tapi tidak terlaksana sampai akhirnya terbit Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara alias UU Minerba. Dalam aturan ini, perusahaan tambang diberi waktu sampai 2014 untuk membangun smelter. Tapi sampai tengat waktu tersebut, Freeport tak kunjung melakukannya.

Komitmen pembangunan smelter akhirnya terjadi setelah pemerintah berhasil melakukan divestasi saham Freeport pada 2018. PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum menguasai 51,23% saham itu seharga US$ 3,85 miliar atau lebih Rp 55 triliun.

Di saat yang sama, kontrak karya atau KK Freeport pun berakhir pada 2022. Perusahaan bisa mendapatkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) hingga 2041 dengan syarat harus membangun smelter. Perusahaan akhirnya menyepakati syarat itu.

Freeport tidak bisa beralasan menunda proyek karena pemegang sahamnya saat ini induk badan usaha milik negara (BUMN) pertambangan, Inalum alias Mining Industry Indonesia (MIND ID). “Pembangunan smelter bukan tanggung jawab mayoritas, tapi pemegang IUPK,” ucap Budi ketika dihubungi Katadata.co.id.

Alasan bisnis smelter tidak menguntungkan pun, menurut dia, tidak tepat. Banyak perusahaan di Indonesia sebenarnya ingin membangun fasilitas pemurnian mineral. “Itu hanya dilihat dari kepentingan Freeport, bukan bisnis smelter-nya,” katanya.

Tony sebelumnya menyebut pembangunan smelter bukanlah proyek yang menguntungkan bagi perusahaan. Pasalnya, nilai tambah harga jual dari konsentrat tembaga menjadi katoda hanya 5%. Namun, pihaknya tetap berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan proyek smelter sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara.

Saat ditanya mengenai hal tersebut, Sekretaris Perusahaan MIND ID Rendi Witular tak ingin berkomentar lebih jauh. "Itu smelter, silakan langsung tanyakan ke Freeport ya," ujarnya.

Smelter tembaga di Gresik milik PT Smelting
Ilustrasi smelter tembaga. (Wahyu Dwi Jayanti | KATADATA)

Smelter Freeport Baru 5,86%

Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan pihaknya tetap berkomitmen membangun proyek smelter yang berada di Gresik. Komitmen ini sebagai bagian dari kesepakatan dalam proses divestasi beberapa waktu lalu.

Kemajuan pembangunan smelter-nya hingga Januari 2020 mencapai 4,88%, sedikit lebih tinggi dari rencana 4,08%. “Freeport telah menyelesaikan tahapan front end engineering design (FEED) dan pematangan lahan proyek (ground improvement), serta tahap memulai aktifitas advance detail engineering," ujarnya.

Namun, dalam enam bulan terakhir ada kegiatan yang terkait persiapan dan pembangunan yang terhambat atau terbengkalai sama sekali. Hal ini mengakibatkan pencapaian kemajuan pembangunan smelter di Gresik untuk periode hingga Juli 2020 baru 5,86% atau tidak memenuhi target 10,5%.

Atas kendala tersebut perusahaan menilai perlu melakukan penyesuaian terhadap rencana pembangunan smelter. "Hingga akhir Juli 2020, proses pembangunan smelter ini telah menelan dana US$ 290 juta dari total investasi US$ 3 milyar yang dianggarkan," kata Riza.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement